Mohon tunggu...
Tesa Karamoy
Tesa Karamoy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Airlangga

Tertarik dengan permasalahan sosial dan pecinta dunia musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan Dini, Penyebab Rantai Kemiskinan

31 Mei 2023   12:02 Diperbarui: 31 Mei 2023   14:33 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber : https://sman3pemalang.sch.id/read/pernikahan-dini.html

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada anak-anak atau remaja dibawah usia 20 tahun. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa usia ideal sebuah perkawinan adalah 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Usia ideal ini ditetapkan karena dianggap sebagai masa seseorang mampu dan siap untuk menghidupi keluarganya sendiri. 

Namun terlepas dari anjuran tersebut, pernikahan dini marak sekali terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang memiliki budaya dan adat yang cukup kental. Padahal, usia remaja merupakan usia seseorang yang cenderung memiliki emosi yang kurang stabil dan masih memerlukan pendampingan dari orang tua.

Calon pasangan yang melakukan pernikahan dini tentu belum memaksimalkan bahkan menuntaskan pendidikannya. Hal ini berujung pada keterbatasan mereka dalam mencari lapangan pekerjaan yang baik. 

Dengan pengalaman yang minim dan lapangan kerja yang semakin tergerus, maka mereka akan semakin susah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Apalagi saat ini sebagian besar pekerjaan memiliki persyaratan yang cukup banyak dan membutuhkan lulusan minimal S1 (Sarjana). 

Tentu hal ini menjadi pokok permasalahan tersendiri bagi pasangan dari hasil pernikahan dini tersebut.

Meningkatnya Kasus dalam Setahun

Di tahun 2022 lalu, BKKBN menyebut sebanyak 15.212 dispensasi nikah diajukan di Jawa Timur. Dispensasi nikah ini diajukan karena usia para calon pengantin masih dibawah 19 tahun, bahkan sebanyak 80 persen dari antara pengajuan dispensasi tersebut telah hamil. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar yang melaksanakan pernikahan dini ini berasal dari keluarga yang kurang mampu secara finansial dan tinggal di lingkungan yang memiliki budaya yang kuat.

Menurut artikel dari web resmi Kementrian Keuangan, sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan pada September 2022 lalu. Data jumlah masyarakat miskin di Indonesia ini meningkat 0.20 juta jika dibandingkan dengan Maret 2022 yang mencatat sebesar 9,54% atau sebanyak 26.16 juta orang. Hal ini secara tak langsung menjadi salah satu pemicu kenaikan kasus pernikahan dini yang terjadi di Indonesia. 

Orang-orang yang berada dibawah garis kemiskinan cenderung tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena faktor keuangan, sehingga mereka beranggapan bahwa hidup hanya untuk mencari uang dan makanan. 

Mereka juga memiliki pandangan bahwa dengan menikahkan anak dibawah umur berarti terbebas secara finansial, dan anak-anak mereka bisa menghasilkan uang secara mandiri bagi keluarga. Inilah yang menyebabkan rantai kemiskinan tidak mudah untuk diputuskan.

Faktor-faktor Penyebab

Salah satu faktor utama penyebab maraknya pernikahan dini di Indonesia adalah faktor ekonomi orang tua (keluarga), pola asuh, serta agama atau kepercayaan. Banyak orang tua menginginkan anaknya menikah dini karena persepsi yang kurang tepat, diantaranya adalah agar mereka tidak berzinah serta meringankan beban keluarga. 

Lalu ketika pasangan yang menikah dini ini memiliki anak, mereka mempercayai bahwa semakin banyak anak, semakin banyak pahalanya. Hal ini kurang tepat jika tidak memikirkan masa depan dan kesejahteraan anak itu sendiri.

Memiliki anak atau keturunan tentu membawa kebahagiaan bagi keluarga, namun jika anak hanya digunakan sebagai alat untuk memenuhi kepentingan dan kepuasaan orang tua saja, hal tersebut kurang tepat.

Mirisnya, karena tekanan ekonomi dan finansial yang rendah, saat ini banyak sekali orang yang mempergunakan anaknya sebagai alat untuk menghasilkan uang. Contohnya di jalan raya besar dekat lampu merah, banyak orang menggendong anaknya sambil meminta-minta kepada para pengendara yang lewat. Anak yang digendong tersebut digunakan agar orang-orang iba dan memberi sedekah kepada orang yang meminta tersebut.

Perlu digarisbawahi, tugas orang tua yang paling penting adalah membuka jalan bagi anak-anaknya dan menuntun mereka untuk mencapai potensi maksimalnya. Terlebih kemampuan mereka dalam berkreasi dan kedewasaan emosional dalam menghadapi kehidupan.

Faktor lainnya adalah pergaulan bebas. Anak-anak dengan orang tua yang memiliki keseharian bekerja jarang mendapatkan tuntunan yang tepat dari orang tua. Anak-anak akan mengeksplorasi lingkungan secara mandiri, dan kebanyakan orang tua yang bekerja tidak terlalu peduli bahkan acuh tak acuh dengan perkembangan kehidupan anaknya. 

Tanpa dukungan dan pemahaman yang tepat, seorang anak dapat masuk ke dalam pergaulan bebas yang saat ini sangat marak terjadi di Indonesia. Dengan melakukan aktivitas hubungan seks diluar nikah dapat berdampak pada kehamilan yang tidak diinginkan. Sehingga mau tidak mau, banyak orang tua yang menikahkan anaknya untuk menutupi aib tersebut. Yang paling fatal, anak tersebut dapat melakukan aborsi pada kehamilannya.

Tindakan untuk Mencegah

Melalui meningkatnya kasus dan banyaknya faktor yang memicu terjadinya pernikahan dini ini tentu sangat mengkhawatirkan. Namun ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar pernikahan dini dapat dicegah, yang pertama memberikan akses pendidikan yang lebih terbuka bagi setiap kalangan. Dengan terbukanya akses pada pendidikan yang lebih luas maka anak-anak akan mendapatkan kesempatan pekerjaan yang lebih tinggi dan dapat memperbaiki finansial keluarga.

Selanjutnya adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan dini. Pemahaman ini dapat melalui edukasi seksual penggunaan kondom untuk mengurangi kemungkinan kehamilan, atau dengan memberikan edukasi kepada anak-anak di usia sekolah agar menghindari pergaulan bebas sedini mungkin. 

Hal ini sangat penting dilakukan karena kurangnya pemahaman akan hubungan seksual yang tepat sehingga terjadi kehamilan yang tidak direncanakan. Tak hanya itu, diperlukan juga pemberian sosialisasi bagi orang tua dan keluarga mengenai dampak buruk pernikahan dini. 

Dengan pemahaman yang tepat maka orang tua dan keluarga akan menyadari bahaya yang ditimbulkan akibat pernikahan dini. Sehingga keluarga akan fokus untuk memberdayakan anak dan mengembangkan potensinya secara maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun