"PARADIGMA PENGHUKUMAN (RESTORATIVE JUSTICE) SEBAGAI UPAYA PEMBAHARUAN PARADIKMA PEMIDANAAN DI INDONESIA"
 Dosen Pengampu: Mulyani Rahayu,S.Sos,M.Si
Disusun Oleh:
NAMA Â Â Â Â : TERRY URICK ORISU
 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMASYARAKATAN
POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM Â REPUBLIK INDONESIA
2020/2021
PENDAHULUAN
Moeljatno menyatakan bahwa, hukum dasarnya dibagi menjadi dua, yakni hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara sah menjadi hukum acara pidana yang ada di Indonesia. Penegakan hukum dijalankan oleh kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan melalui aturan a quo di seluruh tingkatannya. Institusi hukum tersebut memiliki wewenang dalam penyelenggaraan proses peradilan pidana.
Akan tetapi dewasa ini, terjadi perubahan dalam pelaksanaan proses peradilan pidana dalam KUHAP. Dengan kata lain, terdapat peraturan perundang-undangan yang memiliki wewenang dalam mengatur sendiri (lex specials) dalam penyelenggaraan pidananya. Bentuk ciri khas yang ada pada peraturan a quo disebut memperkenalkan pranata hukum baru dalam peradilan pidana, yakni diversi dan keadilan restorative (restorative justice). Konsep tersebut mengalami perkembangan di mana suatu hukum perlu dilakukannya perlibatan atas korban di dalamnya.
Yang dimaksud dengan konsep diversi dan restorative justice sendiri yaitu sebuah konsep hukum yang ada sejak KUHAP telah diberlakukan akan tetapi penerapannya yang masih belum dikenal dalam pranata hukum, di mana selanjutnya dalam pembentukan undang-undang pada akhirnya disadari bahwa harus terdapat suatu pembeda antara pendakatan dalam proses peradilan pidana di dalam subjek atau adresat tertentu, contohnya dalam kasus anak. Singkatnya, konsep keadilan restorative yang diberikan melalui cara diversi dalam peradilan anak merupakan suatu cara yang diberikan untuk melindungi anak yang sedang mengahadapi masalah hukum. Intinya, peradilan pidana mengarahkan tujuan utama pemidanaannya dari retributive ke restoratif, yakni dari pembalasan kearah pemulihan atau ganti rugi. Hal tersebutlah yang menstiulasi peraturan a quo.
- PEMBAHASAN
Pada awalnya, konsep restorative justice munucul  bersamaan dengan teori retribtif atau pembalasan hukum pidana. Cragg berpendapat bahwa, teori pembalasan pada nyatanya belum efektif dalam mendorong kejahatan, atau lebih tepatnya korban belum bisa mendapatan ganti rugi atas apa yang menimpanya, maka dari itu terciptalah suatu upaya yang merubah paradigma pemidanaan dari pembalasan menjadi restorative atau pemulihan. Selanjutnya konsep dari restorative justice mengalami perkembangan dalam istilah dan model pelaksanaannya dalam peradilan pidaan. Restorative justice lebih menekankan pada korban yang emmiliki peranan penting serta anggota masyarakat yang mendorong pelaku agar lebih bertanggungjawab atas apa yang ia lakukan terhadpa korban, baik dalam segi emosional dan materi dari korban, dimana kegiatan didorong melalui kegiatan dialog ataupun bernegosiasi dalam penyelesaian masalah yang terjadi dengan tujuan untuk bisa menyelematkan korban dan masyarakat dari konflik yang berkepanjangan.
Perumusan dan penerapan sanksi pidana yang lebih memperhatikan asas keseimbangan kepentingan pelaku, korban dan masyarakat tersebut diharapkan tidak saja dapat mengembalikan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi juga dapat mengembalikan ketentraman, karena konflik dapat diselesaikan secara lebih substansial. Kebutuhan akan pengembalian suasana kehidupan yang nyaman dan tenteram serta penyelesaian konflik yang lebih substansial tersebut lebih terasa dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbeda dengan pandangan retributivisme, keadilan restoratif memandang kejahatan bukan hanya sebagai perbuatan melanggar hukum pidana sebagai hukum negara, tetapi juga sebagai suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian terhadap korban (viktimisasi). Dengan kata lain, keadilan restoratif memandang tindak pidana atau kejahatan sebagai konflik antara pelaku dan korbannya. Persepsi tentang kejahatan menurut keadilan restoratif tersebut mengandung konsekuensi harus dipertimbangkannya juga aspek korban dalam penanggulangan kejahatan, sehingga sanksi pidana yang dirumuskan dan kemudian dijatuhkan tidak saja berguna bagi pelaku dan masyarakat luas, tetapi juga berguna bagi pemulihan penderitaan atau kerugian korban.
Keadilan restoratif juga memandang penting dilibatkannya korban dalam proses penyelesaian perkara.Ide keadilan restoratif pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari perbuatan pidana atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seseorang terutama anak. Dalam hal ini seorang anak (di bawah umur) telah melakukan suatu perbuatan yang mana perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pidana sehingga harus diproses hukum guna pertanggungjawaban pidana.
Terdapat tiga prinsip yang ada pada keadilan restorative, yakni pertama seluruh pihak yang ada harus dipastikan mendapatkan perlakuan yang adil. Kedua, akan mencari stratifikasi dari korban, pelaku dan masyarakat, ketiga, prinsip ini menawarkan perlindungan secara menyeluruh terhadap hukum kepada individu yang menjadi korban dan sudah semestinya diberi perlindungan.
- PENUTUPÂ
Maka dapat disimpulkan bahwa, pergeseran paradigma pemidanaan dari hukum pidana klasik ke modern dalam konteks retributive ke restorative merupakan suatu upaya yang dilakuakn agar korban dalam hal ini lebih mendapatkan keadilan dang ganti rugi atas trauma yang ia terima secara psikis maupun materil. Dalam konsep restorative pula korban dan pelaku diupayakan untuk bertemu akan bisa membicarakan penyelesaian serta mengetahui cara pemulihan yang tepat.
Jenis sanksi pidana yang dapat dirumuskan dan dijatuhkan sesuai dengan paradigma keadilan restoratif adalah sanksi yang tidak bertujuan untuk melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan tetapi jenis sanksi yang dapat menggugah tanggung jawab pelaku terhadap penderitaan korban atau sanksi yang bertujuan untuk memulihkan penderitaan korban, misalnya: sanksi ganti rugi. Proses penyelesaian kejahatan yang sesuai dengan paradigma keadilan restoratif adalah proses penyelesaian kejahatan yang melibatkan pelaku, korban dan masyarakat.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Braithwaite, John, Restorative Justice dalam Michael Tonry, The Handbook of Crime and Punishment, (New York : Oxford Univeristity Press, 2010).
Cragg, Wesley, The Practive of Punishment : Toward A Theory of Restorative Justice, (London and New York : Routledge, Taylor and Francis Group, 1992).
Dressler, Joshua, Encyclopedia of Crime and Justice : Abortion-Cruel & Unusual Punishment (Volume 1), (New York : Gale Group Thomson Learning, 2002).
Hariman Satria, "Retorative Justice : Paradigma Baru Peradilan Pidana" Jurnal Media Hukum Volume 25 Nomor 1, Juni 2018.
Johnstone, Gerry and Van Ness, Daniel W, Hand Book of Restorative Justice, (USA & Canada : Willian Publishing, 2007).
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Edisi Revisi), (Jakarta : Rineka Cipta, 2008).
Yeni Widowaty, Fadia Fitriyanti, "Membangun Model Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat sebagai Korban Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan oleh Korpoeasi dengan Prinsip Retsorative Justice" Jurnal Media Hukum, Volume 21 Nomor 1, 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H