[caption caption="Ilustrasi yang mengejek, di mana tujuan penangkapan paus untuk ilmu pengetahun menghasilkan “tulisan ilmiah” berupa tempura, sashimi dan sushi (Sumber: Tip Junkie, 2012)"][/caption]Waktu studi di Jepang, saya pernah dapat hadiah daging ikan paus dari “senpai” (mahasiswa senior), kemudian kita bakar rame-rame pakai api kompor bersama mahasiswa/i satu laboratorium dan “sensei” (professor pembimbing). Satu orang mungkin cuma dapat “sekerat” kecil saja, karena memang yang diberi tak sampai setengah kilogram. Kita sambil ngobrol ngalur ngidul ditemani masing masing secangkir teh hangat.
Di Jepang, daging ikan paus dijual bebas, banyak terdapat di pasar tradisional kota Fukuoka dan Nagasaki. Harganya jangan ditanya, sekitar 4.500 yen (Rp 550 ribu) per-kg. Tak pernah saya membelinya, selain bukan untuk kantong mahasiswa, juga bukan pula “sumber protein utama” untuk saya.
Setelah membaca baca, ternyata harga Rp 550 ribu itu adalah harga “subsidi”. Pemerintah Jepang mensubsidi konsumsi daging ikan paus sebesar AS$ 400 juta (Rp 5,6 Triliun) pertahun menurut laporan “the International Fund for Animal Welfare”tahun 2013. Organisasi yang berhubungan dengan “kesejahteraan” hewan ini berpusat di Yarmouth Port, Massachusetts, Amerika Serikat.
Pertanyaan anda mungkin: “ loh kok bisa? Kenapa bisa dijual bebas? Kenapa disubsidi?” Sebelum pertanyaan anda terjawab, ikuti keterangan dibawah.
Penangkapan Paus
[caption caption="Grafik penangkapan paus oleh Jepang (Sumber: Wikipedia, 2016)"]
Orang Jepang sudah menangkap paus sejak 10 ribu tahun sebelum masehi, sebuah tradisi yang sangat panjang. Setiap tahun 2 sampai 3 ribu ekor paus ditangkap oleh orang Jepang. Penangkapan menurun sejak tahun 1986. Sekarang hanya sekitar seribu ekor pertahun (lihat grafik di atas).
Alasan utama Orang Jepang nagkap paus, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tradisi panjang, sehingga daging paus adalah bagian dari menu istimewa masyarakat Jepang. Tak seorangpun bisa “protes” terhadap kebiasaan makan orang lain.
2. Sustainable catching. Setelah ribuan tahun ditangkap, menurut orang Jepang populasi ikan paus jenis Minke Whales tetap tak berubah. Di laut selatan (Australia, New Zealand) saja ada sekitar 550 ribu sampai 760 ribu ekor, begitu juga di laut utara (Greenland sekitarnya).
3. Scientific catching. Kata orang Jepang menangkap ikan paus adalah bagian dari tradisi ilmu pengetahuan. Diantara tujuan menangkap paus adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Dengan tiga alasan di atas, pemerintah Jepang memberikan subsidi konsumsi daging ikan paus melalui Japan Fisheries Agency (Semacam Dirjen Perikanan dan kelautan). Tiga alasan ini juga sekaligus menjawab kenapa daging paus dijual bebas.
Menekan pemerintah Jepang
Tentu saja masyarakat internasional (termasuk lembaga swadaya bidang konservasi alam) menentang keras penangkapan paus oleh negara manapun dan di laut apapun. Karena Jepang adalah negara paling tinggi konsumsi daging paus di dunia, dan negara paling aktif menangkap paus, maka negara ini paling keras diprotes.
Selain Jepang, ada dua negara Skandinavia yang aktif menangkap paus yaitu Islandia dan Norwegia. Uniknya, tangkapan ikan paus dari dua negara ini hanya sebagian kecil saja dikonsumsi dalam negeri, sebagian besarnya diekspor ke pasar Jepang.
Amerika Serikat mengancam akan mengenakan sanksi ekonomi terhadap tiga negara utama penangkap paus (Jepang, Norwegia dan Islandia). Hanya Norwegia dan Islandia yang “takut,” buru buru mengurangi penangkapan paus sampai lebih dari separuh beberapa tahun belakangan ini. Mereka menangkap hanya untuk konsumsi lokal dibawah angka 300 ekor pertahun. Sementara Jepang, tetap melanjutkan penangkapan, mengabaikan sama sekali ancaman sanksi ekonomi Amerika Serikat.
Pemerintah Australia mengajukan tuntutan hukum terhadap penangkapan paus oleh Jepang ke Mahkamah Internasional (MI) di Den Haag, Belanda sejak tahun 2010. Pada tanggal 31 Maret tahun 2014, MI memutuskan agar Jepang segera menghentikan penangkapan paus di Antartik. Apa Jawaban Jepang? :”Kami akan melanjutkan penangkapan di laut Pasifik Utara”
Kalau anda cermat, lihat grafik di atas. Ternyata penangkapan paus di Jepang menurun drastis. Dari angka 28 ribu tahun 1986, menurun tajam hanya sekitar 1ribu ekor setelah tahun 2005. Apa sebabnya ? Jawabannya adalah kampanye anti makan ikan paus telah menyebabkan selera makan daging mamalia ini menurun drastis terutama di kalangan generasi muda !
Protes, ancaman sangsi ekonomi, dan bahkan keputusan mahakamah internasional diabaikan begitu saja oleh pemerintah Jepang. Tetapi kampanye melalui media cetak, TV, audio dan cara cara persuasif lebih berhasil. Anak anak muda Jepang telah berubah. Hanya generasi tua saja meneruskan nostalgia makan daging paus.
Semoga kasus Jepang menjadi pelajaran untuk kita semua. Ada cara efektif untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya konservasi alam!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H