Mohon tunggu...
Tanza Erlambang
Tanza Erlambang Mohon Tunggu... -

# Ever stay in several countries, and stay overseas until currently. ## Published several books, some of them are: Hurricane Damage on Coastal Infrastructures (ISBN: 978-19732-66273) dan Prahara Rupiah (ISBN: 979-95481-1-X)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Enaknya Perempuan Denmark, Diprioritaskan dalam Banyak Hal

22 Februari 2016   19:07 Diperbarui: 23 Februari 2016   12:37 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Makan dan minum bareng, perempuan di Denmark (Foto pribadi)"][/caption]Persamaan hak perempuan Denmark “melampaui” batas-batas norma dan agama yang kita ketahui. Betapa tidak, perempuan punya “hak” untuk menceraikan suami. Memberi nama “family” anaknya, misalnya nama “family” si ibu adalah Pedersen, maka anaknya boleh memakai “Pedersen” sebagai nama keluarga di belakang namanya (namun demikian, mayoritas anak masih memakai nama keluarga ayah).

Secara ekonomi, perempuan Denmark yang “single parent” dapat tunjangan biaya hidup dari negara, jumlah tunjangan tergantung penghasilan. Kalau tak bekerja sama sekali, tunjangan yang didapat berupa uang saku, sewa apartemen, tunjangan anak, dan “gaji” membesarkan anak. Kalau mau kuliah, selain gratis (gratis biaya kuliah, gratis buku, gratis foto kopian), juga dapat uang saku DK 2 ribu (Rp 8 juta) sebulan.

Dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana respons lelaki terhadap perempuan Denmark?

1. Naik bus: perhatikan jenis kelamin!
Di dalam bus, dua kursi depan pertama khusus untuk perempuan hamil dan orang cacat. Kursi lainnya bebas untuk siapa saja.

Uniknya, kalau bus berhenti mau ngambil penumpang, semua mata akan tertuju ke calon penumpang, dan melirik-lirik “jenis kelamin” si calon penumpang. Kenapa begitu? Kalau yang mau naik wanita, tanpa komando, semua “gentlemen” akan berdiri tegak, mempersilakan si wanita untuk memilih kursi yang diingininya. Kalau “terpilih,” si “gentleman” akan tersenyum, dan kemudian tetap berdiri tegak sepanjang perjalanan.

Seandainya ada perempuan hamil yang mau naik, “gentlemen” seperti rebutan menolong, mengulurkan tangan, kemudian menuntun ke kursi depan yang memang disediakan untuk ibu-ibu hamil dan orang cacat.

Urutan prioritas dapat kursi di bus adalah sebagai berikut: perempuan hamil, perempuan tua, perempuan obesity, dan pokoknya perempuan (jelek maupun cantik). Kadang-kadang salah juga, tau taunya bencong (LGBT). Ya sudah, ikhlas aja deh.

Waktu libur di Jakarta, karena sudah terbiasa, otomatis berdiri tegak kalau lihat perempuan masuk ke dalam bus. Eh, tau-taunya kursi saya ada yang cepat cepat “nyolong”. Duh, yang nyolong lelaki berbadan tegap. Dalam hati, kalau elu di Denmark, sudah digebuki rame-rame! Dianggap tidak beradab.

2. Masuk ke bangunan publik
Berjalan beriringan dengan perempuan Denmark, kemudian mau masuk ke gedung publik (mall, universitas atau gedung milik pemerintah), maka “gentlemen” harus mempersilakan wanita masuk duluan. Biasanya, gentlemen yang berjalan di belakang wanita, akan buru buru berlari ke depan, kemudian membukakan pintu. Setelah si wanita berlalu (dengan senyum tentunya), baru lelaki yang masuk. Si pembuka pintu, akan masuk setelah semuanya masuk.

Saya pribadi, lihat-lihat dulu sebelum berencana membukakan pintu masuk di suatu gedung, selidiki kira-kira siapa dan semacam apa yang akan dibukakan pintu. Perempuan tinggi besar, membuat saya pura-pura lupa sesuatu, menjauh ke belakang. Soalnya, kalau dibukakan pintu, si perempuan tidak hanya tersenyum, tapi kadang kala menepuk-nepuk bahu saya. Bayangkan saja, perempuan “obesity” setinggi hampir dua meter dengan lengan lebih besar dari paha saya. Bisa bisa saya “terpelanting” dibuatnya, kalau pundak saya ditepuk (beberapa kali tentunya). Betapa sengsaranya. Coba aja kalau nggak percaya!

3. Di Taman

[caption caption="Perempuan lagi santai di taman kota (Foto pribadi)"]

[/caption]

Sama di manapun, tak terkecuali di taman kota, aturannya “lady first.” Yang duduk duduk sambal tiduran santai, ya, perempuan. Di air mancur pun begitu. Perempuan duluan yang nangkring di pinggiran air mancur. Ada tempat kosong, baru lelaki “nyempil”. Seandainya tidak ada tempat, lelaki cuma berdiri diri. Saya mah, ok saja, no problem, anggap olahraga. Kadang-kadang “happy” juga, kalau ada yang cantik “kepanasan,” kemudian buka baju. Dalam hati: ”loh kok masih tersisa? Buka semua dong!” Cuma harus hati-hati, bolehnya cuma lirik lirik aja. Kalau “melotot” akan dituduh “abuse” (pelecehan). Ngedumel juga sih: ”situ yang bugil, kok nuduh pelecehan?” Sembarang aja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun