Mohon tunggu...
Tanza Erlambang
Tanza Erlambang Mohon Tunggu... -

# Ever stay in several countries, and stay overseas until currently. ## Published several books, some of them are: Hurricane Damage on Coastal Infrastructures (ISBN: 978-19732-66273) dan Prahara Rupiah (ISBN: 979-95481-1-X)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apa? Jutaan Perusahaan Tak Bayar Pajak, Penyebab Target Meleset

21 Januari 2016   03:12 Diperbarui: 21 Januari 2016   03:56 2543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi, kaya harta tapi tak mau bayar pajak (sumber: www.fiskal.co.id)"][/caption]

Mengejutkan, dari 5 juta perusahaan atau badan usaha (besar, sedang dan kecil) yang ada di Indonesia, hanya sekitar 11% - 24% saja yang bayar pajak. Angka persentase dari 11% sampai 24% diperoleh dari Nikei Asian Review (edisi 12 Januari 2016) dan CNN Indonesia (edisi 14 Oktober 2014).

Selain perusahaan, dari jumlah individu wajib pajak sebanyak 44,8 juta, agak lumayan, sekitar 60% (26,8 juta) orang “taat” membayar pajak.

Melihat angka angka di atas, wajar kalau target pajak sebesar Rp 1.294 triliun tahun 2015, hanya terealisasi sebesar Rp 1.055. Negara kehilangan penghasilan sebesar Rp 239 triliun.

Meskipun pemasukan negara dari pajak untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia mencapai angka “seribu triliun lebih,” tapi, sejarah juga mencatat bahwa untuk pertama kali angka pajak meleset di bawah 90% dari target yang ditetapkan.

Kalau saja angka wajib pajak (perusahaan maupun individu) yang “tak mau” membayar pajak tetap tinggi, maka target pajak sebesar Rp1.368 triliun hampir dapat dipastikan akan meleset, takkan tercapai tahun ini (2016).

Pengalaman Pribadi

[caption caption="Ilustrasi, karyawan taat pajak (sumber: genius.smpn1-mgl.sch.id)"]

[/caption]

Waktu masih di tanah air, saya pernah bekerja di perusahaan asing. Ada semacam divisi yang mengurus pajak karyawan.

Misalnya, saya membayar pajak 5% dari “penghasilan kena pajak setahun” (penghasilan kotor dikurangi berbagai iuran seperti Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua), maka perusahaan akan membayarkan besaran pajak tersebut.

Kemudian, perusahaan akan menguruskan pembayaran pajak saya ke kantor pajak. Saya hanya tanda tangan dokumen dokumen tertentu, tak lama kemudian ada “receipt” bahwa saya telah membayar pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang saya miliki.

Artinya, semua karyawan (nasional dan expatriates) tempat saya bekerja melaksanakan salah satu kewajiban sebagai warga negara atau karyawan yang baik, yaitu membayar pajak.

Kalau semua perusahaan seperti tempat saya bekerja dulu memiliki divisi yang mengurusi pajak karyawan, maka semua individu wajib pajak (44,8 juta) akan membayar pajak.

Pertanyaannya: “ jutaan perusahaan (lebih dari 76%) tidak membayar pajak, bagaimana pula karyawannya mau melaksanakan kewajiban pajak mereka?”

Stick and carrot
Kesadaran membayar pajak yang sangat rendah oleh perusahaan, dan masih belum memuaskan di tingkat individu harus segera diatasi.

Pertama mencari akar masalah, kalau karena pelayanan dan prosedural berbelit, maka SDM pajak perlu segera dibenahi.

Tak kalah penting adalah pemberian “stick and carrot” atau “punishment and reward.” Kalau perlu diadakan “door prize.” Untuk individu bisa hadiah mobil, rumah atau voucher belanja untuk 1000 individu. Sedangkan untuk perusahaan, hadiah bisa dalam bentuk kemudahan meminjam modal tanpa bunga atau kemudahan pengurusan izin tertentu. 1000 perusahaan diberikan fasilitas ini tiap tahun.

Atau, bisa juga diberikan “discount,” semakin cepat mendaftar sebagai wajib pajak, semakin besar dis-count yang diterima.

Setelah reward, dan setelah semua wajib pajak terdaftar, maka tahun depan perlu diberikan “punishment” untuk yang “nakal” tak mau bayar pajak.

Pembenahan, dan bentuk punishment dan reward bisa dipikirkan lebih baik. Intinya adalah bagaimana target pajak untuk pembiayaan pembangunan bisa dicapai.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun