[caption caption="Ilustrasi, kaya harta tapi tak mau bayar pajak (sumber: www.fiskal.co.id)"][/caption]
Mengejutkan, dari 5 juta perusahaan atau badan usaha (besar, sedang dan kecil) yang ada di Indonesia, hanya sekitar 11% - 24% saja yang bayar pajak. Angka persentase dari 11% sampai 24% diperoleh dari Nikei Asian Review (edisi 12 Januari 2016) dan CNN Indonesia (edisi 14 Oktober 2014).
Selain perusahaan, dari jumlah individu wajib pajak sebanyak 44,8 juta, agak lumayan, sekitar 60% (26,8 juta) orang “taat” membayar pajak.
Melihat angka angka di atas, wajar kalau target pajak sebesar Rp 1.294 triliun tahun 2015, hanya terealisasi sebesar Rp 1.055. Negara kehilangan penghasilan sebesar Rp 239 triliun.
Meskipun pemasukan negara dari pajak untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia mencapai angka “seribu triliun lebih,” tapi, sejarah juga mencatat bahwa untuk pertama kali angka pajak meleset di bawah 90% dari target yang ditetapkan.
Kalau saja angka wajib pajak (perusahaan maupun individu) yang “tak mau” membayar pajak tetap tinggi, maka target pajak sebesar Rp1.368 triliun hampir dapat dipastikan akan meleset, takkan tercapai tahun ini (2016).
Pengalaman Pribadi
[caption caption="Ilustrasi, karyawan taat pajak (sumber: genius.smpn1-mgl.sch.id)"]
Waktu masih di tanah air, saya pernah bekerja di perusahaan asing. Ada semacam divisi yang mengurus pajak karyawan.
Misalnya, saya membayar pajak 5% dari “penghasilan kena pajak setahun” (penghasilan kotor dikurangi berbagai iuran seperti Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua), maka perusahaan akan membayarkan besaran pajak tersebut.
Kemudian, perusahaan akan menguruskan pembayaran pajak saya ke kantor pajak. Saya hanya tanda tangan dokumen dokumen tertentu, tak lama kemudian ada “receipt” bahwa saya telah membayar pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang saya miliki.