Mohon tunggu...
Tanza Erlambang
Tanza Erlambang Mohon Tunggu... -

# Ever stay in several countries, and stay overseas until currently. ## Published several books, some of them are: Hurricane Damage on Coastal Infrastructures (ISBN: 978-19732-66273) dan Prahara Rupiah (ISBN: 979-95481-1-X)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Hanya di Denmark: Konglomerat Bertekuk Lutut di Depan Petani!

12 Januari 2016   09:26 Diperbarui: 28 Desember 2016   09:57 26365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1300-an, pandemic yang disebut “black death” menyebabkan kematian ratusan juta jiwa, lebih dari 60% populasi Eropa punah karena pandemic yang disebabkan oleh sejenis bakteri. Setelah dianalisa DNA korban, pada tahun 2010, diketahui penyebab pandemic adalah bakteri jenis “Yersinia pestis”

Denmark tak terkecuali, kematian penduduk yang lebih separuh menyebabkan ladang ladang kosong. Pemerintah kemudian mengeluarkan aturan bahwa tanah tanah yang kosong, tak boleh dimiliki swasta. Ladang ladang tersebut dibagi bagikan ke petani sesuai dengan jumlah anggota keluarga.

Petani seperti dapat durian runtuh, tiba tiba punya ladang yang sangat luas. Dari sinilah muncul ide “koperasi.” Koperasi kemudian berkembang ke berbagai unit usaha yang mendominasi ekonomi Denmark sampai ratusan tahun.

Diantara koperasi yang omset penjualannya besar tahun 2013 adalah (lihat Tabel di atas):

  1. Arla Food (dairy), memiliki penjualan pertahun sebesar DKK 73,6 Milyar (Rp 147,2 Triliun)
  2. Danish Crown (daging), penjualan pertahun DKK 58,03 (Rp 116 Triliun)
  3. DLG (farm supply), penjualan pertahun DKK 59,1 (Rp 118 Triliun)
  4. Kopenhagen Fur Center, penjualan pertahun DKK 13,3 (Rp 26,6 Triliun)

Produksi Pertanian 3 Kali Dari Kebutuhan
Banyak negara, termasuk Indonesia belum swasembada pangan (kejadiannya: tak pernah, pernah swasembada, kemudian tidak swasembada lagi), tapi Denmark menghasilkan pangan 3 kali lipat dari kebutuhan penduduknya.

Artinya produksi pangan Denmark melimpah ruah. 30% untuk konsumsi sendiri, sisanya (70%) diekspor ke 100 negara di berbagai penjuru dunia. Ada juga disumbangkan sebagai bantuan luar negeri Denmark (DANIDA) ke negara negara Afrika atau negara yang kekurangan pangan.

[caption caption="Grafik. Persantase produk pertanian yang diekspor dibandingkan dengan total produksi (sumber: Danish Agriculture & Food Council, 2012)"]

[/caption]Dari Grafik di atas, terlihat bahwa 90% keju diekspor, hanya 10% saja dikonsumsi sendiri. Sebaliknya, 28% grain (biji bijian) diekspor, kebanyakannya (72%) dikonsumsi sendiri. Tapi, lebih banyak produk untuk ekspor dari pada dikonsumsi sendiri.

Akhirnya, banyak hal yang bisa dipelajari dari Denmark, mulai dari pemberdayaan petani (sehingga lebih kuat dari konglomerat) sampai ke usaha pengadaan pangan yang melimpah ruah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun