Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adalah sebuah program pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 2014. Program ini, merupakan suatu cara perwujudan mimpi akan Indonesia yang dapat menjadi lebih sehat, pertanyaannya adalah, sebuah mimpi atau solusi?
JKN dalam pelaksanaannya diwujudkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memiliki dua bentuk, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenegakerjaan. Keduanya saling berhubungan, sama-sama memiliki fungsi pelayanan kesehatan dengan fokus yang satunya memberikan perlindungan bagi tenaga kerja.Â
BPJS merupakan suatu upaya kesehatan dengan sistem asuransi, berarti jika anda memiliki polis asuransi, dalam kasus ini berupa kartu BPJS, anda dapat merasakan pelayanan kesehatan dibayarkan oleh pihak penyelenggara asuransi, yaitu pemerintah. Hak istimewa ini tidak didapatkan secara percuma, untuk bisa menjadi bagian dari pelayanan menarik ini, anda diharuskan membayar sebesar 25 ribu rupiah (harga kelas minimum) setiap bulannya, sesuatu yang tidak sebanding dengan harga pengobatan yang dapat mencapai jutaan bahkan miliaran rupiah.
Bagi yang masih bertanya-tanya "bagaimana mungkin biaya pengobatan tersebut dibayarkan oleh uang 25 ribu rupiah yang saya bayarkan setiap bulannya?", karena prinsip asuransi gotong royong yang dimilikinya, orang-orang sehat yang membayarkan uang mereka dapat membiayai orang-orang yang sedang sakit dan berhubung setiap orang tidak sakit setiap hari, kemungkinan jumlah orang sehat jauh lebih besar daripada jumlah orang yang sakit, hampir memastikan pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan lancar.
Apakah anda tahu? Tahun 2017 JKN defisit 9 triliun
JKN-BPJS merupakan suatu upaya pemerintah untuk mencapai Universal Health Coverage(UHC), sebuah pelayanan kesehatan menyeluruh yang tersedia untuk semua tumpah darah negeri ini. Akan tetapi satu hal penting yang harus diingat adalah Universal Health Coverage harus disertai dengan Universal Payment, dan Indonesia saat ini belum sampai pada titik tersebut.Â
Secara pelaksanaannya, belum seluruh masyarakat Indonesia tergabung pada program ini, sudah dijelaskan mengenai sistem asuransi, makin banyak anggota yang bergabung diharapkan dapat memberikan bantuan dana untuk membiayai yang sedang sakit, akan tetapi baru 180-an juta masyarakat Indonesia yang bergabung. 180 juta memang angka yang harus dihargai, tetapi jumlah tersebut masih harus ditingkatkan. Mayoritas pembayar BPJS merupakan peserta penerima upah (PPU) pemerintah yaitu PNS, polisi dan militer dikarenakan pemotongan secara otomatis pada slip gaji tiap bulannya, bagaimana dengan PPU dari swasta? Secara perlahan-lahan pihak swasta mendaftarkan perusahaannya, tetapi lagi-lagi masih belum semuanya. Lalu bagaimana dengan pihak non PPU? Berbeda dengan pihak PPU, pihak non PPU bayar sesuai dengan hati nurani yang dimiliki.
"Bangsa Indonesia, bangsa yang berbudi luhur yang menjunjung tinggi harkat dan martabat"
Tidak asing ditelinga untuk mendengar ucapan-ucapan atau (atau mungkin 'mimpi'?) tersebut, tetapi pada kenyataannya belum tentu hal tersebut yang menggambarkan situasi defisit BPJS saat ini. Banyak sekali kasus dimana peserta hanya membayar saat sedang sakit dan setelah sembuh, ia tidak lagi membayarkan kewajibannya. Hal-hal menyangkut moralitas adalah sesuatu yang sulit untuk dicari solusinya, tetapi untuk terwujudnya program UHC, problema seperti ini juga harus dicari penyelesaiannya.
"Misalnya iuran kelas III yang pantas ketika perhitungannya seharusnya Rp 36 ribu namun menjadi Rp 23 ribukan sudah terbayang. Pola seperti ini ya pastilah (defisit)"
Beno Herman, Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Fasilitas Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan mengatakan bahwa dalam pelaksanaan iuran, harga kamar yang seharusnya dibayarkan dengan jumlah tertentu dibayarkan dengan harga yang tidak semestinya. hal seperti ini berakibat jelas terhadap defisitnya anggaran. Alasan yang mungkin diberikan adalah harga dimurahkan dengan tujuan agar semua rakyat dapat menjadi bagian dari JKN berupa BPJS tersebut.Â
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan bahwa dalam penyelenggaraannya, BPJS tidak akan menaikkan harga iurannya. ia mengatakan bahwa hal tersebut dapat dicapai dikarenakan pemerintah mempunyai beberapa cara untuk memberikan suntikan dana bagi program kesehatan nasional ini, salah satunya adalah dengan cara memanfaatkan dana cukai dan pajak rokok daerah untuk menutup defisit.
Dana rokok dan RUU pertembakauan
RUU pertembakauan adalah rancangan undang-undang yang dinilai oleh banyak kalangan cenderung berfokus pada peningkatan produksi dan perlindungan produk tembakau. Undang-undang tersebut berfokus pada efek ekonomi yang dapat dihasilkan oleh peningkatan komoditas tersebut. Permasalahan undang-undang ini adalah kurang diperhatikannya aspek kesehatan dan ekonomi tidak langsung yang diakibatkan oleh rokok itu sendiri serta pemberian hak-hak tertentu yang dinilai kontroversial karena menguntungkan industri rokok itu sendiri. Dari berkembangnya industri rokok yang ingin direalisasikan oleh RUUP, pemerintah berharap untuk membiayai defisit JKN-BPJS, makin banyak bukan masukan bagi BPJS? Belum tentu. Saat ini, penyakit yang dinilai paling menguras anggaran BPJS adalah kanker dan jantung.Â
Sejak Januari-September 2017, BPJS telah menangani 7 juta kasus jantung dengan anggaran sebesar 6.5 triliun rupiah. Diikuti oleh kanker pada urutuan kedua dengan anggran sebesar 2,1 triliun, dan stroke pada urutan ketiga dengan anggaran sebesar 1,3 triliun. Dari 3 penyakit tidak menular atau penyakit gaya hidup ini saja sudah setara dengan defisit yang dimiliki dan penyakit-penyakit ini diakibatkan oleh faktor-faktor peningkat risiko, salah satunya adalah rokok. Â Maka karenanya pembayaran hasil cukai dan pajak rokok memang sudah semestinya menjadi bagian dari anggaran BPJS melihat dampak buruk yang dihasilkan dan ini bukan suatu alasan untuk meningkatkan dan mempromosikan komoditas tersebut karena tidak sebanding.
apakah mungkin program ini berjalan jika bermodalakan mimpi dan asap rokok?
Apapun itu, kesehatan merupakan hak bagi semua rakyat Indonesia
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Hidup rakyat Indonesia
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H