Liebe Schwester Theresia Suso,
Pada hari Pesta Namaku kemarin, aku menerima kartu Selamat Pesta Nama darimu. Alamatnya jelas dari Biara St Elisabeth Kloster Reute-Jerman.Â
Setiap kali aku pesta nama aku selalu mengingat dirimu. Aku merasakan kita seperti sudah ada ikatan emosi yang kuat, meski kita belum pernah bertemu, namun lewat surat, foto dan video tentangmu sudah cukup untukku mengenal siapa dirimu. Engkau selalu menyuratiku, menanyakan kabarku di Indonesia sejak aku masuk biara.Â
Ini sudah tahun keduabelas, surat-surat darimu masih tetap aku simpan di rak khusus surat darimu. Itu bagaikan satu rak di perpustakaan miniku. Hadiah-hadiah  yang kamu kirimkan itu seperti  gambar-gambar Orang kudus, St Theresia dari Liesux, seorang Suster karmelit yang sangat rendah hati dan penuh iman, mengajarkanku bagaimana harus beriman dan bagaimana agar aku mejadi kuat dalam panggilan ini.Â
Sepertinya kamu sungguh mengenalku juga. Isi suratmu selalu mengungkapkan agar aku teguh dalam jalanku dan panggilan hidupku, mencintai dia dengan sepenuh hati. Kamu tahu tidak, tatkala aku lemah, tak bergairah dalam hidupku, aku membuka surat-surat itu. Sepertinya aku selalu dapat menimba energi baru dari sana.Â
Kata-kata mu yang lembut penuh keibuan, membujukku untuk tetap kuat dan teguh dalam jalan hidupku. Mungkin kamu sudah sangat mengerti perjuanganku, sebagai seorang yang mencoba menjalani hidup dan menyangkal diri setiap hari, sungguh memang sulit, tapi bila menyerahkan diri pada kekuatan Tuhan, semua bisa kulalui. dan aku bahagia.Â
Ada rasa bangga tersendiri di dalam hatiku, setiap kali aku menerima kiriman surat dari Pak Pos untukku, terutama bila surat itu berasal dari Jerman. Mungkin saja karena aku memang sudah sangat jatuh cinta ke persaudaraan Para suster di Jerman. Mungkin juga karena memang persaudaraan Suster Fransiskanes yang ada di Indonesia itu berakar dari Jerman dan bertumbuh subur di Bumi Indonesia, terlebih di Keuskupan Sibolga-Indonesia.
Schwester Theresia Suso, aku sudah lama berangan-angan bisa segera jumpa denganmu. Tetapi sepertinya belum ada waktu yang tepat. Kapitel General sedang berlangsung pada hari-hari ini, sungguh ku berharap kita dapat bertemu disana. Lagi-lagi ini adalah Pandemi, tak ada keluar visa, biar pun Visa Schengen. Ah, sungguh aku merasa ini adalah sebuah rencana yang dicoret. Rencana yang dikasih tanda silang (x). Meski begitu, aku berharap aku bisa menggesernya di agenda  berikut.Â
Aku akan tabung rasa rindu ini untukmu. Tetaplah sehat, tetaplah kuat. Badai ini pasti berlalu. Aku ada di Indonesia mendukung dan mendoakan hari-harimu di Panti Jompo 'Gut Betha Haus' Reute. Bila tiba waktunya nanti aku akan datang dengan segala rinduku yang telah membanjiri tabung-tabung kerinduanku.Â
Tahukah Anda, setiap untaian kata yang ada di kartu post yang ku terima minimal 3 kali setahun, itu bisa menyemangatiku selama dua tahun. Pengalaman demi pengalamanmu selama bermisi di Indonesia menjadi sumber semangat juga untukku untuk melanjutkan misi yang telah kalian mulai sejak tahun 1964 yang lalu.Â
Aku sering melihat album-album Para suster Misionaris Pertam dari Jerman. Wajah-wajah penuh keberanian meninggalkan tanah airnya demi sebuah misi, "Melayani Allah dalam Diri yang Menderita"
Aku merasa setiap kali aku melihat foto-foto itu, ada segudang semangat yang memenuhi hatiku, motivasi seluas cakrawala. Kalau dulu kalian yang datang bermisi, aku berjanji aku akan datang untuk melanjutkan misi kalian di Jerman.Â
Schwester Suso, aku mohon berdolah kepada Tuhan , agar Ia berkenan mengizinkan kita bertemu di Jerman nanti setelah pandemi. Aku sangat merindukanmu.  Aku sangat berharap perjumpaan itu. Aku akan tetap setia di jalan panggilan ini... atau kalau memang bukan kehendak Tuhan Biarlah kita berjumpa di Surga kelak.  Ich liebe dich, Schwester Theresia Suso.Â
Salam damai, salam sehat.
Â
Deine Schwester,
Schwester TheresiaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H