Mohon tunggu...
Teresia Simbolon
Teresia Simbolon Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari Kebijaksanaan

Kamu adalah kreasi dan proyek terbesar Sang Penciptamu

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Dapat Giliran Memasak untuk Para Koki, Oh Mein Gott!

2 Februari 2021   14:11 Diperbarui: 2 Februari 2021   14:52 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lidah tak bisa berbohong, demikian ungkapan kebanyakan orang jikalau berbicara soal rasa makanan. Cita rasa makanan sering sangat tergantung dari bagaimana para juru masak memasaknya. 

Ada kalanya juga orang yang sama memasak menu yang sama pada hari berbeda, menghasilkan rasa makanan yang berbeda. Orang-orang menyebutnya memasak dengan cinta (hati). 

Ukuran untuk seorang pemasak adalah dapat memadukan aneka rasa dan menghasilkan citarasa yang nikmat dan sehat. Harus diakui bahwa tidak semua orang memiliki citarasa yang berstandar 'nasional' untuk makanan. Itulah sebabnya tidak semua orang bisa menjadi juru masak. 

Saya adalah orang yang suka makan dan berselera ketika makan, namun karena kurang latihan memasak dan tidak punya basic untuk memasak jadi juru masak , maka saya tidak terampil untuk memasak. Ada suatu kebiasaan di biara kami, yakni semua  suster dapat giliran masak pada hari minggum kecuali 'para koki' harian. 

Para Koki yang bekerja di dapur merayakan hari free tugas  memasak, saat untuk tenang.  Untuk sebagian Suster memasak terkadang menjadi tantangan tersendiri, termasuk saya sendiri  karena saya sadar tidak terampil untuk memasak 'menu hari minggu'. Hari minggu itu  untuk kami adalah hari yang istimewa dan merupakan hari raya, jadi setiap pemasak harus menyajikan masakan yang sepadan dengan hari raya. 

Hari Minggu itu tepatnya 31 Januari 2021, juru masak yang terpilih adalah Suster Teresia , yakni diriku sendiri. Oh Mein Gott! ( Kata orang Jerman). 

Saya berusaha untuk mencari menu yang bisa saya lakukan. Kuputuskan untuk memasak menu yang standar yakni nasi putih, Ayam Geprek +Sambal Geprek, sayur Urap, Sup Jagung, Jus Timun+mint, dan selada Padang. 

Hari-hari sebelum hari mingu itu, sudah saya cari panduan bagaimana harus memasaknya. Saya merasa seperti ketika masih kuliah dulu, dikala mau seminar atau maju untuk meja hijau, Wkwkwkk. Bagaimana tidak, saya yang sehari-hari dilayani oleh para Koki, tiba-tiba dapat giliran untuk memasak dan melayani para koki. 

Saat memulai memasak makanan dan selama mengikuti proses memasak,  saya tersadar akan suatu hal, yakni kebiasaan berkomentar saat  suapan pertama sampai di mulut dan komentar saat suapan terakhir dimulut.  

Kadangkala secara spontan  memberi penilaian atas sesuatu yang dapat dirasakan oleh indra. Berkomentar atas makanan yang terhidang di meja, tentang rasa masakan sangat mudah untuk dilakukan. Mudah mengalir bagaikan air sungai. Namun ternyata tidak semudah ketika mempersiapkannya.  

Padahal menyediakan sambal Geprek saja harus berjuang menahan rasa pedas di tangan. Memang pengalaman selalu  akan mengajarkan suatu hal, itu akan membawa orang pada arah jernih berkomentar. 

Saya berpendapat bahwa   hanya orang yang pernah memasak dapat merasakan bagaimana perjuangan seorang juru masak. Jika semua orang pernah memasak, maka nada-nada komentar akan makanan semakin jernih dan membangun. 

Saya merefleksikan kembali betapa luhur pekerjaan para Juru Masak. Kepuasan mereka adalah ketika menyaksikan orang-orang  bahagia dan gembira menikmati masakan yang dimasakanya serta  komentar terakhir atas makanan yang dinikmati.  

Berkomentar adalah sebuah tindakan yang mudah dilakukan semua orang. Memberi penilaian atas sesuatu yang dapat dirasakan oleh indra. Ada komentar yang bersifat membangun dan ada yang bersifat mengkritisi. Giliran memasak ini mengajariku untuk lebih menghargai para Juru Masak dan belajar lebih lagi tentang masak-memasak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun