Mohon tunggu...
Teresia AvillaMarcia
Teresia AvillaMarcia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Airlangga

Undergraduate Anthropology Student at Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membuka Mata Publik: Menghentikan Victim Blaming terhadap Korban Catcalling

28 Mei 2024   21:03 Diperbarui: 28 Mei 2024   21:13 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catcalling adalah bentuk pelecehan verbal yang biasanya diutarakan dengan kata-kata yang jorok atau tidak senonoh yang cenderung melecehkan. Kata-kata yang dilontarkan biasanya "Hai cantik, mau kemana?", "Cewek", atau "kiw-kiw". Tidak hanya dengan kata-kata, catcalling juga bisa menggunakan media siulan. Catcalling tidak memandang umur atau gender korban. Di Indonesia, mayoritas yang mengalami pelecehan seksual berupa catcalling adalah perempuan. Umumnya, korban catcalling justru mendapatkan sanksi sosial. Sanksi sosial yang diterima oleh korban catcalling disebut fenomena victim blaming.

Victim blaming yang biasanya di alami korban catcalling adalah tentang penampilan atau baju korban. Pelaku beranggapan bahwa, baju korban yang dipakai korban sangat memicu pelaku untuk memanggil-manggil. Pelaku juga beranggapan bahwa korbanlah yang bersalah karena memakai baju terbuka. Selain pakaian korban, pelaku juga menilai catcalling sebagai bentuk pujian bukan sebagai pelecehan. Pelaku mempercayai bahwa korban harusnya bisa mengatasi catcalling dengan cara mengubah cara berpakaian korban, karena posisi pelaku yang berkuasa. Pelaku merasa berkuasa untuk melakukan penilaian terhadap penampilan dan berkuasa untuk mengatur.

Victim blaming disebabkan kurangnya kesadaran atas nilai budaya dan moral. Kurangnya pendidikan atau penyuluhan terkait pelecehan seksual menjadi salah satu faktor. Faktor pelaku masih menyalahkan korban dan membenarkan perilaku catcalling. Nyatanya, yang terjadi saat ini adalah mereka yang menggunakan pakaian tertutup seperti hijab masih menjadi korban catcalling. Perilaku catcalling tidak disebabkan oleh pakaian korban atau penampilan korban, namun pelaku yang masih minim akan pengetahuan berbagai macam bentuk pelecehan-pelecehan. Dengan melakukan victim blaming tidak akan mengubah keadaan atau perilaku, namun hanya akan menimbulkan perasaan trauma atau ketidaknyamanan.

Sebagai korban, korban juga perlu untuk melakukan speak up mengenai pengalaman pelcehan seksual. Langkah untuk melakukan speak up diperlukan agar banyak dilakukannya penyuluhan mengenai berbagai macam bentuk pelecehan seksual. Usaha inilah yang akan membuka mata masyarakat mengenai kekhawatiran tentang perilaku catcalling dan fenomena victim blaming. Dengan dilakukannya berbagai penyuluhan, akan membantu masyarakat untuk lebih aware.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun