Mohon tunggu...
Teresia Armeta
Teresia Armeta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIB

Mahasiswi UIB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hukum atas Merek dalam Perdagangan Barang dan Jasa Studi Kasus antara I Am Geprek Bensu Sedep Bener

13 Maret 2022   19:08 Diperbarui: 13 Maret 2022   19:15 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik hukum sengketa merek dagang yang terjadi antara PT Ayam Geprek Benny Sujono I Am Geprek Bensu Sedep Bener dengan Kemenhumham terus berlanjut. Penyebabnya adalah pada tanggal 20 Mei 2021 lalu, Menteri Hukum dan HAM mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada tanggal 22 Februari 2021 lalu. Dalam putusan tersebut, Hakim PTUN mengabulkan gugatan PT Ayam Geprek Benny Sujono I Am Geprek Bensu Sedep Bener. 

Putusan tersebut sekaligus mencabut Surat Keputusan Nomor : HKI-KI.06.07-11 yang dikeluarkan oleh Kemenhumham RI Direktorat Jenderal Kekayaan Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) pada 6 Oktober 2020. Salah satu pokok surat itu menyatakan antara lain menghapus merek dagang I Am Geprek Bensu Sedep Bener yang sebelumnya sudah terdaftar di Kemenkumham sejak tahun 2017.

Selain daripada itu, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mencabut Surat Keputusan yang dinilai sangat merugikan pihak penggugat. Sebab dengan penghapusan merek dengan nomor IDM000643531 itu, memicu pihak lain mendaftarkan merek beserta lukisan yang identik dengan Geprek Bensu Benny Sujono. Adapun, pihak Geprek Bensu Benny Sujono tercatat telibat sengketa merek dagang dengan artis Ruben Onsu. Sebelumnya, Mahkamah Agung juga mengakui bahwa penggugat rekonvensi dalam hal ini ialah Benny Sudjono selaku pemilik dan pemakai merek pertama atas merek dagang I am Geprek Bensu. Yang menurut pengertiannya, Gugatan Rekonvensi adalah gugatan balik atau balasan, yang dalam hal ini dilakukan oleh Benny Sujono.

Sebagaimana dalam nomor pendaftaran perkara IDM000643531, Kelas 43, tanggal pendaftaran 24 Mei 2019, dalam amar putusan perkara No. 56/Pdt.Sus-HKI/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst, hakim menyatakan bahwa Penggugat Rekonvensi adalah Benny Sujono selaku pemilik dan pemakai merek pertama yang sah atas Merek "I Am Geprek Bensu Sedep Benerrr + Logo/Lukisan dalam merek tersebut". Dalam putusan tersebut, hakim Mahkamah Agung juga memutus dan memerintahkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) mencoret pendaftaran enam merek dagang Geprek Bensu yang diajukan Ruben Onsu. "Memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq. 

Direktorat Jenderal Hak Dan Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek Dan Indikasi Geografis (in casu Turut Tergugat Rekonpensi) untuk melaksanakan pembatalan merek-merek atas nama Ruben Samuel Onsu tersebut di atas, yaitu dengan mencoret pendaftaran merek-merek tersebut dari Indonesia Daftar Merek, dengan segala akibat hukumnya," bunyi putusan MA tersebut.

Sebagaimana dalam contoh kasus tersebut di atas, yang dimaksud dengan merek adalah salah satu bentuk HKI yang memiliki peranan penting karena digunakan untuk membedakan produk barang dan jasa. Merek juga dapat digunakan dalam dunia periklanan serta pemasaran. 

Hal ini disebabkan masyarakat sering mengaitkan image, kualitas dan reputasi dari barang dan jasa dengan merek tertentu. Peranan merek sangat penting, dengan begitu dibutuhkan adanya pengaturan yang lebih luwess seiring dengan perkembangan dunia usaha yang pesat. 

Pendaftaran merek bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum serta perlindungan hukum terhadap hak atas merek. Pendaftaran merek dalam hal ini adalah untuk memberikan status bahwa pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya. 

Pendaftaran merek dilakukan dengan dua system, yang pertama system deklaratif dan system konstitutif (atributif). Berdasarkan Undang-undang Merek Tahun 2001, pendaftaran merek dilakukan dengan system konstitutif. Hak yang terdapat pada merek tidak akan ada tanpa adanya pendaftaran, oleh sebab itu hal inilah yang membawa kepastian bagi pemegang merek.

Pendaftaran Merek

Pada sistem konstituen memberikan kepastian yang lebih besar dalam perlindungan hak merek. Apabila seseorang dapat membuktikan bahwa ia telah mendaftarkan merek dan menerima sertifikat merek sebagai bukti haknya atas merek tersebut, maka merek tersebut tidak dapat digunakan oleh orang lain dan tidak dapat dihindari oleh orang lain untuk produk sejenis. 

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 UU Merek, merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar. Dalam hal ini, hak atas merek dibuat dengan pendaftaran resmi dan bukan oleh penggunaan pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun