[caption id="attachment_366679" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi bioskop (Shutterstock)"][/caption]
"Ending film Indonesia itu mudah ditebak"
"ceritanya gitu-gitu aja, membosankan, gak seru kalau lihat di bioskop"
"Cinta-cinta'an gak jelas, horor tapi kebanyakan pornonya"
Itu adalah sebagian dari komentar-komentar teman-teman saya ketika diajak menonton film Indonesia di bioskop. Belakangan ini, beberapa kali saya datang ke bioskop yang terdekat dengan tempat tinggal saya, bioskop yang memiliki 3 studio saja, 2 studionya justru dipakai untuk memutar film buatan luar Indonesia yang membludak penontonnya. Hanya tersisa satu studio untuk memutar film Indonesia yang  sebenarnya ada beberapa judul yangrelease di waktu  yang hampir bersamaan. Saat itu saya memang datang khusus untuk menonton salah satu film Indonesia, yang sebenarnya banyak mengandung nilai-nilai moral, dan jauh sebelum launching day, sudah sering  nitizen Indonesia yang membicarakan film Indonesia ini di semua sosial media, subscribe trailler nya di youtube pun juga tidak sedikit. Tapi kenyataanya, saya mendapati studio tempat pemutaran film Indonesia itu hanya terisi kurang dari 1/3 jumlah kursi, padahal baru sehari terlewatkan sejak tanggal pemutaran perdananya.
Inilah yang menggugah hati saya, aneh sekali rasanya, padahal di tempat tiket sebelum saya masuk ke studio, saya melihat sangat panjang antrean para anak muda, dan awalnya ekspetasi saya mereka akan melihat film Indonesia yang sama dengan saya, tetapi ternyata tidak. studio tetap terasa sepi bahkan setelah film selesai diputar.
Bukan bermaksud membandingkan, atau bagaimana, tetapi memang ketertarikan masyarakat penikmat film di Indonesia lebih condong ke arah produk anak luar negeri. Saya pernah berbincang dengan teman saya, mengenai kecilnya minat saya pada film-film Barat. Saya cenderung menyukai film Indonesia daripada film luar Indonesia. Dari dulu, sejak saya menjadi penikmat film, saya lebih suka mengikuti perkembangan film Indonesia. Jika orang bertanya saya tentang film-film box office hollywood sudah dapat dipastikan, saya akan menjawab belum tahu. Tapi jika kalian menanyakan kepada saya tentang film-film Indonesia, saya sendiri akan merasa aneh kalau saya belum pernah melihatnya, except film-film Indonesia yang agak-agak meragukan, yah kebanyakan film hantu Indonesia jaman sekarang lah. Dari sisi itulah, mengapa saya dikatakan sedikit aneh oleh beberapa teman saya. Kebanyakan anak muda, yang contohnya adalah teman-teman saya sendiri mengatakan dengan jujur dan gamblang bahwa mereka lebih suka menonton film film buatan luar, daripada film dalam negeri. Apalagi jika harus merogoh kocek lebih dalam dengan menonton film tersebut di bioskop, mereka pasti akan lebih ikhlas jika uang 25 ribu - 50 ribu mereka diperuntukkan menikmati karya seni hasil impor.
Miris rasanya, di kala industri film Indonesia yang sekarang sedang menyubur, tercederai oleh skeptis atau pandangan-pandangan negatif dari anak bangsa sendiri. Pandangan-pandangan negatif yang akhirnya memenjarakan keinginan untuk mencari tahu, yang berdampak pada sepinya lapak-lapak penjualan film-film Indonesia. Padahal, jika kita sedikit saja membuka wawasan, menanggalkan keegoan kita untuk sebentar saja, cukup 90 menit duduk tenang dan menikmati hasil keringat saudara kita sendiri.
Satu lagi yang membuat saya merasa sedikit perih, sekaligus bertanya tanya,  saya beberapa kali mengamati penghargaan-penghargaan untuk film Indonesia. Film-film yang masuk nominasi, bahkan yang memenangkan nominasi pada akhirnya, ternyata bukanlah film yang dengan mudah dapat diakses oleh masyarakat, yah sayalah masyarakat Indonesia. Padahal saya dengan yakin dapat mengatakan bahwa tentunya pemenang setiap kategori adalah film-film yang berkualitas tinggi, dikemas dengan apik, dan memiliki nilai-nilai moral maupun moril yang tinggi, sehingga dapat memberikan pengaruh pada penilaian juri. Tetapi sejauh hasil penjelajahan saya, saya belum dapat menemukan tempat dimana saya dapat melihat beberapa dari film-film berkualitas itu. Padahal, jika kita dapat memanfaatkan moment penghargaan akan eksistensi film-film Indonesia, dengan mempermudah akses  masyarakat yang ingin tahu dengan film-film emas tersebut, tentu saja akan berpengaruh terhadap penilaian masyarakat, membuka pikiran masyarakat, bahwa film Indonesia tidak selamanya tidak berbobot. Apalagi film Indonesia disampaikan dengan bahasa Indonesia, jadi akan lebih mudah menangkap pesannya.
Terlepas dari semua hal ini, saya sebagai salah satu dari ratusan juta masyarakat Indonesia, Â ingin mengajak para pembaca, tidak bermaksud untuk menggugah hati, karena tulisan ini hanyalah sebuah ajakan, tidak menampilkan sesuatu yang didramatisir, tetapi berbicara kenyataan. Jika berbicara soal produk film, memang film impor jauh lebih baik, tapi kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mempromosikan film Indonesia di kalangan dunia. Orang Barat saja mampu menghipnotis kita dengan hasil karyanya, tak mampu kah kita balik menakjubkan mereka dengan kreativitas sinematografi anak negeri?
Saya sedang memulai, memulai menghargai apa yang bangsa Indonesia miliki, aset kreasi dan seni yang saya yakin bisa mendunia. Mari, menonton film Indonesia, sebelum mengatakan bahwa saya tidak suka film kacangan. Film Indonesia saya yakin semuanya digarap dengan serius, hanya kita mungkin yang belum serius mempertimbangkannya. Ini tentang kita, bukan orang lain, saudaraku se-tanah air.
Selamat berjuang para sineas bangsa, selamat meyakinkan saudaramu sendiri.  Semoga berhasil, kawan. Dan saya selalu berdoa suatu saat nanti, film Indonesia bisa menjadi top box office Holywood.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H