Mohon tunggu...
Teresa Adelia
Teresa Adelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Listening to music

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ekspresi Diri dengan Bahasa Gaul Gen Z dan Gen Alpha

6 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   06:13 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kosakata gaul selalu berubah dari generasi ke generasi. Kata-kata baru terus muncul, seringkali tidak lazim dan sulit dilacak asal-usulnya. Bahasa gaul terkadang membingungkan karena menggunakan kalimat tunggal dan bentuk elips yang banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek, sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap.

Bahasa sebagai alat utama komunikasi dan pembentukan identitas telah berubah seiring perkembangan zaman, terutama sebagai akibat dari meningkatnya penggunaan media sosial. Bahasa Indonesia, yang seharusnya menjadi alat utama komunikasi bangsa Indonesia, kini terancam oleh penggunaan istilah-istilah tidak konvensional yang marak di kalangan generasi muda, terutama Gen Z dan Gen Alpha, yang menggunakan bahasa yang mereka lihat di media sosial, dalam kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan.

Meskipun terlahir hanya berbeda beberapa tahun, Gen Z dan Gen Alpha telah menciptakan identitas bahasa yang sangat berbeda. Keduanya tumbuh dalam era digital yang cepat, tetapi dengan intensitas yang berbeda. Generasi Z, yang sebagian besar masa kanak-kanak dan remaja mereka dihabiskan dalam transisi menuju era digital, cenderung menggunakan bahasa gaul sebagai cara untuk ekspresi diri dan menandai kelompok mereka. Sebaliknya, Generasi Alpha, yang lahir di tengah-tengah revolusi digital, telah mengintegrasikan bahasa digital sebagai bagian penting dari kehidupan mereka. Bahasa gaul mereka, di sisi lain, seringkali terdiri dari campuran singkatan, slang, dan bahasa Inggris. Bahasa gaul mereka lebih fleksibel dan berubah dengan cepat, dan platform media sosial seperti TikTok dan Instagram sering mempengaruhi mereka. Penggunaan emoji, stiker, dan singkatan yang sangat pendek menjadi ciri khas komunikasi mereka. Perbedaan ini menunjukkan bagaimana teknologi telah mempengaruhi cara generasi muda berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, serta bagaimana bahasa terus berkembang seiring dengan zaman.

Gen Z adalah generasi yang tumbuh dewasa di tengah perkembangan teknologi yang pesat, sehingga memiliki cara berinteraksi dan berkomunikasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Perkembangan teknologi yang begitu cepat ini juga mempengaruhi cara Gen Z berkomunikasi, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan bahasa gaul di kalangan Gen Z, yang seringkali terlihat dalam bentuk kosakata baru yang terus muncul dari meme dan singkatan internet. Beberapa kosakata Gen Z berikut ini:

1. Plesetan. Sebagai contoh, kata "santai" diubah menjadi "santuy", dan kata "gemas" diubah menjadi "gemoy".

2.Kata-kata yang dibalik. Misalnya, woles berarti selow, kuy berarti yuk, sabi berarti bisa, kane berarti enak, dan ngab berarti Bang.

3.Kiasan. Misalnya, kata salty, yang secara literal berarti garam tetapi memiliki arti kiasan geram atau kesal, atau flexing, yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang gemar memamerkan atau menyombongkan diri dengan prestasi, kekayaan, atau hal-hal lain yang membuatnya terlihat keren di mata orang lain, atau ghosting, yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tiba-tiba menghentikan semua komunikasi tanpa alasan yang jelas.

4.Istilah-istilah singkatan seperti "TBL", yang berarti "Takut Banget Loh", "YTTA", yang berarti "Yang Tau-Tau Aja", dan bahkan "CMIIW", yang berarti "Correct Me If I'm Wrong"

5.Kosakata baru yang unik. Sebagai contoh, kata "gabut" yang dapat digunakan untuk menggambarkan perasaan yang tidak jelas dan tidak tahu apa yang harus dilakukan; kata "lebay" yang dapat diartikan sebagai berlebihan; kata "songong" yang dapat diartikan sebagai sombong; kata "unyu" dapat diartikan sebagai imut atau menggemaskan; dan sebagainya.

Selanjutnya, Generasi Alpha, yang lahir pada saat tingkat kelahiran menurun di sebagian besar dunia, dan mengalami dampak pandemi COVID-19 saat masih anak-anak. Sementara minat terhadap televisi menurun, sebagian besar anggota Generasi Alpha tumbuh dengan menggunakan ponsel cerdas dan tablet sebagai bagian dari hiburan masa kecil mereka. Selain itu, kebanyakan perangkat tersebut digunakan oleh mereka sebagai pengalih perhatian atau alat bantu dalam pendidikan. Meskipun Generasi Alpha yang paling tua baru berusia 13 tahun, slang dan humor mereka ini cukup membingungkan orang. Sebagian besar bahasa asing digunakan di dalam bahasa Gen Alpha. Berikut ini adalah beberapa istilahnya:

1.Plesetan, seperti cap, yang berarti berbohong atau melebih-lebihkan, ohio, yang berarti hal yang aneh atau tidak biasa, dan mid, yang berarti sesuatu yang rata-rata atau biasa dalam kualitas atau kinerja.

2.Singkatan, seperti "big W" dan "big L", di mana "W" menunjukkan kemenangan dan "L" menunjukkan kekalahan, lalu "finna" singkatan dari "fixing to," digunakan untuk menunjukkan seseorang yang akan melakukan sesuatu atau berniat melakukannya dalam waktu dekat, dan "rizz" singkatan dari "charisma" yang menggambarkan daya tarik atau pesona seseorang.

3.Istilah tambahan seperti mewing (meletakkan lidah di langit-langit mulut untuk membuat garis rahang yang lebih tajam); skibidi (menggambarkan sesuatu yang buruk atau jahat); dan sigma (menunjukkan seseorang yang dominan atau populer).

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa gaul Gen Z dan Gen Alpha sangat mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia, terutama dalam hal bertutur kata. Bahasa yang digunakan oleh remaja ini berasal dari ide untuk mengubah kata baku Indonesia menjadi kata-kata yang cenderung tidak lazim dan tidak baku.

Dalam berbagai situasi dan konteks sosial dan budaya, remaja dapat menggunakan kedua bahasa dengan lancar. Remaja menjadi lebih kreatif karena penggunaan bahasa gaul. Terlepas dari apakah bahasa gaul ini mengganggu atau tidak, kita harus siap dengan setiap perubahan atau inovasi bahasa yang muncul. Selama digunakan dalam situasi yang tepat, media yang tepat, dan komunikan (pihak yang menerima atau memahami istilah tersebut, misalnya teman seangkatan) yang tepat juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun