Skandal memalukan telah terjadi di rumah besar penegak hukum, KPK. Dua orang mantan penyidik diduga merusak barang bukti sebuah kasus korupsi. Kuat dugaan tujuan mereka guna melindungi kelakuan kotor sang atasan di instansi asal. Sebuah penistaan hukum yang dipertontonkan di depan keseharian kita dengan arogansi luar biasa.
Para pelakunya kini masih berseliweran, sambil mencibir nurani publik yang terluka. Mungkin mereka merasa aman berlindung di balik kekuasaan, sementara hukum mulai kehilangan sensivitasnya. Mereka merasa aman, bahkan kuat, menyuruk di belakang kekuasaan yang cenderung bersekongkol.
Kasus ini baru terungkap setelah Indonesialeaks merilis hasil investigasi mereka. Produk jurnalistik itu memuat dugaan adanya perusakan barang bukti dalam kasus suap mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dari pengusaha Basuki Hariman, berupa buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR.
Berdasarkan pengakuan pengawas internal KPK, terduga pelakunya adalah dua orang penyidik KPK dari unsur kepolisian, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisarisaris Harun. Keduanya telah merobek 15 lembar halaman buku bank yang mencatat transaksi perusahaan milik Basuki Hariman yang berisi sejumlah pengeluaran uang ke pribadi dan lembaga untuk memuluskan impor daging sapi.
Mereka juga diduga mengubah berita acara pemeriksaan terhadap staf bagian keuangan CV Sumber Laut Perkasa, Kumala Dewi Sumartono. Dokumen pemeriksaan tersebut mengungkap keterangan Kumala tentang catatan pengeluaran uang Basuki yang ditengarai salah satunya buat para petinggi polisi, termasuk Kapolri Tito Karnavian.
Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki langsung maupun melalui orang lain. Tertulis di dokumen itu bahwa dalam buku bank merah nama Tito tercatat sebagai Kapolda/Tito atau Tito saja.
Setelah publik gempar dengan laporan tersebut, polisi buru-buru menyangkal. Mereka membantah hasil investigasi Indonesialeaks itu. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan menjelaskan buku merah itu hanya sebagai buku catatan perusahaan dan tidak termasuk sebagai jurnal pemeriksaan.
Namun, belakangan polisi rupanya melakukan penyidikan untuk menelusuri kasus tersebut dengan dugaan tindak pidana sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Bersamaan dengan dilakukannya penyidikan itu, Polda Metro Jaya lalu menyita sejumlah barang bukti dari KPK. Yakni buku bank berwarna merah yang bertuliskan Ir. Serang Noor, dengan nomor rekening 4281755174 BCA KCU Sunter Mall, satu bundle rekening koran PT. Cahaya Sakti Utama periode 4 November 2015 sampai 16 Januari 2017, dan satu buah buku berwarna hitam yang merupakan buku bank bertuliskan Kas Dollar PT Aman Abadi tahun 2010.
Ini yang membuat publik ketar-ketir. Apakah dengan diserahkannya barang bukti tersebut, artinya kasus dugaan aliran dana ke Tito segera ditutup? Apa mungkin penyidik Polda Metro Jaya bernyali menyidik atasan sendiri?
Di sinilah independensi polisi tengah diuji, integritas mereka dipertaruhkan. Polri mesti mengusut kasus ini, jangan ada tebang pilih, semua orang sama rata di hadapan hukum. Rakyat, pejabat, dan aparat, semuanya harus tunduk kepada hukum.