Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

Narasi Gestapu 1965

1 Februari 2016   12:50 Diperbarui: 1 Februari 2016   13:00 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sebagai seorang katolik, dan sama-sama melawan komunis, Wiratmo memang mempunyai hubungan bahwa besar kemungkinan bagian dari jaringan Pater Beek. Nama Pater tersebut beberapa kali saya dengar dari Wiratmo dalam hubungannya dengan kegiatan anti-komunis waktu itu” (hal. 51). 
Salim Said menjelaskan bahwa, di kemudian hari, Wiratmo menjelaskan bahwa Beek punya hubungat erat dengan CIA melalui Pater Laszlo Ladany, pendeta Jesuit asal Hongaria yang bermukim di Hongkong sebagai pengamat Tiongkok (China Watcher).

Pada waktu itu, meneropong perkembangan negeri Tirai Bambu menjadi kerja strategis CIA. Pater Ladany merupakan pendeta katolik yang fasih berbahasa Mandarin dan mengenal Tiongkok secara mendalam. Ia diusir dari Tiongkok ketika kelompok komunis berhasil mengusir rezim Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek pada 1949. 

Setelah PKI berhasil dilumpuhkan, Pater Beek melihat hari depan Indonesia berada di bawah kekuasaan dua kelompok hijau, yakni hijau Islam dan hijau Tentara. Beek dan jaringannya memilih memihak kepada tentara, dengan melakukan dukungan intensif melalui orang-orang Tionghoa katolik, di antaranya Liam Bian Kie (Jusuf Wanandi). Analisis Salim Said ini, didasarkan pada wawancara wartawan Agence France-Presse, Brian May, dalam bukunya “The Indonesian Tragedy” (1978). 

Salim Said mencatat bahwa pembantaian besar-besaran yang terjadi di Jawa Timur, tidak bisa dilepaskan dari memori peristiwa Madiun 1948. Pada waktu itu, ketika komunis berkuasa, golongan Islam dan Nasionalis dibantai secara keji di Madiun, yang kemudian terkenal dengan sebutan Madiun Affair. Peristiwa Gestapu terjadi dalam rentang 17 tahun setelah pembantaian Madiun, yang masih segar dalam ingatan warga di kawasan ini. 

“Sebagai reporter muda yang meliput operasi anti-Gestapu pada November 1965 di Jawa Tengah, saya banyak berjumpa mereka yang dulu mengalami peristiwa peristiwa Madiun. Masih dengan ingatan jernih, mereka berbicara mengenai kekejaman PKI pada waktu itu. Karena itulah, mereka sangat takut jika Gestapu/PKI menang. Latar belakang inilah, yang umumnya membuat sikap mereka jelas: dibunuh atau membunuh duluan”, tulis Salim Said.
Buku ini, menjelaskan pandangan-pandangan Salim Said yang menghadirkan suara alternatif dalam membaca peristiwa 1965. Dalam pandangan Said, peristiwa 1965 tidak dapat dianggap sebagai sebuah catatan sejarah yang terpenggal dari memori sebelumnya.

Gestapu harus dilihat sebagai rentetan sejarah panjang bangsa Indoensia, sejak peristiwa 1926, 1948 hingga 1965, bahkan kondisi politik pasca peristiwa ini. Salim Said memandang bahwa peristiwa 1965 merupakan rangkaian dari pelbagai aktor, kondisi hingga sengkarut kepentingan dari berbagai negara terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada sejarah 1965, politik dan pengetahuan negeri ini dipertaruhkan [Munawir Aziz]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun