Laporan Global Risks Report 2025 dari World Economic Forum menyoroti risiko global utama berdasarkan pandangan lebih dari 900 ahli dalam berbagai sektor. Laporan ini membagi risiko dalam tiga kerangka waktu: jangka pendek (2025), menengah (hingga 2027), dan panjang (hingga 2035).Â
Temuan utama yang diuraikan dalam Report ini adalah:
-
Penurunan Optimisme Global: Mayoritas responden memprediksi ketidakstabilan atau gejolak dalam 10 tahun ke depan, dengan fokus pada risiko lingkungan, geopolitik, dan teknologi.
Risiko Utama: Konflik bersenjata antar-negara, cuaca ekstrem, misinformasi, dan polarisasi sosial mendominasi risiko jangka pendek. Risiko teknologi seperti AI diproyeksikan meningkat dalam jangka panjang.
Ketegangan Geopolitik dan Geoekonomi: Konflik bersenjata seperti perang di Ukraina dan Timur Tengah menjadi perhatian besar. Ketegangan perdagangan global juga meningkat dengan risiko besar terhadap stabilitas ekonomi.
Risiko Lingkungan: Cuaca ekstrem, kerusakan ekosistem, dan polusi menjadi risiko paling signifikan, terutama dengan percepatan dampak perubahan iklim.
Fragmentasi Sosial: Ketimpangan ekonomi dan polarisasi sosial meningkatkan risiko ketidakstabilan domestik dan internasional.
Risiko Teknologi: Kecemasan tentang penggunaan AI dan teknologi frontier lainnya muncul, meski dampaknya belum dirasakan sepenuhnya.
Penurunan Multilateralisme: Fragmentasi global dan peningkatan unilateralisme menjadi hambatan besar dalam mitigasi risiko global.
Dalam konteks domestik tentunya  posisi Indonesia termasuk menghadapi risiko yang relevan jika dikaitkan dengan hasil survey tersebut.  Kewaspadaan Dini diperlukan sebagai wujud perhatian parapihak, yaitu serangkaian upaya/tindakan untuk menangkal segala potensi ancaman, tantangan, hambatan dangan gangguan (ATHG) dengan meningkatkan pendeteksian dan pencegahan dini.
Ancaman, Tantangan, Hambatan, dan Gangguan dalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Beberap poin yang terkait dengan hasil survei resiko global sebagai perhatian oleh kita diantaranya adalah:
Bencana Lingkungan; Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat Indonesia berada di jalur utama dampak cuaca ekstrem, seperti banjir dan kebakaran hutan. Polusi dan kelangkaan sumber daya alam juga menjadi ancaman besar.
Polarisasi Sosial; Tantangan ini bisa muncaul karena adanya ketimpangan ekonomi serta konflik sosial yang dapat memperburuk stabilitas politik dan sosial, terutama dalam menghadapi perubahan demografi.
Kerentanan Geoekonomi; Ketergantungan pada ekspor sumber daya alam membuat Indonesia rentan terhadap ketegangan perdagangan global dan konsentrasi sumber daya strategis. Swasembada pangan, energi, air akan menjadi kunci ke depan.
Risiko Teknologi; Dengan adopsi teknologi yang pesat, risiko misinformasi dan penyalahgunaan teknologi AI juga menjadi perhatian. Perlu penyaadartahuan setiap elemen masyarakat agar misinformasi yang dapat memecah persatuan bangsa dapat dicegah atau dihindari.
Secara umum laporan WEF 2025 menekankan perlunya kerja sama multilateral yang lebih kuat, peningkatan kapasitas domestik untuk mitigasi bencana, dan pemanfaatan teknologi yang bertanggung jawab untuk memperkuat daya tahan global dan nasional.
Dalam konteks kehutanan, laporan Global Risks Report 2025 menyoroti beberapa aspek yang terkait dengan risiko lingkungan dan keanekaragaman hayati.Â
Poin-poin utama terkait isu kehutanan diantaranya adalah terkait hilangnya Keanekaragaman Hayati dan Keruntuhan Ekosistem. Kehancuran ekosistem akibat deforestasi dan konversi lahan dianggap sebagai salah satu risiko lingkungan yang signifikan. Dampak ini mencakup kerugian pada keanekaragaman hayati dan degradasi fungsi ekosistem, baik di daratan maupun lautan.
Selain itu adalah Risiko Terhadap Pangan dan Air: Deforestasi dapat mengganggu siklus air, yang pada gilirannya memengaruhi ketersediaan air untuk irigasi dan pasokan air minum, serta meningkatkan risiko kelangkaan sumber daya alam.
Pada perspektif Regional yaitu Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, disebut sebagai wilayah yang menghadapi risiko besar terkait kehilangan keanekaragaman hayati dan keruntuhan ekosistem. Hal ini relevan mengingat posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia.
Laporan WEF 2025 Â menyoroti perlunya tindakan segera dalam mitigasi risiko lingkungan melalui pendekatan kolaboratif, termasuk kebijakan perlindungan hutan yang lebih ketat dan investasi dalam solusi berbasis alam. Indonesia, dengan luas wilayah hutan tropisnya, memiliki peran penting dalam upaya global untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan melestarikan keanekaragaman hayati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI