Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Analisis

POV: Spirit Ekonomi Pancasila dalam Konteks Perdagangan Global Kelapa Sawit

3 Januari 2025   23:24 Diperbarui: 3 Januari 2025   23:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
POV: Hutan Cadangan Air (dokpri)

Salah seorang guru saya dulu pernah berkata, "jangan melihat ilmu kehutanan sebagai ilmu yang tersendiri, melainkan juga coba lengkapi dengan ilmu-ilmu lainnya untuk memperkaya "point of view" kita.

Ucapan guru saya dulu seakan relevan dengan kondisi beberapa hari ini, dimana ramai di jagat maya mempertentangkan antara hutan dan sawit dengan berbagai "point of view" atau biasa disingkat POV.

Secara positif, saya rasa kita juga perlu menangkap spirit ekonomi Pancasila dalam konteks perdagangan global sebagai POV perkembangan sawit di Indonesia.

Pertama, Indonesia adalah produsen utama kelapa sawit dunia, dan sebagian besar produksinya diekspor ke negara-negara maju seperti Uni Eropa. Kedua, ketergantungan ini menciptakan situasi di mana Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi permintaan global, harga internasional, dan kebijakan negara pengimpor.

Contohnya yaitu kampanye anti-sawit di Uni Eropa yang menghambat ekspor produk sawit dengan alasan lingkungan dan juga penentuan harga internasional yang lebih dikendalikan oleh konsumen global ketimbang produsen.

Potret global perdagangan sawit ini seolah menggambarkan kerangka hubungan asimetris antara negara-negara produsen kelapa sawit, seperti Indonesia dengan negara-negara maju, yang menjadi konsumen atau pengendali pasar global.

Negara-negara maju sering memberlakukan kebijakan proteksi terhadap impor sawit dengan alasan keberlanjutan lingkungan, seperti kebijakan Renewable Energy Directive (RED II) Uni Eropa yang membatasi penggunaan minyak sawit untuk biodiesel.

Bisa dibilang bahwa kebijakan Uni Eropa ini salah satu bentuk ancaman neokolonialisme ekonomi yang dapat menimbulkan ketergantungan Indonesia pada pasar yang sudah ada, tanpa memberikan alternatif yang adil.

Oleh karena itu, dalam perspektif nilai persatuan pada ekonomi Pancasila, kita perlu memperkuat posisi tawar Indonesia untuk melawan kebijakan diskriminatif terhadap kelapa sawit di pasar internasional, seperti larangan impor terkait isu deforestasi.

Mengapa ? Karena faktanya kita telah berhasil menurunkan laju deforestasi dalam satu dekade terakhir ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun