Pengembangan produk gastronomi hutan dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat adat serta komunitas lokal. Â Dengan pendekatan yang berkelanjutan, pemanfaatan gastronomi hutan dapat mendorong pelestarian ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
Faktanya belum banyak masyarakat yang memahami potensi gastronomi hutan sebagai sumber pangan yang bernilai. Produk-produk gastronomi hutan sering kali sulit dijual di pasar yang lebih luas karena kendala logistik dan promosi.
Pengelolaan sumber daya hutan sering kali terhambat oleh kebijakan yang belum mendukung pemanfaatan pangan hutan secara optimal.
Kedepan sepertinya pemerintah perlu memperkenalkan gastronomi hutan sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia melalui festival, media, dan ekspor. Hal ini tentunya juga merupakan penghormatan terhadap kearifan lokal.
Gastronomi hutan Indonesia memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional melalui diversifikasi pangan, konservasi lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Dengan mengatasi tantangan yang ada dan menerapkan strategi yang tepat, gastronomi hutan dapat menjadi solusi inovatif untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan di masa depan.
Gastronomi hutan, sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, berkontribusi signifikan terhadap berbagai target dan indikator dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pendekatan ini memadukan keberlanjutan lingkungan, peningkatan kesejahteraan sosial, dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menjadi strategi penting dalam mencapai agenda global SDGs.
Relevansi Gastronomi Hutan dengan SDGs  utamanya terlihat pada SDGs 2 Mengakhiri Kelaparan (Zero Hunger) dengan target Meningkatkan ketahanan pangan dan nutrisi. Indokator yang disasar yaitu proporsi populasi yang mengalami kerawanan pangan.
Gastronomi hutan menyediakan sumber pangan alternatif yang kaya nutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, protein dari hewan liar, dan tanaman obat. Diversifikasi pangan ini membantu mengurangi ketergantungan pada sumber pangan utama seperti beras, yang rentan terhadap perubahan iklim.
Gastronomi Hutan juga memiliki relevansi dengan SDGs 3, Kesehatan dan Kesejahteraan yaitu pada target mengurangi penyakit akibat kekurangan nutrisi. Indikator yang disasar ialah Prevalensi stunting pada anak. Bahan pangan dari hutan kaya akan mikronutrien, vitamin, dan mineral yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan. Misalnya, daun kelor dan pakis mengandung zat besi dan kalsium yang mendukung kesehatan ibu dan anak.
Pada pilar ekonomi gastronomi hutan selaras dengan SDGs 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, yaitu mendukung target untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan indikator tingkat partisipasi kerja di sektor informal.
Gastronomi hutan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, termasuk petani hutan, pengolah pangan, dan pelaku usaha kuliner. Produk gastronomi hutan juga memiliki potensi ekspor, yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat adat dan lokal.
Pada pilar lingkungan, gastronomi hutan selaras dengan SDGs 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Target yang didukung yaitu mencapai pengelolaan berkelanjutan sumber daya alam dengan indikator efisiensi penggunaan sumber daya alam.
Pengelolaan gastronomi hutan yang berbasis keberlanjutan mendorong pemanfaatan bahan pangan tanpa merusak ekosistem. Ini mencakup praktik pertanian agroforestri dan pengelolaan hutan berbasis komunitas atau Perhutanan Sosial.
Selain itu gastronomi hutan juga sejalan dengan SDGs 13: Penanganan Perubahan Iklim. Adapun target yang disasar ialah memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim dengan pemenuhan indikator yaitu strategi nasional untuk adaptasi perubahan iklim. Pemanfaatan sumber daya hutan sebagai pangan alternatif mengurangi tekanan pada sistem pertanian monokultur yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Praktik gastronomi hutan juga mendukung konservasi karbon melalui pelestarian hutan.