Sektor kehutanan memiliki potensi besar dalam mewujudkan target  pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% pada 2029. Hal ini utamanya dapat dicapai melalui optimalisasi sumber daya hutan yang berkelanjutan, hilirisasi industri, serta diversifikasi produk dan jasa.
Pada 2023, sektor kehutanan menyumbang sekitar 0,6--0,8% dari PDB. Dengan pengelolaan yang lebih baik, kontribusi ini dapat ditingkatkan hingga 2% pada 2029 melalui hilirisasi, diversifikasi produk dan optimalisasi rantai pasok.
Sebagai sub sektor basis pada beberapa daerah di Indonesia, sektor kehutanan dapat menciptakan lapangan kerja tambahan di bidang agroforestri, industri pengolahan kayu, ekowisata, dan jasa lingkungan, yang berpotensi menyerap tenaga kerja dan menurunkan tingkat pengangguran.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% maka diperlukan pengelolaan sektor kehutanan yang berbasis pada keberlanjutan dan inovasi. Peningkatan nilai tambah dan perbaikan tata kelola merupakan kunci untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi dari sektor kehutanan.
Strategi peningkatan nilai tambah ini dapat dicapai melalui berbagai kegiatan ekonomi dalam memproduksi barang jadi dari kayu (furniture, produk panel kayu) dan hasil hutan non-kayu seperti madu, resin, minyak atsiri, dll. Selain itu, melalui diversifikasi ekonomi dalam memanfaatkan jasa ekosistem, seperti karbon kredit, pembayaran jasa lingkungan, dan ekowisata.
Dengan pengelolaan yang tepat, sektor kehutanan dapat menyumbang hingga 1,5--2% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dampak positif yang dipastikan timbul dari pertumbuhan ini adalah peningkatan ekspor produk kehutanan sebesar 5--8% per tahun; penyerapan tenaga kerja hingga 2 juta orang dalam sub-sektor kehutanan; serta peningkatan pendapatan negara melalui pajak dan PNBP retribusi hasil hutan (PSDH dll).
Salah satu potensi yang bisa menjadi andalan ke depan adalah Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). Produk HHNK yang cukup menjanjikan diantaranya madu, rotan, damar, gaharu, dan minyak atsiri serta aren untuk bioethanol, yang selalu memiliki tren permintaan yang tinggi, baik di pasar domestik maupun internasional.
Produk-produk HHNK asal Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas, terutama untuk ekspor ke negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur.
Oleh karena itu potensi HHNK sebagai sub-sektor kehutanan harus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui strategi hilirisasi, penguatan rantai pasok, dan sertifikasi.
Sebagai contoh adalah Rotan dari Indonesia yang menyumbang lebih dari 80% pasokan rotan dunia, namun mayoritas masih berupa bahan mentah. Selain itu juga ada minyak atsiri sebagai bahan baku utama parfum dan kosmetik, dengan permintaan yang terus meningkat.
Hilirisasi HHNK akan memberikan peningkatan kontribusi sub-sektor HHNK terhadap PDB hingga Rp 30 triliun pada 2029.
Hal ini dapat dicapai melalui strategi transformasi Produk Mentah ke Produk Jadi maupun melalui diversifikasi produk, yaitu dengan mengembangkan produk turunan dari berbagai HHNK unggulan seperti damar dan gaharu menjadi  produk jadi seperti dupa, kosmetik, atau obat tradisional.
Strategi selanjutnya yang perlu dilakukan ialah dengan penguatan rantai pasok. Akses petani dan pengrajin HHNK ke pasar global perlu ditingkatkan melalui kemitraan dengan eksportir maupun sertifikasi organik dan bahan baku.
Penguatan Sertifikasi dan Standar akan meningkatkan daya saing produk HHNK dengan sertifikasi organik, fair trade, dan ecolabel yang diminati pasar internasional. Hal ini penting untuk membangun citra produk HHNK Indonesia sebagai produk ramah lingkungan dan berkualitas tinggi.
Selain itu juga diperlukan pengintegrasian teknologi untuk meningkatkan efisiensi dalam pengumpulan dan pengolahan produk HHNK.
Berbagai penelitian tentang potensi HHNK di berbagai daerah telah banyak dilakukan namun demikian potensi ini masih bersifat lokal dan kadang luput dari valuasi sektor kehutanan. Oleh karena itu tata kelola usaha berbasis HHNK perlu ditingkatkan agar penghitungan ekonomi dari HHNK dapat mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Hal ini tentunya juga akan meningkatkan pendapatan negara melalui tertib administrasi HHNK.
Ke depan pemerintah perlu lebih meningkatkan pelibatan masyarakat adat dan lokal dalam skema perhutanan sosial untuk mengelola HHNK secara berkelanjutan. Hal ini dapat didorong dengan memberikan investasi berupa pelatihan dan pendanaan serta alat ekonomi produktif untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk HHNK.
Upaya optimalisasi HHNK sekaligus dapat memperkuat ekonomi masyarakat dengan mendorong pemberdayaan masyarakat lokal melalui perhutanan sosial dan Multi Usaha Kehutanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H