Masih ada rasa kecewa jika mengulas hasil pertandingan antara Bahrain dan Timnas Indonesia tadi malam. Jadinya saya akan mengulas sepak bola dari sisi perubahan iklim saja. Paper pertama yang menarik bagi saya adalah berjudul "Football and climate change: what do we know, and what is needed for an evidence-informed response?" oleh Leslie Mabon yang dipublish di jurnal Climate Policy Volume 23, 2023 - Issue 3.
Sedikit saja merangkum menjadi bahasa yang agak sederhana, ternyata perkembangan industry Sepak Bola dan perubahan Iklim memiliki hubungan yang bisa dikatakan saling pengaruh mempengaruhi. Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer di dunia, dengan jutaan penggemar, pemain, dan klub yang tersebar di berbagai negara.
Di Indonesia saja total jumlah club sepak bola bisa ratusan mulai dari club di liga 1, liga 2, liga 3 dan juga club yang tersebar di Tingkat kabupaten/kota. Namun, di tengah popularitasnya, sepak bola tidak terlepas dari isu lingkungan yang semakin mendesak, terutama terkait dengan perubahan iklim.
Beberapa poin yang menarik terkait sepakbola dan perubahan iklim yang menarik diantaranya bahwa klub dan pemain dapat menjadi contoh dalam tindakan positif terhadap iklim, dan mendorong tindakan yang lebih luas melalui basis penggemar.
Sepakbola adalah forum untuk menggerakkan aksi sosial dalam mendukung kebijakan iklim. Akan tetapi, sepak bola juga berkontribusi terhadap, dan terdampak oleh, perubahan iklim, dan karenanya memerlukan dukungan kebijakan dalam menghadapi perubahan iklim.
Mengurangi emisi transportasi, terutama penerbangan, merupakan persyaratan kebijakan iklim utama untuk sepak bola. Kebijakan kelembagaan, dengan dukungan pemerintah, dapat memungkinkan penjadwalan dan penggunaan transportasi darat yang lebih efisien;
Kebijakan kelembagaan dan kebijakan kesehatan publik harus mengembangkan standar dan pedoman untuk sepak bola di bawah suhu panas ekstrem. Sepak bola juga harus diintegrasikan dalam kebijakan adaptasi iklim lokal, regional, dan nasional untuk memastikan ketahanan iklim;
Kebijakan kelembagaan untuk klub, turnamen, dan asosiasi harus mengatur pendanaan bahan bakar fosil. Sepak bola juga menawarkan jalan untuk memahami hubungan antara identitas lokal dan industri yang intensif karbon, dan dengan demikian mengidentifikasi faktor sosial budaya untuk kebijakan transisi regional yang adil.
Pertandingan sepak bola skala besar, terutama di liga-liga utama seperti Liga Inggris, La Liga, dan Liga Champions, membutuhkan infrastruktur yang besar dan sumber daya yang signifikan. Stadion modern dengan kapasitas puluhan ribu penonton memerlukan listrik, air, dan energi untuk operasionalnya. Selain itu, perjalanan penonton, pemain, dan staf klub dari berbagai tempat, seringkali melibatkan penggunaan moda transportasi seperti pesawat, bus, dan mobil yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.
Sebagai contoh, Premier League, salah satu liga sepak bola terbesar di dunia, diperkirakan menghasilkan sekitar 10.000 ton CO2 setiap musim, yang sebagian besar berasal dari perjalanan tim dan penggemar. Di sisi lain, turnamen internasional seperti Piala Dunia FIFA atau UEFA EURO yang melibatkan banyak negara berkontribusi lebih besar lagi terhadap emisi karbon, terutama karena perjalanan jarak jauh para penggemar.
Perubahan iklim memiliki dampak yang signifikan terhadap sepak bola, terutama pada infrastruktur dan kondisi pertandingan. Peningkatan suhu global, banjir yang lebih sering, dan cuaca ekstrem dapat merusak lapangan sepak bola, baik yang alami maupun sintetis, sehingga menyulitkan penyelenggaraan pertandingan. Misalnya, stadion di daerah pesisir atau yang berada di dataran rendah terancam tenggelam akibat naiknya permukaan laut.
Selain itu, suhu yang semakin panas memaksa para pemain berkompetisi di bawah kondisi yang lebih berat, yang dapat meningkatkan risiko dehidrasi, kelelahan, dan cedera. Organisasi sepak bola seperti FIFA dan UEFA mulai mempertimbangkan dampak perubahan iklim ini dengan mengatur waktu pertandingan atau memberikan jeda minum lebih sering pada pertandingan yang digelar di cuaca panas.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan isu perubahan iklim, beberapa klub sepak bola dan badan sepak bola dunia mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi jejak karbon mereka. Salah satu contoh klub yang berkomitmen terhadap keberlanjutan adalah Forest Green Rovers, klub yang diakui oleh FIFA sebagai klub sepak bola paling ramah lingkungan di dunia. Klub ini menggunakan energi terbarukan untuk operasional stadion, menyediakan makanan vegetarian, dan mengelola limbah secara berkelanjutan.
Di tingkat global, FIFA juga telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi dampak lingkungan Piala Dunia dengan mengadopsi praktik-praktik ramah lingkungan seperti stadion yang hemat energi, daur ulang limbah, serta penanaman pohon untuk menyerap emisi karbon yang dihasilkan.
Sepak bola dan perubahan iklim memiliki hubungan yang erat, di mana sepak bola berkontribusi pada perubahan iklim melalui konsumsi energi dan emisi karbon, namun juga terdampak oleh fenomena iklim ekstrem. Meski beberapa klub dan organisasi sepak bola sudah mulai mengadopsi langkah-langkah hijau, tantangan besar tetap ada dalam mengurangi dampak lingkungan olahraga ini secara signifikan. Kerjasama global diperlukan untuk memastikan bahwa sepak bola, sebagai olahraga yang dicintai miliaran orang di seluruh dunia, dapat beradaptasi dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian bumi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H