Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Investasi Ekonomi Sirkular: Wujud Muatualisme Tata Kelola Sampah (Pembelajaran dari PLTSa Putri Cempo, Solo)

29 Mei 2024   10:26 Diperbarui: 31 Mei 2024   09:23 2139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PLTSa Surakarta (Sumber: SCMPP)

PLTSa Surakarta (Sumber: SCMPP)
PLTSa Surakarta (Sumber: SCMPP)

Pembangunan PLTSa Solo merupakan inisitif Pemerintah untuk mengatasi masalah sampah. Melalui proses lelang terbuka, pada tanggal 6 Desember 2016 Pemerintah Kota Surakarta menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan PT. Solo Citra Metro Plasma Power untuk membangun infrastruktur Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) berkapasitas bersih 5 MW dengan menggunakan teknologi Gasifikasi yang ramah lingkungan.[1]

Pandemi Covid-19 yang melanda tanah air sempat membuat proses pembangunan PLTSa terhenti. Namun demikian komitmen para pihak tetap berlanjut hingga PLTSa mampu melakukan ujicoba operasional unit pertama pada awal tahun 2022 dan terus berproses secara bertahap menghasilkan listrik dan tetap beroperasi hingga saat ini dan  telah dinyatakan Commercial Operation Date (COD) oleh PLN.

Pembelajaran yang bisa dipetik dari PLTSa Solo adalah adanya Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Pengelolaan Sampah Kota Surakarta Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan dengan Konsep Zero Waste yang Menghasilkan Energi Listrik. Dari 17 hektar luas lahan TPA Putri Cempo yang dimiliki oleh Pemkot, telah dialokasi seluas 8 hektare sebagai lokasi kerja sama PLTSa.

Salah satu bentuk investasi ekonomi sirkular yang memberikan rantai dampak positif bagi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan ialah pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy) melalui Pembangkit Listirk Tenaga Sampah (PLTSa). Dalam perspektif ekonomi sirkular, teknologi waste to energy dapat menjadi cara yang efektif untuk menghasilkan energi dari sisa limbah (sampah) dan mengurangi material yang menumpuk menjadi timbunan sampah di TPA.

Selain menyediakan lahan, Pemerintah Kota Solo juga tidak mengeluarkan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS) / Tipping Fee kepada PT SCMPP sebagai pengelola PLTSa. Simbiosis mutualisme antara Pemerintah dan Badan Usaha terbentuk karena keinginan bersama untuk menyelesaikan permasalahan timbunan sampah di Kota Solo.

Pemkot Surakarta berkomitmen untuk menyediakan 545 ton sampah / hari (250 ton sampah baru dan 295 ton sampah lama) untuk diolah menjadi listrik. Tantangan ke depan ialah, pasokan sampah justru perlu ditingkatkan agar kapasitas PLTSa terpenuhi. Oleh karena itu kerja sama dengan Pemerintah Daerah lain diperlukan untuk meningkatkan pasokan bahan baku sampah untuk sumber energi.

Inovasi yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo ialah secara bertahap hingga saat ini sudah tidak ada lagi Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Satuan tugas khusus telah dibentuk agar jemput bola mengumpulkan sampah dari sumbernya langsung untuk diangkut ke TPA. Kebijakan dan Strategi Kota Surakarta dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis telah ditetapkan melalui Peraturan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2019.

Dari sisi bisnis, investasi yang diberikan oleh PT. SCMPP yaitu penerapan dan pengelolaan teknologi Pengolahan sampah dengan teknologi Gasifikasi. PT SCMPP bertugas untuk mendesain, membangun, membiayai dan mengoperasionalkan Infrastruktur Pengelolaan sampah Berbasis Tekhnologi Ramah Lingkungan dengan Konsep Zero Waste yang menghasilkan Energi Listrik di TPA Putri Cempo. Perjanjian Jual Beli Listrik ditandatangani oleh PT PLN & PT SCMPP.

Sebelum beroperasi, PT. SCMPP wajib mengurus perizinan yang diperlukan sebagai kewajiban laik operasi. PLTSa Surakarta melakukan pengolahan sampah menjadi energi listrik menggunakan beberapa metode dan teknologi. Pengolahan sampah menjadi briket biochar berkalori tinggi 4.500-5.000 kCal/kg diolah menggunakan metode wet pyrolysis. Pengolahan sampah menjadi briket biochar berkalori rendah 2.750-3.500 kCal/kg diolah menggunakan metode bio drying. Pengolahan sampah menjadi briket biochar berkalori rendah 2.500-3.200 kCal/kg diolah menggunakan metode rotary dryer. Kemudian, RDF/briket yang dihasilkan diproses melalui gasifikasi kemudian diproses melalui gas conditioning, dan electricity generation yang menjadikan PLTSa Surakarta menjadi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan karena tidak ada asap, tidak ada flying ash, tidak menghasilkan polutan berbahaya, tidak ada limbah cair, tidak menggunakan bahan kimia, tidak menggunakan banyak sumber daya alam, dan bottom ash dan slag yang dihasilkan dapat diproses lebih lanjut menjadi paving blok dan disinfektan.

PLTSa Solo, dengan kapasitas mengolah sampah mentah mencapai 545 ton per hari (250 ton sampah baru dan 295 ton sampah lama), tidak hanya menyelesaikan masalah sampah di Solo tetapi juga memberikan solusi bagi tantangan serupa di daerah lain di Indonesia. Dengan menghasilkan energi listrik sekitar 8 megawatt (5 MW untuk distribusi dan 3 MW untuk Operasional PLTSa), PLTSa Solo memberikan kontribusi positif terhadap keberlanjutan lingkungan dan kemandirian energi kota Surakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun