Sempat oleh warga kampung dulu saya dianggap gila. Ngapain lah rawa-rawa dan pantai berlumpur yang tidak terurus mau saya tanam. Tapi sekarang semua sadar. Lokasi mangrove dan hutan cemara yang kami tanam di pantai telah menjadi tujuan wisata. Ekonomi Nagari ini pun ikut terdorong.
Begitulah pengakuan Haritman, ketua kelompok masyarakat dari Nagari Amping Parak (baca: Ampiang Parak), Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Istilah Nagari adalah merujuk pada wilayah Desa untuk di Provinsi Sumatera Barat. Kunjungan saya ke Nagari Amping Parak adalah untuk melihat persiapan penanaman Mangrove yang akan dilakukan oleh masyarakat bersama Badan Restorasi Gambut dan mangrove (BRGM).
Sempat saya terpesona oleh kemolekan mangrove dan hutan cemara yang ada di sepanjang pesisir pantai di Nagari ini.
Struktur yang berbeda dengan di banyak buku referensi tentang mangrove saya jumpai di sini. Di mana sebagian jenis mangrove seperti Rhizopora sp tumbuh di substrat lumpur yang berada di belakang tegakan cemara pantai.
Tahun 2014, Haritman bersama warga lainnya membentuk Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) Amping Parak, sebuah kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yang bergerak di bidang konservasi.
Semula kelompok ini didirikan atas inisiatif masyarakat yang peduli keberlanjutan dan kelestarian ekosistem pesisir dan penyu. Habitat penyu untuk bertelur memang sering ditemukan di kawasan Pesisir Selatan, termasuk di Pantai Amping Parak Kecamatan Sutera.
Sesaat saya ingat akan masa di tahun 95-an ketika saya masih SD dan tinggal di Kota Padang, Sumatera Barat. Waktu itu kerap saya jumpai pedagang yang mejual telur penyu di pinggir pantai Padang.
Bentuknya kenyal-kenyal seperti tidak padat membuat saya sama sekali tidak berminat mengkonsumsinya. Apalagi jika membayangkan penyu adalah binatang yang lucu.
Baru tahun 2021 saya tahu bahwa sebagian telur-telur itu dibawa dari Kabupaten Pesisir Selatan yang saya kunjungi saat ini.
Cerita dimulai saat Haritman dan kelompoknya melihat pantai tempat mereka berinteraksi setiap harinya mulai tergerus abrasi laut dan terlihat tandus karena kosongnya tanaman di pinggir pantai.
Setelah membentuk kelompok mereka membuat proposal untuk pendampingan kepada seluruh Dinas terkait seperti Kelautan Perikanan, Lingkungan Hidup, Kehutanan dan bahkan intansi BUMN dan sawasta lainnya. Berbagai bantuan dan pendampingan pun diterima oleh masyarakat.
Berawal dari menanam pohon cemara laut, ketapang dan jenis mangrove, kawasan Amping Parak akhirnya menjelma menjadi kawasan konservasi pesisir yang hijau dan lestari, dipenuhi cemara laut, mangrove, dan semakin banyak penyu mendarat untuk bertelur. Biota laut, seperti ikan-ikan, kepiting, udang, sampai penyu datang.
"Kadang dijumpai Penyu menepi di pantai dan bertelur. Jika ingin melihat atraksi ini cobalah berkunjung saat bulan Juni-September," cerita Haridman.
Ancaman bagi telur Penyu yang ditanam di pantai oleh induknya adalah dari manusia dan atau predator lainnya. Dijumpai tiga jenis penyu yang sering bertelur di Pantai Amping Parak, yakni, penyu sisik (Eretmochelys imbricata), lekang (Lepidochelys olivacea), dan hijau (Chelonia mydas).
"Jenis penyu Lekang adalah yang sering dijumpai di Pantai ini," tutur Haritman pada saya.
Kegiatan penanaman mangrove masih terus dilakukan karena masyarakat percaya bahwa mangrove merupakan aksi dari mitigasi bencana seperti ancaman tsunami.
Setelah kejadian Bencana Tsunami di NAD dan Kepualau Nias pada tahun 2004 yang silam, hingga saat ini bagian barat pesisir pulau Sumatera tentu masih dibayang-bayangi akan adanya potensi bencana alam tersebut.
Hutan Mangrove yang ada di Nagari Amping Parak adalah potret pengembangan ekowisata berbasis pengurangan risiko bencana.
Sejak upaya rehabilitasi pesisir di Amping Parak berhasil, mulai banyak kepedulian dari para pihak akan lokasi ini.
Beberapa peraturan Nagari dan Kebijakan Daerah turut mengawal yaitu berupa Peraturan Kepala Nagari maupun Rencana Induk Pengelolaan Wisata Daerah. Pun beberapa Badan Usaha baik milik Pemerintah maupun Swasta mulai memberikan perhatian baik pada aspek sosial, ekonomi mapun lingkungan.
Jika Anda berkunjung ke Nagari Amping Parak anda tidak perlu khawatir karena fasilitas disini cukup lengkap. Seperti parkir yang luas, tempat sampah, Warung-warung dan tentunya tegakan cemara pantai yang menyejukkan hati.
Melewati hutan mangrove buatan dan ikut menanam jenis mangrove di sini adalah pengalaman mewah yang akan sulit Anda jumpai sehari-hari.
Sayang, tidak ada fasilitas penginapan di lokasi karena hotel terdekat berjarak sekitar 1 jam lebih yaitu di kota kecamatan Painan. Jika mau camping tentu tidak kalah serunya di ekowisata mangrove ini.
Untuk mencapai lokasi ini perlu perjalanan sekitar 2 s.d 3 jam dari Kota Padang. Melewati rute Teluk Bayur hingga lokasi kita akan disuguhkan oleh pemandangan laut, gunung, sungai, persawahan dan bahkan air terjun.
Selanjutnya dari Painan masih terus ke arah selatan dengan jalanan aspal dan berliku. Jika ingin rehat anda bisa mengunjungi Pantai Carocok di Painan.
Pemandangan pasir putih pulau-pulau kecil serta Masjid terapung di pinggir pantai menjadi menu lengkap di sini. Tidak ada salahnya Anda menaiki sampan mesin untuk mengitari pulau-pulau kecil atau menuju pasir putih untuk berenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H