Dalam buku catatan petualangan berjudul "The Malay Archipelago" yang terbit tahun 1869, pada Bab 18 tentang "Sejarah Alam Celebes", sang penulis Alfred Russel Wallace menggambarkan sedikit tentang Anoa, "Anoa depressicornis, atau Sapi-utan, atau sapi liar dari Melayu, adalah hewan yang telah menimbulkan banyak kontroversi, apakah hewan itu harus digolongkan sebagai sapi, kerbau, atau kijang. Hewan ini lebih kecil daripada ternak liar lainnya, dan dalam banyak hal tampaknya mendekati antelop seperti sapi dari afrika. Tanduk sapi ini sangat halus dan tajam ketika masih muda, tetapi menjadi lebih tebal dan bergerigi di bagian bawahnya ketika umurnya semakin tua."
Namun saat ini, satu setengah abad sejak petualangan Alfred Russel Wallace, populasi satwa endemik pulau Sulawesi ini diperkirakan hanya tersisa kurang dari 5000 ekor, (IUCN 2007). Bahkan sejak tahun 1986,
anoa dataran rendah (
Bubalus depressicornis) dananoa dataran tinggi
Bubalus quarlesi termasuk ke dalam status"
endangered" atau Terancam Punah. CITES juga memasukkan kedua satwa langka ini dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diperjualbelikan. Selanjutnya pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa yang dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
"Perburuan dagingnya untuk dikonsumsi, menyebabkan penurunan satwa ini di alam. Untuk mendukung upaya konservasi eksitu Anoa sebagai satwa identitas Sulawesi, Balitbang LHK
Manado telah membangun
Anoa Breeding Centre (ABC) Manado. Upaya ini tentunya dapat terlaksana berkat kolaborasi dari berbagai pihak, khususnya BKSDA Sulawesi Utara, Pemerintah Daerah dan Pihak Swasta seperti PT. Cargill melalui CSR" tutur Dodi Garnadi yang juga menjabat sebagai Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado.
ABC Manado diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada bulan Februari 2015. Terdapat kandang-kandang dengan berbagai ukuran dan tumbuhan pakannya. Semula terdapat 7 ekor Anoa yang terdiri dari 2 ekor anoa jantan dan 5 ekor betina. Rambo, Ana Rita, Manis dan Denok adalah nama-nama Anoa yang sempat saya catat langsung saat melihat mereka di kandangnya.
Di belakang rumah
kayu woloan yang ada di area Balai Litbang LHK, kandang-kandang Anoa berjejer rapi. Benar saja, tinggi Anoa tidak lebih tinggi dari paha orang dewasa. Wajahnya sapi namun tanduknya lancip kecil dan kehitaman.
Anoa di ABC Manado adalah salah satu bentuk kesadaran masyarakat untuk menyelamatkan anoa dari ambang kepunahan, yaitu dengan menyerahkan Anoa-anoa yang dimiliki kepada BKSDA Sulawesi Utara yang kemudian dipelihara di BPK Manado.
Pada bulan Februari lalu, seekor bayi Anoa telah dilahirkan oleh Denok. Selanjutnya Denok dan bayinya dipisahkan ke kandang yang lebih luas, masih dalam areal Litbang Manado. Ada cerita haru saat proses kelahirannya, karena kondisi bayi Denok dalam keadaan sungsang ketika akan dilahirkan. Upaya tanggap dari tim kerja di
ABCÂ Manado, yang terdiri dari dokter hewan,
keeper dan peneliti, akhirnya menyelamatkan mereka.
Adalah Drh. Adven Simamora, seorang dokter hewan dan Diah Irawati Dwi Arini, peneliti Anoa yang setiap hari berinteraksi dengan Anoa di ABC Manado. Dua wanita ini paham betul dengan polah dan tingkah laku Anoa. Kepada saya mereka menerangkan bahwa Anoa memiliki sifat agresif, soliter dan monogami. Secara biologis, masa reproduksi Anoa dapat kawin dan memiliki anak pada umur dua hingga tiga tahun, sementara periode kehamilan cukup lama, berkisar 9 hingga 10 bulan dan hanya melahirkan satu ekor anak tiap fase kehamilannya.
"Hanya mau dengan satu pasangan, sehingga lambat berkembang di alam. Pengamatan terhadap siklus estrus atau birahi Anoa di
ABCÂ Manado dilakukan untuk menunjang proses reproduksi. Tujuannya adalah penambahan jumlah individu melalui perkawinan secara alami."
Selain faktor fase perkawinan dan ancaman perburuan, kerusakan hutan sebagai habitat Anoa di alam juga ditengarai sebagai penyebab semakin sulitnya Satwa ini dijumpai. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang bermukim di sekitar habitat Anoa mutlak diperlukan. Tidak sebatas memperkenalkan Anoa sebagai satwa yang dilindungi, tetapi juga menginformasikan bahwa rusaknya habitat merupakan awal hilangnya satwa identitas Sulawesi ini.
Jika Anda ingin belajar tentang Anoa, maka datanglah ke Balai Litbang LHK di Manado ini, tepatnya di Jalan Raya Adipura Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget Kota Manado. Selain
Anoa Breeding Centre, juga terdapat arboretum dengan berbagai koleksi pohon dan pusat pembibitan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Permasalahan klasik dalam upaya konservasi eksitu Anoa di ABC adalah keterbatasan anggaran, karena tidak dipungkiri bahwa untuk penyediaan fasilitas kesehatan satwa, SDM, pakan dan penunjang lainnya memerlukan nilai yang tidak sedikit. Oleh karena itu pihak Balai Litbang LHK Manado sangat menyambut baik terhadap upaya kemitraan dan kerja sama dari pihak manapun.
Ingat Manado, ingat Minahasa, ingat Bunaken, ingat rumah kayu Woloan dan ingat Anoa.
Cerita dan Foto: Khulfi M. Khalwani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya