Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengintip Hutan di Singapura

12 Januari 2017   18:08 Diperbarui: 12 Januari 2017   18:59 5464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah surel dari seorang teman lama di Singapura masuk ke gmail saya di awal Agustus. Isinya berupa undangan untuk melihat Festival of Biodiversity yang diselenggarakan tanggal 3 – 4 September 2016 di Botanical Garden Singapura. Sempat hati kecil saya bertanya, biodiversity seperti apa yang dimaksud oleh negara tetangga yang “kecil” ini. Didorong rasa ingin tahu, akhirnya saya putuskan memesan tiket penerbangan termurah untuk melancong kesana.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Saya mendarat di Changi Airport pada Jum’at malam jam 11 waktu setempat. Rasanya terlalu boros jika naik taksi seorang diri menuju hotel khusus backpacker yang sudah saya booking di daerah Lavender. Di tengah keramaian terminal 3 yang seperti mall, saya berlagak cuek seperti penumpang transit, mencari sebuah sofa di depan TV besar, kemudian duduk terlelap sampai pagi menjelang.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Perjalanan saya lanjutkan dengan MRT yang stasiunnya terintegrasi dengan airport. Bermodalkan kartu sakti Singapore Tourist Pass seharga 16 S$, atau setara Rp 150.000 untuk 2 hari, saya bisa sepuasnya naik MRT atau Bus kemana saja serta memperoleh diskon makanan atau tiket masuk di beberapa tempat wisata yg sudah ditunjuk. Ini hanya selangkah lebih maju dibanding wisata di Jakarta, batin saya menghibur diri.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Sebelum menuju lokasi acara, agar lebih mantap saya sempatkan survey pendahuluan ke hutan kota di dekat hotel, yaitu Kallang River Side. Taman yang berada disisi sungai ini memiliki luas 7 hektare dan dikelola langsung oleh The National Parks Board (NParks), semacam organisasi pemerintah yang bertugas untuk mengelola kawasan hutan di Singapura. Hal ini saya ketahui dari logo yang terpajang pada setiap papan informasi yang ada disana.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Siapapun bebas memasuki area hutan kota yang tertata rapi ini. Didominasi oleh pohon kelapa, putat air Barringtonia racemosedan pulai Alstonia angustifolia,area ini menjadi surga bagi burung-burung liar untuk bermain-main di tajuk pohon yang rimbun di siang nan terik. Sempat terkejut waktu saya melihat fasilitas yang disediakan, yang tidak ada penjaganya namun terpelihara, yaitu peralatan fitness komplit, kursi taman yang artistik, trek untuk jogging dan sepeda, serta fasilitas memancing ikan dan latihan dayung. Tampak beberapa orang lainnya memanfaatkan hutan kota ini sebagai tempat piknik atau sekedar tempat memadu kasih.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Selanjutnya, dari Kallang MRT Station, saya melaju ke Singapore Botanic Garden MRT Station. Cukup jalan kaki dari stasiun bawah tanah, saya langsung terkoneksi dengan pintu masuk kebun raya, yang di tahun 2015 ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO ini. Luasnya 74 hektare, hampir sama dengan kebun Raya Bogor. Selain Singapore Botanic Garden, hanya ada dua kebun raya yang ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO yaitu Kew Gardens di Inggris dan Padua Gardens di Itali.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Sebuah tenda putih raksasa terpasang di samping danau kecil Eco Lake Lawn. Terdapat sebuah panggung besar di bagian ujungnya sebagai pusat acara dan seminar, serta lebih dari 30 stand pameran yang tersebar di depannya. Berbagai lembaga konservasi mulai dari kelompok herpetologi, konservasi mangrove, coral, penyu dan ikan, konservasi flora, peneliti trenggiling, kukang, luwak dan mamalia lainnya ikut terlibat. Tampak turis dari berbagai negara yang mengajak keluarganya juga terlibat di acara yang terbuka ini.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Teman saya yang bekerja di bagian nursery di Singapura, merasa surprise dengan kehadiran saya dan langsung mengenalkan dengan temannya yang lain. Berbagai game atraktif saya ikuti untuk berjalan dari satu stand ke stand lainnya. Hal yang mengejutkan saya, beberapa jenis flora yang dibanggakan di Singapura justru sebenarnya banyak sekali ada di pasar-pasar tradisional di Indonesia, seperti daun sirih, daun salam, dan sereh untuk bumbu rendang.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Pada satu sesi, saya berkenalan dengan Mrs. Wendy Y Hwee Min yang ternyata adalah Direktur Hubungan Internasional, National Biodiversity Centre NParks. Kepadanya saya menjelaskan bahwa saya hanya berlibur dan ingin melihat hutan Singapura. Ternyata dia juga pernah 5 tahun bekerja di Jakarta dan fasih berbahasa. Lalu dia menjelaskan bahwa acara ini rutin setiap tahun diadakan sejak 2012. Mereka bekerja sama dengan berbagai mitra donor, menyelenggarakan Festival tahunan untuk memperingati dan merayakan keanekaragaman hayati Singapura. Melalui acara ini, NParks berusaha untuk mendidik dan mambangkitkan minat masyarakat umum untuk lebih proaktif dalam melestarikan warisan alam di Singapura. Sejalan dengan visi mereka, “Let's make Singapore our Garden”.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
“Sebelumnya saya ke Kallang River Side dan ada logo National Park disana. Apakah itu merupakan kawasan Taman Nasional di Singapura ?” saya bertanya.

“Oh tidak, National Park di singapura tidak seperti di Indonesia yang luasnya bisa ribuan bahkan ratusan ribu hektar. Ada lebih dari 300 taman yang kita sebut parkdi Singapura, salah satunya Kallang River Side yang telah anda lihat, dan 4 cagar alam atau nature reserve, yaitu yang terluas Central Catchment Nature Reserve lebih dari 2000 ha, Sungei Buloh Wetland Reserve sekitar 202 ha, Bukit Timah Nature Reserve 163 ha dan yang terkecil Labrador Nature Reserve 22 ha,”  Mrs. Wendy menjelaskan.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Melalui acara ini saya belajar, saat sumber daya alam yang kita miliki terbatas, saat itu mungkin kita akan menyadari akan nilai dan arti pentingnya.

Saya memutuskan besok akan mengintip salah satu dari empat nature reserve itu. Saat berpamitan, teman saya mengenalkan saya dengan temannya, backpacker asal turki, bernama Birgul, yang juga ingin melihat alam di Singapura. Lengkap sudah batinku. Seorang turis cantik asal Turki akan menemani perjalanan ini.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Perjalanan dimulai dengan eksplorasi Singapore Botanic Garden yang terbuka selama 24 jam ini. Terdapat arboretum hutan tropis di dalamnya, pusat anggrek, koleksi bamboo dan rotan, serta danau yang menjadi habitat berbagai penyu, ikan dan bangau. Fasilitas yang ada di dalamnya mencakup gedung pusat informasi, pusat oleh-oleh dan handicraft, kafe dan panggung simfoni. Sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan Kebun Raya Bogor. Hanya saja rumput tetangga, kadang memang terlihat lebih hijau.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Yang menjadi perhatian saya ialah, setiap papan nama pohon hanya diikat di batangnya dengan kawat spiral lunak dan tidak dipaku.  Setiap pohon yang sedang berbunga atau sedang penyerbukan, diberi tanda dan dilingkari semacam police line. Setiap proyek pekerjaan teknis (seperti jalan kecil/ pondok pengunjung) diberi keterangan, siapa yang mengerjakan (kontraktornya), siapa arsiteknya dan kemana jika masyakarat ingin klarifikasi.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Esok harinya kami berangkat dari hotel menuju Bukit Timah Nature Reserve. Cukup naik MRT melewati Orchad dan Newton lalu turun di Beauty World MRT Station. Saat keluar dari stasiun bawah tanah terlihat sebuah bukit hijau yang terhampar di seberang sana. Disanalah Bukit Timah Nature Reserve dan Hindhede Park.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Ialah cagar alam hutan tropis, habitat Dipterocarpaceae dan rumah bagi berbagai fauna endemik dataran melayu. Bukit timah memiliki fasilitas trek khusus untuk sepeda dan hiking. Saat melangkah kerap kali saya dikejutkan oleh biawak yang banyak terdapat disana. Sebelum masuk gerbang gerombolan monyet juga akan menyambut dengan mesra. Jangan coba-coba untuk memberi makanan, mendekatinya atau menatap matanya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Banyak sekali papan informasi yang bentuknya unik dan atraktif yang akan memandu arah pengunjung atau sekedar memberikan peringatan. Sejenak saya terbayang akan kebun raya Cibodas atau Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Sungguh fantastis, melewati hiruk pikuk keramaian Orchad Road, China Town, Bugis Street dan melupakan sejenak Marina Bay, Universal Studio, dan Merlion Park, ditengah negara kota ini terdapat hutan tropis primer seluas kurang dari 200 ha yang begitu terjaga. Kawasan ini termasuk salah satu dari 30 kawasan ASEAN Heritage Park.Jangan sekalipun coba – coba merokok di hutan ini. Dendanya mungkin bisa untuk 10 kali penerbangan PP Jakarta – Singapura.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Bukit timah adalah surga bagi berbagai spesies burung, yang saya lihat langsung seperti takur tutut Megalaima rafflesii,kutilang jamrud atau delimukan jamrud Chalcophaps indica dankacembang gadungIrena puellayang cantik dengan buntut birunya. Mamalia kecil yang khas ada disini ialah kubung melayu Cynocephalus variegatusdan tupai / bajing kelapa Callosciurus notatus dan Sundasciurus tenuis yang berwarna kelabu. Sayang sekali saya tidak membawa lensa yang mumpuni.Satwa lainnya yang dibanggakan disini ialah Trenggiling Manis javanica, ular Python reticulatus and ular pohon Chrysopelea paradise.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Antara Bukit Timah Nature Reserve dan Central Catchment Nature Reserve telah terfragmentasi oleh jalan tol yang luas. Namun sebuah jembatan besar berisi pepohonan menghubungkan keduanya. The Eco-Link @ BKE namanya, yaitu semacam jalur koneksi ekologi antara dua cagar alam, sehingga satwa liar dapat memperluas habitatnya.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Sore mulai merayap malam kian merapat. Kami memutuskan untuk hunting ke lokasi wisata lainnya lalu kembali ke hotel. Banyak hal baru yang saya jumpai di sini. Antara senang dan sedih juga sebenarnya melihat hutan di negeri tetangga. Dahulu hasil hutan Indonesia dipasarkan melewati negara yang hanya memiliki hutan ratusan hektar ini.

Borobudur, Bali dan Lombok adalah 3 kata yang menjadi identitas saya setiap berkenalan dengan turis backpacker yang saya jumpai di hotel. Karena mereka semua begitu bangga saat bercerita pernah mengunjunginya. Waktu yang singkat memaksa saya hanya bisa mengintip hutan di Bukit Timah, karena esok hari kembali ke rutinitas di Indonesia tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun