Melalui acara ini saya belajar, saat sumber daya alam yang kita miliki terbatas, saat itu mungkin kita akan menyadari akan nilai dan arti pentingnya.
Saya memutuskan besok akan mengintip salah satu dari empat nature reserve itu. Saat berpamitan, teman saya mengenalkan saya dengan temannya, backpacker asal turki, bernama Birgul, yang juga ingin melihat alam di Singapura. Lengkap sudah batinku. Seorang turis cantik asal Turki akan menemani perjalanan ini.
Perjalanan dimulai dengan eksplorasi Singapore Botanic Garden yang terbuka selama 24 jam ini. Terdapat arboretum hutan tropis di dalamnya, pusat anggrek, koleksi bamboo dan rotan, serta danau yang menjadi habitat berbagai penyu, ikan dan bangau. Fasilitas yang ada di dalamnya mencakup gedung pusat informasi, pusat oleh-oleh dan handicraft, kafe dan panggung simfoni. Sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dengan Kebun Raya Bogor. Hanya saja rumput tetangga, kadang memang terlihat lebih hijau.
Yang menjadi perhatian saya ialah, setiap papan nama pohon hanya diikat di batangnya dengan kawat spiral lunak dan tidak dipaku. Â Setiap pohon yang sedang berbunga atau sedang penyerbukan, diberi tanda dan dilingkari semacam
police line. Setiap proyek pekerjaan teknis (seperti jalan kecil/ pondok pengunjung) diberi keterangan, siapa yang mengerjakan (kontraktornya), siapa arsiteknya dan kemana jika masyakarat ingin klarifikasi.
Esok harinya kami berangkat dari hotel menuju Bukit Timah Nature Reserve. Cukup naik MRT melewati Orchad dan Newton lalu turun di Beauty World MRT Station. Saat keluar dari stasiun bawah tanah terlihat sebuah bukit hijau yang terhampar di seberang sana. Disanalah Bukit Timah Nature Reserve dan Hindhede Park.
Ialah cagar alam hutan tropis, habitat Dipterocarpaceae dan rumah bagi berbagai fauna endemik dataran melayu. Bukit timah memiliki fasilitas trek khusus untuk sepeda dan hiking. Saat melangkah kerap kali saya dikejutkan oleh biawak yang banyak terdapat disana. Sebelum masuk gerbang gerombolan monyet juga akan menyambut dengan mesra. Jangan coba-coba untuk memberi makanan, mendekatinya atau menatap matanya.
Banyak sekali papan informasi yang bentuknya unik dan atraktif yang akan memandu arah pengunjung atau sekedar memberikan peringatan. Sejenak saya terbayang akan kebun raya Cibodas atau Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Sungguh fantastis, melewati hiruk pikuk keramaian Orchad Road, China Town, Bugis Street dan melupakan sejenak Marina Bay, Universal Studio, dan Merlion Park, ditengah negara kota ini terdapat hutan tropis primer seluas kurang dari 200 ha yang begitu terjaga. Kawasan ini termasuk salah satu dari 30 kawasan ASEAN Heritage Park.Jangan sekalipun coba – coba merokok di hutan ini. Dendanya mungkin bisa untuk 10 kali penerbangan PP Jakarta – Singapura.
Bukit timah adalah surga bagi berbagai spesies burung, yang saya lihat langsung seperti takur tutut
Megalaima rafflesii,kutilang jamrud atau delimukan jamrud
Chalcophaps indica dankacembang gadung
Irena puellayang cantik dengan buntut birunya. Mamalia kecil yang khas ada disini ialah kubung melayu
Cynocephalus variegatusdan tupai / bajing kelapa
Callosciurus notatus dan
Sundasciurus tenuis yang berwarna kelabu. Sayang sekali saya tidak membawa lensa yang mumpuni.Satwa lainnya yang dibanggakan disini ialah Trenggiling
Manis javanica, ular
Python reticulatus and ular pohon
Chrysopelea paradise.Antara Bukit Timah Nature Reserve dan Central Catchment Nature Reserve telah terfragmentasi oleh jalan tol yang luas. Namun sebuah jembatan besar berisi pepohonan menghubungkan keduanya. The Eco-Link @ BKE namanya, yaitu semacam jalur koneksi ekologi antara dua cagar alam, sehingga satwa liar dapat memperluas habitatnya.
Sore mulai merayap malam kian merapat. Kami memutuskan untuk
hunting ke lokasi wisata lainnya lalu kembali ke hotel. Banyak hal baru yang saya jumpai di sini. Antara senang dan sedih juga sebenarnya melihat hutan di negeri tetangga. Dahulu hasil hutan Indonesia dipasarkan melewati negara yang hanya memiliki hutan ratusan hektar ini.
Lihat Travel Story Selengkapnya