Jika memperhatikan tren konsumsi energi global sejak tahun 1990, penggunaan bahan bakar fosil berupa minyak bumi, batu bara, dan gas masih mendominasi bahkan diprediksi masih akan terus  meningkat hingga tahun 2035  (BP Energy Outlook 2016).
Sama halnya dengan potret konsumsi energi global, menurut data Kementerian ESDM, kebutuhan energi Indonesia dipasok dari berbagai sumber energi, seperti minyak bumi sebesar ±46 %, gas alam ±18%, batubara ±31% dan energi terbarukan (renewable energy) hanya berkontribusi sebanyak ±5%.
Di masa depan dalam pemenuhan energinya, Indonesia tidak dapat bergantung pada kebijakan energi Business as Usual (BaU) seperti saat ini, mengingat jika diasumsikan tidak ada penemuan teknologi dan cadangan baru maka minyak bumi akan habis dalam 13 tahun, gas bumi 34 tahun dan batubara 72 tahun, untuk itu diperlukan berbagai inovasi dan kebijakan untuk mampu mencukupi kebutuhan energi dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi beserta sektor lainnya di masa mendatang (BPPT 2015).
Populasi penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa (negara terpadat ke-4 di dunia) dan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di asia tenggara akan menyebabkan kebutuhan energi (energy demand) akan terus meningkat. Â Lalu apakah upaya penyediaan energi sudah dapat mengimbangi kebutuhan energi yang ada pada saat ini atau untuk masa yang akan datang?
Hutan adalah Jawaban
Menurut artikel dalam Kompas 21 Mei 2016 disebutkan bahwa 99 % potensi energi terbarukan di Indonesia terabaikan. Data Kementerian ESDM mencatat potensi bioenergi ialah sebesar 32,6 GW, dan baru digunakan 1,74 GW (5,3%). Panas bumi memiliki potensi hingga 29,5 GW, namun baru termanfaatkan sebesar 1,44 GW (5%). Adapun tenaga hidro memiliki potensi hingga 75 GW, namun baru 5,02 GW (7%) yang dimanfaatkan untuk PLTA, PLTM/H.
Sementara energi surya atau matahari menyimpan potensi hingga 532,6 GWp dan baru dimanfaatkan sebesar 0,08 GWp (0,01 %). Adapun potensi angin dan laut masing-masing sebesar 113,5 GW dan 18 GW. Akan tetapi, potensi tersebut baru termanfaatkan 6,5 MW (0,01 %) dan 0,3 MW (0,002 %)
Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2017, Kedaulatan Energi menjadi salah satu Prioritas Nasional dengan salah satu program prioritasnya ialah Peningkatan peranan energi baru dan energi terbarukan (EBT) dalam bauran energi.
Salah satu strategi dalam mendukung program prioritas ini ialah melalui kegiatan prioritas Pembangunan Bio Energi, yaitu menyediakan kawasan hutan produksi sebagai areal hutan tanaman dengan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber energi biomassa seperti Eucalyptus, Sengon, Gamal, Lamtoro, Nyamplung, Bintangur, Akasia, Rumput Gajah, Kaliandra, Kemiri dll (Renja KLHK 2016).
Berdasarkan data rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2014 (KLHK 2015), dari kawasan hutan daratan Indonesia seluas 121 juta ha, diketahui bahwa 88,1 juta ha masih berhutan dan 32,6 juta ha merupakan lahan tidak berhutan yang sebagian besar berada di hutan dengan fungsi produksi (areal budidaya).
Kegiatan penanaman kembali pada lahan tidak berhutan, khususnya pada hutan produksi dapat diarahkan untuk mengembangkan jenis-jenis kayu cepat tumbuh, fast growing speciesuntuk memasok sumber energi biomass berupa pellet kayu yang saat ini sudah banyak digunakan oleh beberapa negara maju di dunia.