Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyesap Suasana Hening Pengasingan Bung Karno, Khalwat Semalam di Parapat

18 Maret 2024   23:26 Diperbarui: 21 Maret 2024   00:14 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mulut lobang goa Belanda di halaman belakang Hotel Rudang Berastagi (Dok. Pribadi)

Dikisahkan oleh pak Zamzami, pria yang bertugas menjaga dan mengurus rumah yang disebut Pasanggrahan Sukarno di Parapat ini, kisah pengasingan Bung Karno, Kyai Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir sebelum sampai di Parapat dimulai dari kisah penerbangan ketiganya bersama dengan Bung Hatta dari lapangan udara Maguwo di Jogjakarta menuju lapangan udara Soewondo di Medan pada tahun 1948.

Foto Bung Karno dan K.H. Agus Salim berjalan bersama dengan latar gazebo di rumah pengasingan Parapat dipajang di teras belakang rumah (Dok. Pribadi)
Foto Bung Karno dan K.H. Agus Salim berjalan bersama dengan latar gazebo di rumah pengasingan Parapat dipajang di teras belakang rumah (Dok. Pribadi)

Tiba di lapangan udara Soewondo, Medan, hanya Bung Karno, Kyai Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir yang turun di Medan. Sementara itu, Bung Hatta melanjutkan perjalanan untuk diasingkan ke Bangka. Hal ini bertujuan untuk memutus komunikasi Bung Hatta dengan Bung Karno.

Dari Medan, Bung Karno, Kyai Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir dibawa ke Berastagi. Mereka ditempatkan di sebuah rumah dengan penjagaan tentara Belanda di desa Lau Gumba, Berastagi. Rumah pengasingan di Berastagi itu ditempati Soekarno mulai 22 Desember 1948, selama 12 hari.
Belanda berniat membujuk Sukarno di Berastagi untuk membatalkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Presiden Sukarno jelas saja berkeras menolak bujukan itu.

Baca juga: Menyinggahi Sejarah pada Rumah Pengasingan Presiden Sukarno di Berastagi

Lalu timbullah niat Belanda untuk meracuni makanan Sukarno dengan memperalat seorang pelayan dari suku Jawa bernama Karno Subiran, yang bertugas menghidangkan makanan untuk Sukarno.

Namun, yang disuruh meracuni makanan Sukarno itu menolak keras. Karno Subiran pun dipukuli tentara Belanda lalu dikurung di goa yang hingga saat ini masih bisa dilihat bukti fisiknya di belakang hotel Rudang Berastagi, yang hanya berjarak sekitar 650 meter dari rumah pengasingan Sukarno di desa Lau Gumba.

Mulut lobang goa Belanda di halaman belakang Hotel Rudang Berastagi (Dok. Pribadi)
Mulut lobang goa Belanda di halaman belakang Hotel Rudang Berastagi (Dok. Pribadi)

Mulut lobang goa Belanda di halaman belakang Hotel Rudang Berastagi (Dok. Pribadi)
Mulut lobang goa Belanda di halaman belakang Hotel Rudang Berastagi (Dok. Pribadi)

Dari Berastagi, Bung Karno, Kyai Haji Agus Salim, dan Sutan Sjahrir pun dipindahkan ke Parapat. Di rumah pengasingan Parapat yang dijaga ketat oleh tentara Belanda itu, Bung Karno dilayani oleh seorang kakek Bernama Ludin Tindaon.

Setelah sekian hari diasingkan di Parapat, timbul niat Bung Karno untuk menjalin komunikasi dengan gerilyawan yang ada di sana. Karena ketatnya penjagaan tentara Belanda, Bung Karno sering meminta dibuatkan lauk paha ayam dan sayur kangkung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun