Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengamati dari Dekat Sejarah dan Keunikan Balewiyata GKJW Malang

21 Februari 2024   13:49 Diperbarui: 23 Februari 2024   23:37 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Originalitas, keunikan, kreativitas, dan inovasi adalah core value yang semakin dibutuhkan di masa depan.

Pernyataan itu adalah sebagian catatan kecil yang sempat aku tangkap dari penjelasan Pdt. Gideon Hendro Buwono, selaku direktur Institut Pendidikan Theologia (IPTh) Balewiyata Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Hal itu dia sampaikan saat memaparkan visi GKJW, ketika kami berkunjung bersama rombongan studi banding Pusat Pembinaan Warga Gereja (PPWG) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) ke Balewiyata di kantor pusat Majelis Agung GKJW, Malang, pada 8 Januari 2024 yang lalu.

Relasi yang terbangun di antara GBKP dan GKJW sudah berjalan sejak lama. Keduanya tergabung dan aktif dalam wadah oikumene internasional yang sama, United Evangelical Mission (UEM).

Studi banding ini dilakukan dalam rangka mengamati dari dekat bagaimana GKJW menjalankan roda pelayanan, khususnya dalam hal penataan langkah gerak di lingkup-lingkup pelayanan yang ada (Majelis Jemaat, Majelis Daerah, dan Majelis Agung) dan upaya-upaya yang dilakukan dalam hal pembinaan bagi tenaga-tenaga pelayan gerejawinya.

Rombongan studi banding PPWG GBKP ke Balewiyata GKJW, Malang, 8/1/2024 (Dok. Pribadi)
Rombongan studi banding PPWG GBKP ke Balewiyata GKJW, Malang, 8/1/2024 (Dok. Pribadi)

Pdt. Gideon menjelaskan secara panjang lebar visi dan misi GKJW yang diwujudkan melalui 5 (lima) bidang pelayanan, yakni Bidang Teologi, Bidang Persekutuan, Bidang Kesaksian, Bidang Pelayanan Cinta Kasih, dan Bidang Penatalayanan. Secara mendetail, beliau juga menjelaskan tentang langkah gerak pelayanan di GKJW yang dipandu oleh Program Pembangunan Jangka Panjang (PPJP) dan Program Pembangunan Jangka Menengah (PPJM).

Sekilas tentang Balewiyata 

Balewiyata berawal dari sekolah pendidikan untuk para voorhanger (pemuka umat) Kristen oleh lembaga pengabaran Injil Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) pada tahun 1925 di Kediri. NZG adalah juga lembaga pengabaran Injil yang membawa kabar baik kepada suku Karo pertama kali pada 18 April 1890 di desa Buluhawar, Sibolangit.

Dilansir dari laman resmi GKJW, bahwa pada tahun 1926, sekolah pendidikan untuk para voorhanger di Kediri ini dipindahkan ke Malang dan diresmikan pada tanggal 6 Januari 1927. Tanggal tersebut menjadi tanggal peringatan hari ulang tahun Balewiyata, yang semula disebut "Pesantren Kristen di Malang."

Potret sebuah sudut bangunan di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Potret sebuah sudut bangunan di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Koridor yang menghubungkan ruangan-ruangan di gedung Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Koridor yang menghubungkan ruangan-ruangan di gedung Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Diskusi ringan bersama Ketua Majelis Agung GKJW, Pdt. Natael Hermawan Prianto, di Balewiyata Malang (Dokpri)
Diskusi ringan bersama Ketua Majelis Agung GKJW, Pdt. Natael Hermawan Prianto, di Balewiyata Malang (Dokpri)

Pada tahun 1963, berdasarkan Keputusan Sidang Majelis Agung GKJW, IPTh Balewiyata bergabung bersama Akademi Teologi Yogyakarta menjadi Sekolah Tinggi Teologia (STT) Duta Wacana di Yogyakarta, dengan kata lain eksistensi Balewiyata terkait dengan sejarah berdirinya UKDW Yogyakarta. Sejak saat itu, Balewiyata menjadi pusat pembinaan warga dan masyarakat sekaligus menjadi think tank teologi GKJW.

Balewiyata Malang yang menyelenggarakan pendidikan teologia bagi para pemuka umat dan pendeta sejak tahun 1927 bisa dibilang sebagai sekolah teologia pertama di Indonesia. Namun, penyelenggaraan sekolah teologia secara formal dalam jenjang pendidikan tinggi tercatat adalah Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta sebagai perguruan tinggi teologi tertua di Indonesia, didirikan pada tanggal 9 Agustus 1934 di Bogor dengan nama Hoogere Theologische School (HTS).

Potret sebuah sudut bangunan di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Potret sebuah sudut bangunan di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Menarik untuk diketahui bahwa Pdt. Dr. Andar Ismail, yang dikenal sebagai seorang teolog di Indonesia, penulis yang terkenal dengan buku-buku "Seri Selamat", pendeta di GKI dan juga dosen emeritus di STT Jakarta, tercatat pernah belajar teologi di Balewiyata.

Selain itu, mantan Presiden ke-4 Republik Indonesia yang juga seorang tokoh besar Nahdlatul Ulama, K. H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pernah mengajar di Balewiyata semasa hidupnya.

Saat tur keliling lokasi Balewiyata, kami mampir ke sebuah ruangan yang merupakan kamar kerja Gus Dur semasa menjadi pengajar di sini. Hingga kini ruangan ini masih aktif digunakan sebagai ruangan diskusi oleh para Gusdurian.

Berfoto di bekas kamar kerja Gus Dur di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Berfoto di bekas kamar kerja Gus Dur di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Bekas kamar kerja Gus Dur di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Bekas kamar kerja Gus Dur di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Semangat toleransi dan penghargaan terhadap pluralisme sangat terasa dalam GKJW menjalankan roda pelayanannya, termasuk dalam upaya-upaya pembinaan bagi tenaga-tenaga pelayan gerejanya. Bagaimana sikap saling menghormati dan sikap menghargai, kerja sama di antara kelompok masyarakat yang berbeda-beda baik secara agama, politik dan budaya.

"Tidak penting apa pun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu." - K. H. Abdurrahman Wahid

Sekilas tentang GKJW

Baptisan Kudus pertama yang menjadi cikal bakal GKJW terjadi pada tanggal 12 Desember 1843 di Surabaya. Hal itu tercatat pada sebuah prasasti di halaman Kantor Majelis Agung Gereja Kristen Jawi Wetan, Jl. Sudanco Supriadi No. 18, Malang.

Prasasti Peringatan HUT ke-150 Tahun Baptisan Pertama Cikal Bakal GKJW (Dok. Pribadi)
Prasasti Peringatan HUT ke-150 Tahun Baptisan Pertama Cikal Bakal GKJW (Dok. Pribadi)

Sejak itu, jumlah jemaat terus bertambah hingga terbentuk persekutuan-persekutuan jemaat yang kemudian menyatukan diri dalam satu persekutuan gerejawi pada tanggal 11 Desember 1931 dengan nama "Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing Tanah Djawi Wetan." Gubernur Jenderal Hindia Belanda memberikan pengakuan resmi persekutuan ini dengan nama "Oost-Javaansche Kerk." Kemudian berubah menjadi Greja Kristen Jawi Wetan dengan Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Protestan Departeman Agama Republik Indonesia pada tahun 1979.

GKJW berciri khas sebagai gereja teritorial, bukan kesukuan. Artinya bahwa keberadaannya hanya dibatasi di Jawa Timur. Tidak akan dijumpai adanya GKJW di luar Jawa Timur.

Tata dan Pranata GKJW menjelaskan bahwa "Greja Kristen Jawi Wetan adalah bagian dari Gereja yang Esa, yang dilahirkan, ditumbuhkan dan dipelihara oleh Tuhan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus di Jawa Timur." Jadi, sekalipun ada banyak (ratusan atau bahkan ribuan) warga GKJW berpindah tempat tinggal ke luar Jawa Timur, maka mereka akan menjadi anggota gereja di tempat di mana mereka tinggal.

GKJW tidak akan membuat cabang atau perwakilan di tempat itu, karena GKJW menghormati keberadaan gereja di tempat lain. Pertimbangan lainnya adalah karena akan timbul kendala teknis dalam pengaturan jemaat yang tersebar di tempat yang relatif amat jauh secara geografis.

Ciri khas lain yang juga menarik untuk diamati dari GKJW adalah sejak awal pertumbuhannya peranan kaum awam di GKJW sangat besar. Tokoh-tokoh yang menonjol dalam pertumbuhan GKJW bukanlah para teolog, bukan pula para pendeta atau Guru Injil yang telah dipersiapkan secara khusus, melainkan mereka adalah orang awam yang setia kepada perintah Injil.

Bersama Kiyai Pdt. Fajar yang berasal dari Madura, di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)
Bersama Kiyai Pdt. Fajar yang berasal dari Madura, di Balewiyata Malang (Dok. Pribadi)

Jemaat awam GKJW benar-benar dipanggil dan terpanggil berperan sebagai garam dan terang dunia (Injil Matius Pasal 5). Ayat ini dihayati sebagai jiwa kehidupan warga jemaat melalui cara hidup dan pergaulan jemaat dalam pemberitaan Injil.

Ciri itu tetap bertahan sampai dengan saat ini. Salah satu hal yang mendukung GKJW tetap berkembang sebagai gereja gerakan warga adalah adanya ibadat patuwen (ibadat keluarga atau ibadat rumah tangga). Pada Gereja Batak Karo Protestan kegiatan ini disebut dengan Perpulungen Jabu-Jabu (PJJ).

Dalam ibadat rumah tangga ini warga jemaat saling memperhatikan dan saling menguatkan. Persekutuan dalam ibadat rumah tangga ini juga memupuk ikatan persaudaraan dan kekeluargaan di antara warga jemaat, selain untuk saling memelihara iman.

Istilah "struktur" dalam pelayanan di GKJW tidak begitu populer. Dari sudut gerejawi, istilah itu dipandang mengandung kelemahan yang mengandaikan adanya susunan hirarkhis, hubungan antara atasan dan bawahan.

Struktur dalam pelayanan GKJW merujuk pada semacam tata kerja roda organisasi bagaimana GKJW dijalankan. Struktur pelayanan itu tampak dalam 3 (tiga) bentuk persekutuan, mulai dari persekutuan se-tempat (persekutuan yang dewasa dari warga jemaat di suatu tempat yang mampu memenuhi panggilan dan melaksanakan kegiatan pelayanan, dengan penanggung jawab penataan dan pelayanannya disebut sebagai Majelis Jemaat), persekutuan se-daerah (persekutuan warga GKJW di dalam suatu daerah yang terdiri dari beberapa jemaat, dengan penanggung jawab penataan dan pelayanannya disebut sebagai Majelis Daerah), dan persekutuan se-jawa timur (persekutuan warga GKJW di seluruh Jawa Timur yang disebut GKJW, dengan penanggung jawab penataan dan pelayanannya disebut sebagai Majelis Agung GKJW).

Struktur di atas tidak bersifat hirakhis, Majelis Agung tidak lebih tinggi daripada Majelis Daerah dan Majelis Jemaat, atau sebaliknya. Satu sama lain berhubungan sebagai persekutuan yang menyatu dalam semangat "Patunggilan kang Nyawiji" yaitu Greja Kristen Jawi Wetan.

Mengamati dari dekat sejarah dan keunikan Balewiyata serta GKJW, meskipun sepintas, kita bisa melihat bagaimana jemaat bisa menghidupi iman tanpa perlu melepaskan tradisi dan budaya yang selama ini mewarnai kehidupannya. Sebab yang paling penting adalah moralitas baru yang bersumber dari kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang membuat jemaat bisa berkarya dan berguna bagi sesama dan alam ciptaan secara keseluruhan.

Kiprah pelayanan di GKJW juga menunjukkan bagaimana kearifan lokal bisa menjadi jembatan dan jalan perjumpaan masyarakat lintas iman. Di sana terlihat bahwa kreativitas dan inovasi tetap bisa hadir tanpa menghilangkan originalitas dan keunikan sebagai core value yang semakin dibutuhkan di masa depan.

Warga GKJW berdomisili di wilayah perkotaan dan pedesaan Jawa Timur mulai Ngawi di ujung barat sampai Banyuwangi di ujung timur. Saat ini jumlah warga GKJW diperkirakan berjumlah kurang lebih 150.000 jiwa, terhimpun dalam 180 majelis jemaat.

Ada lebih dari 180 pendeta GKJW tersebar melayani dalam pelayanan di jemaat, Kantor Majelis Agung, pelayanan di rumah sakit, perguruan tinggi, dan lembaga mitra baik dalam maupun luar negeri.


Rujukan: 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun