Upacara ini dilakukan untuk meminta berkat dan perlindungan dari Dewata agar melindungi dusun Mojosari dari segala macam bencana, dengan mempersembahkan sesajen dalam usungan berukir yang berisi kepala kerbau. Dusun Mojosari, saat ini masih ada dan terdaftar secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Desa Wonotoro Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Upacara kesodo dipimpin oleh kepala suku Tengger yang berpakaian lengkap memakai kain batik panjang dan destar berwarna hitam. Lengkap dengan keris pusaka yang terselip di pinggangnya.
"Tahun baru kita songsong dengan gembira. Tetapi jangan sekali-kali kita ingkar kepada Dewata,"Â kata kepala suku dengan tenang.
Sesajen dalam baki dengan isi bermacam-macam yang dibawa oleh kaum ibu. Ada yang berisi rempah-rempah dan makanan, ada pula yang berisi kemenyan dan bunga-bungaan.
Dari tiap baki, kepala suku mengambil sejumput, lalu diserakkannya di atas kepala kerbau itu. Lalu katanya, "Tahun baru mudah-mudahan dilindungi oleh Dewata. Dusun Mojosari akan kita jaga menurut naluri nenek moyang kita."
Lalu gamelan pun ditabuh, orang dewasa dan anak-anak kini diperkenankan meminum tuak. Orang-orang menari-nari, setengahnya lagi bernyanyi-nyanyi.
Itu adalah gambaran dalam buku, ketika menuju Bromo kali ini kami memang bukan untuk ikut merayakan upacara kesodo. Namun, cuaca memang sangat dingin, jelas saja dingin karena ketinggian Gunung Bromo adalah 2.329 meter di atas permukaan laut, walaupun dari atas kaldera yang dikenal sebagai daerah lautan pasir itu tinggi puncak Bromo hanya 200 meter.