Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna ...
Segudang rasa lahir saat kembali "pulang" ke Jogja. Sebagaimana rasa di dalam sepenggal bait lagu berjudul "Yogyakarta" dari Kla Project di atas. Pulang ke Jogja membawa rasa haru, rindu, dan persahabatan yang tak lekang oleh waktu.
Tiba di Jogja saat dini hari, saya bersama beberapa orang dari rombongan bukannya langsung merebahkan diri di tempat menginap. "Sayang sekali bila waktu singkat selama dua setengah malam tiga hari di Jogja tidak dipakai keluyuran," batinku. Belum tentu entah berapa purnama lagi kami memiliki kesempatan untuk kembali ke Jogja yang berhati nyaman ini.
Ada yang bilang, Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Sedangkan, kata seorang teman saya yang tinggal di sana, Jogja terbuat dari angkringan, kenangan, dan mantan.
Setidaknya ada dua hal yang sama dari kedua pendapat itu yang patut diulangi kembali pada perjalanan ke Jogja kali ini, yakni angkringan dan kenangan, terutama bagi yang baru pertama kali datang ke sini. Lagipula, mantan saya tidak ada di Jogja, wkwkw.
Makan Malam di Angkringan
Teteg Malioboro, demikian nama angkringan itu. Kata ibu pemilik angkringan, "teteg" dari bahasa Jawa artinya palang yang kokoh. Angkringan ini memang berada di dekat palang rel kereta api di sekitar Malioboro.
Saya bersama istri menyantap dua bungkus nasi kucing, beberapa bungkus kerupuk, jeroan ayam yang ditusuk sate, telur puyuh, telur bebek asin, tahu, dan teh manis hangat. Untuk semua itu, kami hanya ditagih bayaran sebesar Rp33.000. "Sudah makan demikian banyak, harganya cuma segitu," kata istriku. Kusenyumi saja dia, perutku sudah kenyang.