Kolaborasi aksi literasi adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menyambung silaturahmi literasi yang sudah dilaksanakan pada dua acara sebelumnya oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo. Sarasehan literasi pada 31 Juli 2023 yang lalu bertempat di aula hotel Suite Pakar, Berastagi, yang merupakan puncak acara rangkaian kegiatan perlombaan memperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas) Tahun 2023 di Kab. Karo, dan silaturahmi literasi pada 4 Agustus 2023 yang lalu bertempat di Taman Bacaan Masyarakat Sapo Literasi, Samura, Kabanjahe.
Silaturahmi adalah jalan untuk menjaga irama kolaborasi. Pembudayaan gerakan literasi di Tanah Karo pada tahun 2023 ini tampil dengan slogan "Odak-Odak Literasi," akronim dari "ayo bertindak, ayo berdampak bagi pembangunan literasi."
Silaturahmi literasi adalah sebuah jalan untuk menjaga irama kolaborasi aksi (kolaboraksi) literasi. Prinsip silogisme dapat dipakai untuk merangkai premis di atas menjadi kesimpulan singkat, bahwa kolaboraksi diperlukan untuk tetap menjaga semangat dan irama "odak-odak literasi" di Tanah Karo.
Kolaboraksi literasi merupakan aktualisasi semangat literasi dalam kombinasi logika dan rasa. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Karo ini merupakan kegiatan aksi kolaboratif antara dinas Perpustakaan dan Arsip Kab. Karo beserta pegiat literasi yang ada di Kabupaten Karo dalam upaya melanjutkan agenda "Odak-Odak Literasi."
Baca juga:Â "Odak-Odak Literasi," Kearifan Lokal di Tengah Geliat Semangat Literasi Tanah Karo
Kegiatan kolaboraksi literasi yang dimaksudkan untuk mendukung pengembangan layanan perpustakaan rujukan ini meliputi beberapa kegiatan. Pertama, pameran buku dan kelas kreatif (menggambar, mewarnai, bercerita, dan prakarya). Kegiatan pameran buku ini diisi oleh perpustakaan desa dan taman bacaan masyarakat (TBM) yang menampilkan buku bacaan, karya pemustaka, dan produk perpustakaan desa atau TBM.
Kedua, silaturahmi pegiat literasi dan kegiatan bimbingan pemustaka khususnya bagi pelajar SMA dan mahasiswa di Kabupaten Karo sebagai langkah inisiasi pembentukan agen literasi sekolah dan perguruan tinggi. Kegiatan pembinaan ini diisi dengan penyajian materi dan diskusi mengenai peran pelajar sebagai agen literasi sekolah, agenda agen literasi sekolah sebagai penyokong utama gerakan literasi Kabupaten Karo, dan implementasi pemasyarakatan literasi budaya sebagai upaya pembentukan karakter generasi muda yang literat.
Silaturahmi pegiat literasi dan kegiatan bimbingan pemustaka ini diharapkan akan melahirkan langkah konkret perumusan grand design agenda agen literasi sekolah dalam penggiatan gerakan literasi sekolah dan gerakan pemasyarakatan minat baca pada umumnya.
Ketiga, kegiatan literasi budaya berupaya pemasyarakatan permainan tradisional khas Karo seperti lubuk, cengkah, garabuang, tam-tam buku, cit-cit burangi, dll. Dalam kegiatan ini peserta dan pengunjung pameran diundang ikut berpartisipasi secara aktif dan bersifat spontanitas. Seluruh rangkaian kegiatan ini dilaksanakan sejak tanggal 23 sampai dengan 26 Agustus 2023, bertempat di taman kota Kabanjahe.
Kolaboraksi literasi budaya melalui upaya pemasyarakatan permaianan tradisional Karo khususnya bagi siswa sekolah dasar ini sangat menarik untuk membudayakan kembali gambaran masa kanak-kanak yang aktif dan membahagiakan di mana anak-anak memiliki lebih banyak waktu untuk bermain, di mana belajar pun terasa seperti bermain.
Permainan tradisional yang umum dimainakan anak-anak yang tinggal di kampung-kampung sekitar Tanah Karo, Sumatera Utara pada era pada era 80-an dan 90-an itu memiliki banyak manfaat dan penting untuk dilestarikan karena mereka merupakan bagian penting dari kebudayaan masyarakat Tanah Karo.
Sebagaimana dituliskan oleh Pdt. J. H. Neumann, seorang misionaris NZG dari Belanda, dalam "Een en ander aangaande de Karo-Bataks" dimuat berturut-turut secara bersambung dalam MNZG 48 (1904) halaman 361 - 377, MNZG 49 (1905) halaman 54 - 67, MNZG 50 (1906) halaman 27 - 40, dan MNZG 51 (1907) halaman 347- 364, berbagai hal mengenai budaya Karo. Antara lain persembahan pada nenek moyang, tafsir mimpi, naga lumayang, hari dan bulan, masalah tapa, masalah nasib sial, membawa bayi ke pancuran, mengenai bulan, bintang, halilintar, memanggil roh, mantra-mantra, dan permainan anak-anak.
Permainan tradisional itu mencerminkan sejarah, tradisi, dan nilai-nilai suatu tempat, yang akan membantu menjaga keberlangsungan budaya tersebut dari generasi ke generasi. Permainan tradisional juga dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mental anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, meningkatkan keterampilan sosial, keberanian, dan kemampuan berpikir kreatif, serta menjadi sarana hiburan yang menyenangkan bagi semua orang.
Kegiatan pameran buku diselingi dengan penampilan aneka permainan tradisional itu tidak saja membuat anak-anak bergembira. Bahkan bapak dan ibu guru pendamping anak-anak sekolah dan pegiat literasi yang hadir pada acara pameran ini turut merasakan suasana gembira bersama anak-anak memainkan permainan tradisional yang menghadirkan kembali kenangan membahagiakan masa kecil mereka.
Kegiatan kreatif ini walaupun terlihat sederhana merupakan bentuk kegiatan yang penting sebagai bentuk penghargaan upaya pelestarian agar permainan tradisional tidak hilang dan dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Pameran buku dan pembudayaan permainan tradisional ini terbuka untuk umum. Panitia juga menyediakan makanan ringan dan minum kopi gratis bagi pengunjung yang hadir.
Kegiatan ini diharapkan bisa menjawab sebagian kerinduan masyarakat, khususnya orang tua dan anak-anak sekolah akan hadirnya kegiatan rekreatif dan edukatif. Sekaligus juga menjadi media dokumentasi permainan tradisional Karo yang mungkin banyak sudah ditinggalkan anak-anak, para orang tua pun tak lagi mengajarkannya kepada anak-anaknya.
Menarik mengamati fenomena cuaca selama empat hari berlangsungnya acara sejak 23-26 Agustus itu. Rintik hujan turun setiap sore, tapi selalu saja saat menjelang atau setelah acara usai dilaksanakan setiap harinya, sehingga turunnya hujan tidak sampai menghambat pelaksanaan acara.
Seorang panitia pelaksana acara berkomentar sambil memandangi rinai rintik hujan. "Sebenarnya rinai rintik hujan justru membuat vibes-nya menjadi lebih asyik. Hujan memanjakan kenangan. Siapa tahu dari sana pun akan lahir inspirasi untuk menulis."
"Ya, hujan memang merinaikan inspirasi," seorang pegiat literasi menimpali. Bola matanya berbinar menatap rinai hujan yang turun tampak bagai tirai yang lembut turun dari langit.
"Odak-Odak Literasi,"Â ayo bertindak, ayo berdampak bagi pembangunan literasi semoga menjadi slogan yang terus merinai dan berirama sepanjang waktu, berkolaborasi bersama mengaktualisasi semangat literasi dalam kombinasi logika dan rasa.
Meskipun hujan pada hari itu bukan hujan bulan Juni, baiklah dikutipkan puisi "Hujan Bulan Juni" yang diciptakan pada 1989 oleh Sapardi Djoko Damono, sastrawan hebat Indonesia itu, sebagai penutup artikel ini.
Â
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI