Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menapaki Jejak Sejarah Pemukiman Kusta Lau Simomo

15 April 2023   02:51 Diperbarui: 15 April 2023   13:35 2292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nenek Ngaji bersama Nande Aldo, seorang petugas medis di Rumah Sakit Kusta Lau Simomo (Dok. Pribadi) 

Lau Simomo (Jumat, 14/4/2023). Pagi itu cerah, matahari perlahan menghalau rasa sejuk yang menyeruak dari sela rimbunnya rumpun bambu yang memagari batas desa dengan ladang-ladang warga.

Kesain mbelang, begitulah halaman pemukiman penduduk, eks pasien pengidap kusta yang sudah sembuh itu dinamakan. Kesain mbelang adalah frasa dalam bahasa Karo yang berarti halaman yang luas.

Dua tiga orang, pria dan wanita, tampak duduk-duduk di teras rumahnya dengan kesibukan masing-masing. Beberapa orang lainnya tampak seperti hendak bersiap-siap pergi ke ladang.

Dua unit rumah berbentuk rumah adat Karo berukuran kecil yang berdiri di sudut halaman luas itu tampak mencolok menarik perhatian. Bangunan yang sudah tampak tua itu adalah sedikit dari saksi bisu sejarah pemukiman bagi para pengidap kusta di Lau Simomo dari masa lalu.

Pemukiman bagi para pengidap kusta dengan halaman luas itu dulunya dipenuhi dengan bangunan berbentuk rumah adat Karo. Pemandangan itu pernah aku temukan termuat pada lembaran majalah Kartini edisi tahun 1990-an milik ibuku.

Sekilas Sejarah Lau Simomo

Lau Simomo adalah nama sebuah desa yang termasuk ke dalam Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jaraknya lebih kurang 10 km dari Kabanjahe, ibu kota Kabupaten Karo.

Pemrakarsa pendirian pemukiman pengidap penyakit kusta di Lau Simomo adalah Pdt. E. J. Van den Berg, seorang misionaris dari Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yang tiba di Buluh Awar bersama istrinya pada bulan April 1903. Di Buluh Awar, pendeta ini mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa dan budaya Karo untuk meneruskan misi dari pendahulunya yang bernama Pdt. H. C. Guillaume. Pada 10 April 1905, pendeta Van den Berg dan istrinya memulai misi di dataran tinggi Karo dan menetap di Kabanjahe.

Pada masa itu, persentase penderita kusta di Tanah Karo sangat tinggi. Dua orang dari setiap seribu orang Karo pada masa itu mengidap penyakit kusta.

Kenyataan itu juga berarti dua permil dari masyarakat Karo pada masa itu hidup dikucilkan dari keluarga dan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan keterbelakangan, sehingga masyarakat Karo pada masa itu hidup dalam suasana leprophobia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun