Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menapaki Jejak Sejarah Pemukiman Kusta Lau Simomo

15 April 2023   02:51 Diperbarui: 15 April 2023   13:35 2292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) tampak dari Rumah Sakit Kusta Lau Simomo (Dok. Pribadi)

Iting Juhar bersama dengan Nande Indra di Lau Simomo (Dok. Pribadi)
Iting Juhar bersama dengan Nande Indra di Lau Simomo (Dok. Pribadi)

Rumah mereka yang berada di areal kesain mbelang (pelataran luas, terj. dari bhs. Karo) dulunya juga berupa rumah adat Karo dengan ukuran kecil. Namun, karena sudah termakan usia, maka mereka dengan biaya sendiri merenovasi dan mengubah bentuknya ke model rumah sederhana sebagaimana umumnya kini, berlantai semen, dinding papan, dan atap seng.

"Beberapa waktu lalu baru runtuh satu rumah lagi (yang berbentuk rumah adat Karo). Jadi sekarang tinggal dua itulah," kata iting Juhar.

4. Pancuran Lau Tak Tuk

Kamar mandi umum atau pancuran warga desa yang dulu dibangun oleh Belanda masih ada hingga hari ini. Kata nande Indra, warga Lau Simomo menamakan pancuran itu "Lau Tak Tuk."

Pancuran Lau Tak Tuk di Lau Simomo (Dok. Pribadi)
Pancuran Lau Tak Tuk di Lau Simomo (Dok. Pribadi)

Sumber mata air Lau Tak Tuk di Lau Simomo (Dok. Pribadi)
Sumber mata air Lau Tak Tuk di Lau Simomo (Dok. Pribadi)

Suasana jalan desa menuju kamar mandi umum di Lau Simomo (Dok. Pribadi)
Suasana jalan desa menuju kamar mandi umum di Lau Simomo (Dok. Pribadi)

Katanya karena besarnya sumber mata airnya sehingga menghasilkan bunyi "tak ... tuk ..., tak ... tuk ...." Sumber mata air ini masih digunakan oleh warga desa untuk kebutuhan sehari-hari, meskipun sekarang sudah ada juga sumur bor yang dibangun oleh pemerintah desa.

Iting Juhar atau yang bernama lengkap Nurlia Br Ginting ini sedang menganyam tikar di depan pintu rumahnya. Dengan raut wajah berseri, ia menceritakan kenangan dari sekitar 5 tahun yang lalu. Katanya, Paul, seorang cucu dari mendiang Pdt. J. H. Neumann, membeli 3 helai tikar bengkuang hasil anyamannya ketika ia datang berkunjung ke Lau Simomo, dan membawanya ke Belanda.

Iting Juhar sedang menganyam tikar di Lau Simomo (Dok. Pribadi)
Iting Juhar sedang menganyam tikar di Lau Simomo (Dok. Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun