Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Inspirasi Literasi dari Lapak Buku Bekas Etek Gapok

14 Maret 2023   13:34 Diperbarui: 19 Maret 2023   14:17 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inspirasi Literasi dari Lapak Buku Bekas Etek Gapok (Dok. Pribadi)

Kita sering kali tanpa sengaja menemukan berbagai hal yang menarik ketika berbelanja ke pasar tradisional. 

Barang dagangan yang unik dan menarik, potret realitas sosial yang kadang luput dari perhatian, dan kisah orang-orang yang menggantungkan asa dari serangkaian aktivitas pasar adalah beberapa di antaranya.

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang ibu penjual buku bekas di salah satu sudut pusat pasar Kabanjahe. Ibu ini sudah berjualan buku bekas di emperan kios pusat pasar Kabanjahe selama 26 Tahun.

Ibu yang bernama lengkap Asnidar Tanjung ini dipanggil juga gapok, yang artinya gemuk. Begitulah pengakuannya saat saya mengajaknya berbincang santai penuh keramahtamahan di lapak buku bekas tempatnya berjualan setiap hari hingga hari ini.

Menurut etek Tanjung (makcik dalam bahasa Minang), sejak penggunaan telefon pintar semakin marak, ditambah tantangan kelesuan ekonomi selama masa pandemi, penjualan buku bekasnya pun ikut terpuruk.

Berbelanja buku bekas di lapak buku etek gapok di pusat pasar Kabanjahe (Foto dokumentasi Dian Nangin)
Berbelanja buku bekas di lapak buku etek gapok di pusat pasar Kabanjahe (Foto dokumentasi Dian Nangin)

Seingatnya, dulu awalnya ada 5 orang penjual buku bekas di sekitar pusat pasar Kabanjahe, tapi kini tinggal tersisa 2 orang. 

Sebagian rekannya sesama penjual buku bekas bahkan ada yang sudah meninggal dunia. Salah satu penjual buku bekas lainnya di sekitar pusat pasar Kabanjahe yang masih tersisa bernama Andi.

Ada perasaan senang ketika menemukan penjual buku bekas seperti ibu ini di antara pedagang lainnya di pusat pasar tradisional. Apalagi di sebuah kota pada daerah yang terbilang tidak besar, menemukan lapak penjual buku rasanya bagaikan menemukan sebuah oase yang menawarkan perhentian sementara yang menyejukkan.

Baca juga: Pendapatan Mak Perdo di Luar Tanggung Jawab Percetakan

Kita mungkin tidak menyadari fakta bahwa masih ada penduduk Indonesia yang buta huruf di tengah pesatnya kemajuan teknologi. 

Ini berhubungan dengan rendahnya minat baca, minimnya stimulasi untuk mendorong minat baca, lokasi tempat tinggal yang jauh dari akses pendidikan, dan faktor ekonomi.

Sebagaimana dikutip dari laman perpustakaan.kemendagri.go.id, Indonesia menempati ranking ke-62 dari 70 negara terkait dengan tingkat literasi. 

Negara kita merupakan 10 negara terbawah dengan tingkat literasi rendah. Rendahnya tingkat literasi bangsa Indonesia ditengarai berhubungan dengan minat baca masyarakat kita yang rendah.

Peringkat ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan melalui Program for International Student Assessment (PISA), yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 silam.

Pada sisi lain, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari We Are Social pada tahun 2021 yang lalu, waktu yang dihabiskan orang Indonesia menggunakan gadget untuk mengakses internet per hari rata-rata 8 jam 52 menit.

Ini sejalan dengan data laporan Newzoo tahun 2020 yang dikutip dari laman databoks.katadata.co.id. Indonesia adalah negara dengan penduduk pengguna ponsel pintar (smartphone) terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat, dengan jumlah pengguna mencapai 170,4 juta jiwa.

Kisah tentang minat kepada buku cetak, baru atau bekas, dan para penjual buku yang masih bertahan, pada sebuah toko atau sekadar lapak di emperan kios, seakan membawa kita bernostalgia ke masa lalu. 

Pada masa ketika berlangganan majalah anak-anak, atau meminjam buku di tempat penyewaan buku masih sering kelihatan, sekali pun rasanya kita seperti tinggal di antah berantah.

Berbelanja buku bekas di lapak buku etek gapok di pusat pasar Kabanjahe (Foto dokumentasi Dian Nangin)
Berbelanja buku bekas di lapak buku etek gapok di pusat pasar Kabanjahe (Foto dokumentasi Dian Nangin)

Perkembangan teknologi memang mengarahkan kita beralih ke dunia yang kini serba digital. 

Namun, penjual buku cetak seperti etek gapok ini masih bisa bertahan, sejalan dengan minat orang kepada buku (cetak) yang juga masih bertahan. Entah seperti apa kenyataannya besok?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun