Kita sering kali tanpa sengaja menemukan berbagai hal yang menarik ketika berbelanja ke pasar tradisional.Â
Barang dagangan yang unik dan menarik, potret realitas sosial yang kadang luput dari perhatian, dan kisah orang-orang yang menggantungkan asa dari serangkaian aktivitas pasar adalah beberapa di antaranya.
Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang ibu penjual buku bekas di salah satu sudut pusat pasar Kabanjahe. Ibu ini sudah berjualan buku bekas di emperan kios pusat pasar Kabanjahe selama 26Â Tahun.
Ibu yang bernama lengkap Asnidar Tanjung ini dipanggil juga gapok, yang artinya gemuk. Begitulah pengakuannya saat saya mengajaknya berbincang santai penuh keramahtamahan di lapak buku bekas tempatnya berjualan setiap hari hingga hari ini.
Menurut etek Tanjung (makcik dalam bahasa Minang), sejak penggunaan telefon pintar semakin marak, ditambah tantangan kelesuan ekonomi selama masa pandemi, penjualan buku bekasnya pun ikut terpuruk.
Seingatnya, dulu awalnya ada 5 orang penjual buku bekas di sekitar pusat pasar Kabanjahe, tapi kini tinggal tersisa 2 orang.Â
Sebagian rekannya sesama penjual buku bekas bahkan ada yang sudah meninggal dunia. Salah satu penjual buku bekas lainnya di sekitar pusat pasar Kabanjahe yang masih tersisa bernama Andi.
Ada perasaan senang ketika menemukan penjual buku bekas seperti ibu ini di antara pedagang lainnya di pusat pasar tradisional. Apalagi di sebuah kota pada daerah yang terbilang tidak besar, menemukan lapak penjual buku rasanya bagaikan menemukan sebuah oase yang menawarkan perhentian sementara yang menyejukkan.
Baca juga:Â Pendapatan Mak Perdo di Luar Tanggung Jawab Percetakan