Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menapaki Jejak Gereja Pertama dan Jalur "Perlanja Sira" di Buluh Awar

15 Februari 2023   02:43 Diperbarui: 17 Februari 2023   09:35 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Sara Tampenawas dan Butet Tampenawas (istri dan anak dari guru Injil Richard Tampenawas) di Buluh Awar (Dok. Pribadi)

Panglima perang dan Miansari pun sepakat untuk melarikan diri dan menikah. Mereka membawa serta dua orang dayang-dayang, dan tiga orang pengawal. Mereka mengikuti aliran sungai dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.

Mereka tiba di sebuah tempat dan tinggal di tempat itu beberapa bulan lamanya. Kemudian kembali melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat tinggal yang lebih aman.

Mereka mencapai sebuah pulau yang bernama Perca (Sumatra) di sebuah tempat yang sekarang bernama Belawan. Dari sana mereka melanjutkan perjalanan menyusuri aliran sungai menuju pedalaman, hingga tiba di sebuah tempat yang sekarang disebut Durin Tani (saat ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sibolangit).

Mereka kembali melanjutkan perjalanan mencari tempat tinggal yang dirasa lebih aman. Menyusuri hutan dan mengikuti aliran sungai menuju pegunungan, di tengah hutan belantara mereka melewati beberapa tempat yang bernama Buluh Awar, Bukum, hingga tiba di suatu tempat di kaki gunung yang bernama Sikeben, sebuah desa yang saat ini dekat dengan Bandarbaru (saat ini juga termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sibolangit).

Panglima perang sebuah kerajaan dari India Selatan yang bernama Karo ini merasa bahwa masih ada tempat yang lebih indah dari pada tempat mereka tinggal saat itu. Mereka kembali berjalan menyusuri hutan hingga akhirnya tiba di kaki sebuah gunung yang diberi nama Deleng Barus. Itu adalah sebuah gunung di dataran tinggi Karo yang saat ini termasuk ke dalam Kecamatan Barusjahe. 

Deleng Barus di Kecamatan Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)
Deleng Barus di Kecamatan Barusjahe, Kab. Karo (Dok. Pribadi)

Kisah perjalanan panglima perang ini belum berakhir hingga mereka sampai di sebuah desa yang kini bernama Mulawari. Desa Mulawari saat ini adalah sebuah desa yang terletak dekat dengan desa si Capah pada masa dulu yang saat ini bernama Seberaya termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.

Dalam versi kisah ini, Karo dan rombongannya adalah pendiri kampung di dataran tinggi Karo (Taneh Karo). Dari perkawinan Karo (nenek moyang orang Karo) dengan Miansari lahir tujuh orang anak.

Anak sulung hingga anak keenam semuanya perempuan, yakni Corah, Unjuk, Tekang, Girik, Pagit, dan Jile. Hingga lahir anak ketujuh seorang laki-laki diberi nama Meherga yang berarti berharga atau mehaga (penting) sebagai penerus silsilah keluarga.

Dari Meherga (Merga) akhirnya lahir nenek moyang orang Karo berdasarkan garis keturunan ayah (patrilineal). Bagi anak perempuan disebut Beru berasal dari kata diberu yang berarti perempuan.

Merga kawin dengan Cimata, anak perempuan Tarlon yang merupakan pamannya. Tarlon adalah saudara bungsu dari Miansari, ibu Merga. Dari Merga dan Cimata lahir lima orang anak laki-laki yang secara berturut-turut namanya kemudian menjadi lima induk marga etnis Karo, yakni Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Peranginangin, dan Tarigan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun