Keempat guru Injil yang berhasil direkrut oleh Pdt. Kruyt dan Nicolas Pontoh dari Minahasa ini datang ke Buluh Awar dengan membawa istri masing-masing. Ada kisah yang mengharukan dari para pasangan misionaris ini.
Pdt. H. C. Kruyt beserta rombongan guru Injil dari Minahasa sampai di Medan pada Maret 1891. Lebih kurang 6 bulan kemudian sejak mereka memulai misi pelayanannya, istri guru Injil Richard Tampenawas, bernama Sara Tampenawas dan bayi mereka yang diberi nama Butet Tampenawas meninggal dunia pada 10 September 1891. Keduanya dimakamkan di Buluh Awar, di kawasan "Titik Nol GBKP" itu.
Ada lagi kisah Pdt. J. K. Wijngaarden yang melanjutkan misi pelayanan Pdt. H. C. Kruyt sejak 21 Desember 1892, setelah Pdt. Kruyt meninggalkan Buluh Awar pada Juli 1892. Pada 8 September 1894 (dua tahun sejak awal pelayanannya) dalam perjalanan dari Buluh Awar ke desa-desa sekitarnya beliau menderita sakit perut dan tidak mampu lagi melanjutkan perjalanannya. Kemudian pada 22 September 1894 beliau meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit Deli Mij di Medan.
Pdt. J. K. Wijngaarden meninggalkan seorang istri, Dina Guittart, dan seorang anak bernama Cornelius Wijngaarden yang berusia 6 bulan 14 hari. Kantor pusat NZG menugaskan Dina Guittart melanjutkan pelayanan suaminya hingga Pdt. M. Joustra tiba di Buluh Awar menggantikannya.
Baca juga: Pengorbanan di Buluh Awar dan Kisah Winnie the Pooh, Renungan Menyambut Paskah  Â
Pelayanan para misionaris di Buluh Awar sejak awal dilakukan sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat setempat, menyentuh pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi warga Buluh Awar dan desa-desa sekitarnya. Bekas jejak pelayanan itu sebagian masih bisa dilihat, dirasakan, bertahan, bertumbuh, dan berkembang hingga saat ini, meskipun sebagian lagi ada juga yang sudah hilang.
Meringkas catatan sejarah pelayanan selanjutnya, tanpa mengecilkan arti sejarah yang dapat dibaca lebih lengkap pada berbagai literatur dan dokumentasi tentang sejarah GBKP dan Buluh Awar secara khusus. Pada tahun 1903, misionaris selanjutnya bernama Pdt. E. J. van den Berg tiba di Buluhawar.
Van den Berg meneruskan pelayanan pendeta Guillame yang habis kontraknya dengan Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG). Pada 10 April  1905, Pdt. E. J. van den Berg menetap di Kabanjahe karena pos penginjilan sudah didirikan di Kabanjahe.
Baca juga:Â Sekelumit Cerita Lau Simomo, Kampung Bersejarah dalam Pelayanan Kesehatan bagi Orang-orang Terkucilkan