Setelah itu barulah tahap menghaluskan dan menajamkan. Untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan serta untuk menajamkan mata pisau, parang, sabit, dan sebagainya, pak Tarigan menggunakan kikir.
Logam tempaan yang akan dikikir itu dijepit pada sebuah alat penjepit untuk memudahkan prosesnya dan meminimalkan kecelakaan kerja. Kikir adalah alat perkakas tangan yang berguna untuk pengikisan benda kerja secara manual.
Langkah selanjutnya, pak Tarigan akan membuatkan gagang dari kayu untuk pisau atau parang, yang dalam bahasa Karo disebut sungkul. Gagang kayu untuk cangkul dalam bahasa Karo disebut sengkir.
Pada masa sekitar tahun 1992 itu ada dua orang pandai besi di desa Serdang. Saat ini hanya tersisa pak Tarigan seorang, teman yang satu keahlian dengannya itu sudah lebih dahulu berpulang kepada sang Maha Pencipta.
Kata pak Tarigan, kini tidak ada seorang pun lagi di desa ini yang berkeinginan untuk mempelajari sekaligus mewarisi keahlian dan keterampilan sebagai seorang pandai besi. Pak Tarigan sendiri kini hanya menempa besi di bengkelnya bila ada pesanan, dan bahannya dibawa sendiri oleh pemesan.
Hari ini, ketika saya dan keluarga berziarah ke kuburan bapak di desa Serdang, aku menyempatkan diri singgah mengambil beberapa foto di bengkel pandai besi pak Tarigan ini. Susunan dan alat-alat kerja di bengkel pandai besi ini tampaknya masih sama dengan situasi pada masa puluhan tahun yang lampau.
Hanya lokasi bengkel ini saja yang sudah pindah. Satu lagi, suasananya tampak semakin sepi. Sesaat itu membuatku semakin merindukan masa kecil dulu.