Pemandangan rangkaian proses mekanis itu bukan main menakjubkannya bagiku. Pada masa itu aku belum mengerti hukum fisika, rumus-rumus mekanika, dan gaya yang bekerja pada benda-benda dari seluruh rangkaian proses itu.
Pelat besi atau pelat baja yang menjadi bahan baku pembuatan pisau atau parang sesuai pesanan itu ada yang berasal dari per mobil, truk, traktor, dan lain sebagainya. Dengan panas maksimal yang konstan di tungku unik itu, semua bahan logam jadi merah membara dan siap untuk ditempa sesuai keinganan sang pandai besi.
Pandai besi yang dalam bahasa Karo disebut "pande besi", atau blacksmith dalam bahasa Inggris, adalah orang yang pekerjaannya membuat alat-alat dari besi atau baja.Â
Alat-alat itu mencakup alat-alat pertanian seperti cangkul, arit, kapak, pisau, parang, dll, serta alat-alat yang berfungsi sebagai senjata. Selain membuat alat baru, pandai besi juga dapat mengasah alat yang lama supaya tajam kembali.
Setelah besi atau baja panas, maka selanjutnya bahan-bahan itu ditempa. Menempa berarti memproses pengerjaan logam dalam keadaan panas dengan cara memukul dengan palu di atas landasan.Â
Landasan ini biasanya digunakan paron, tapi di bengkel pak Tarigan landasan itu terbuat dari sebuah batangan logam tebal yang tertancap pada log kayu.
Ia menjepit logam panas itu dengan penjepit besi, lalu memukulnya dengan teratur di atas landasan sambil membolak-balikkannya. Bila dirasanya sudah cukup mencapai bentuk dan kelembaman yang diinginkan maka selanjutnya ia mencelupkan logam panas itu ke sebuah palungan dari bambu yang berisi air.
Kontan saja aksi itu menyebabkan suara berdesis, ketika logam panas bertemu dengan air yang dingin. Asap mengepul, air dalam palungan itu pun seperti mendidih. Itu adalah proses menyepuh, belakangan aku baru tahu bahwa maksud dari tindakan mencelupkan logam panas ke dalam air itu adalah untuk mengeraskan bahan tempaan, apakah itu pisau, parang, sabit, dan sebagainya.