Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kopi Memberi Rasa, Literasi Memberi Makna

15 Desember 2022   18:42 Diperbarui: 15 Desember 2022   18:55 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh produk kopi Karo (Dok. Pribadi)

Menurut data dari Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2019, tingkat literasi Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara. Sementara itu menurut data tahun 2021, nilai kompetensi membaca Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara, nilai matematika berada di peringkat 72 dari 78 negara, sedangkan nilai sains berada di peringkat 70 dari 78 negara.

PISA merupakan metode penilaian internasional sebagai indikator untuk mengukur kompetensi siswa di tingkat global. Data PISA ini sejalan dengan data dari UNESCO yang menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang gemar membaca.

Selain itu, ada lagi hasil riset dilakukan Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 yang dipublikasikan dengan tajuk World's Most Literate Nations Ranked. Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara di dunia soal minat membaca.

Apa Relevansi Isu Soal Kopi dengan Isu Soal Literasi?

Bang Aron menceritakan bahwa ia mampu menjual 100 kg kopi bean dalam 3 bulan dari rumah saja tanpa harus memiliki cafe. Ia juga mendampingi upaya pelestarian hutan melalui budi daya kopi oleh masyarakat desa Doulu, Kec. Berastagi, Kab. Karo.

Sejalan dengan itu, bang Ismail memandang kopi berperan strategis untuk memproteksi hutan, tapi tetap menghasilkan secara ekonomi. Pertanian kopi bisa menjadi model "social enterprise", perusahaan sosial, di mana saham terbesar dimiliki oleh para petani.

Wilson Raja Ulu Sembiring yang akrab disapa bang Willie mengatakan bahwa agar cafe bisa berkesinambungan mendukung gerakan literasi maka perlu dikurangi colokan smartphone di cafe. Itu agar para pengunjung lebih banyak berinteraksi dari pada sibuk sendiri dengan gadget katanya.

Sementara itu, pak Ginting salah seorang peserta bincang-bincang yang juga pegiat kopi dan literasi dari desa Doulu mengatakan bahwa dorongan agar petani lebih produktif membudidayakan kopi organik menemukan tantangan. Komoditas organik membuat petani kalah "berjudi" di pemasaran.

Dalam pemasaran kopi, sebagaimana halnya pada komoditas yang lain, semakin panjang rantai pemasaran maka biaya produksi yang ditanggung masyarakat akan semakin besar. Menghadapi kendala itu, petani dituntut semakin mampu berkolaborasi, bekerja sama melalui koperasi.

Koperasi juga akan membantu petani untuk lebih mampu memenuhi kebutuhan pasar yang besar. Di lain pihak, kompetisi pada pasar bebas bisa menyebabkan petani kopi tidak mendapatkan keuntungan yang sebanding jika mereka "main" sendiri.

Pihak yang diuntungkan dalam pasar bebas dan masyarakat dengan euforia kopi taklain adalah para penjual mesin roasting-an kopi dan para penjual plastik kemasan kopi yang disuguhkan di tengah menjamurnya pertumbuhan cafe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun