"Menulis itu adalah otot yang perlu dilatih. Belum ada pil ajaib yang bisa menjadikan seseorang menjadi penulis yang hebat tanpa latihan." -- Dee Lestari
Pada 21 November 2022 yang lalu, Dee Lestari hadir sebagai narasumber dalam webinar yang bertajuk "Dee Lestari Berbagi Tips Menulis Populer". Webinar ini digelar oleh Mettasik, sebuah komunitas penulis di Kompasiana.
Dee sudah berkiprah sekitar 20 tahunan sebagai penulis, khususnya di genre fiksi. Menurutnya, menulis itu tidak mudah. Apalagi menurutku, susah.
Sebagai penulis pemula, semakin lama aku merasakan bahwa menulis itu susah. Lagi katanya, writers block, rasa jenuh, bahkan tetap dialami oleh penulis berpengalaman sekali pun.
Kabar baiknya, menulis yang baik tetap bisa dipelajari. Untuk itu Dee membagikan kiat menghasilkan tulisan yang memikat.
Apa yang dipikat adalah perhatian pembaca, sejak halaman pertama sampai halaman terakhir. Tulisan memikat itu mengikat kepedulian pembaca sehingga mau memberi waktu dan perhatiannya. Mari kita simak kiat berikut ini.
1. Untuk Menghidupkan Tulisan, Kita Perlu Rencana dan Peta
Menulis adalah seni. Pandangan yang mengkonotasikan seni sebagai sesuatu yang bebas dan tidak perlu diatur-atur perlu dipikirkan lagi. Oleh karena menulis adalah sebuah perjalanan yang tidak mudah maka kita memerlukan rencana dan peta.
Untuk itu penulis perlu melakukan riset, memperkirakan berapa halaman tulisan untuk ide yang dikumpulkan, hingga bisa memetakan struktur atau kerangka cerita.
Semakin bervolume tulisan kita, ia akan semakin menyerupai rimba. Semakin lebat sebuah rimba, kita semakin membutuhkan kompas saat menjelajahinya.
Untuk sebuah tulisan yang semakin bervolume, kita semakin membutuhkan kerangka atau struktur cerita. Itu perlu untuk membantu kita mencegah kebosanan, kehilangan arah, dan keletihan dalam menyelesaikannya.
2. Miliki Pembuka yang Kuat
Dalam menulis, kita perlu memberi perhatian kuat pada pembukaan. Pembaca akan mengukur kemampuan penulis dalam bertutur sejak halaman pertama.
Pembukaan cerita yang membosankan tidak akan menarik minat pembaca untuk melanjutkannya ke halaman berikutnya. Sebab akan terbayang di benak pembaca bahwa kesalahan tik tidak akan semakin membaik, tata bahasa tidak akan semakin membaik, pada halaman selanjutnya.
Dee menceritakan pengalamannya sebagai juri dalam lomba menulis. Dalam perlombaan itu, ada 200 naskah novel yang harus diperiksa.
Rumus yang dia pakai adalah, memberi atensi 50% untuk hanya mengulik halaman pertama, fokus pada paragraf pertama, fokus pada kalimat pertama, dan ia akan memberi perhatian lebih apabila ada intrik yang memancing rasa penasaran.
Seorang juri sebagai pembaca tidak akan membuang waktunya untuk tersiksa dari halaman pembuka sampai halaman 14 hingga berharap menemukan sesuatu yang menarik pada halaman 15.
Katanya, seorang penulis perlu berpikir bahwa ia menulis untuk mengikuti lomba. Di sana ada banyak saingan yang bagus, juri tidak memiliki waktu untuk sesuatu yang bertele-tele, untuk hal yang tidak penting. Penulis perlu menempatkan pembaca sebagai juri atas tulisannya.
3. Tunjukkan Emosi
Tidak hanya pada tulisan fiksi, adalah sangat penting bagi tulisan non fiksi untuk menunjukkan emosi. Sering terkesan adanya kemalasan penulis untuk memberikan deskripsi yang kuat untuk emosi pada tulisan non fiksi.
Padahal, tulisan non fiksi yang kuat adalah yang memberi porsi memadai untuk emosi. Pembukaan dengan emosi kuat akan memberikan feeling yang kuat bagi pembaca untuk membaca data setelahnya, karena emosi membuat tulisan terhubung dengan pembaca.
4. Bingkai dalam Adegan
Deskripsi yang hidup dalam perasaan lebih penting dari pada narasi data. Bila diperlukan, cerita bisa menjadi lebih hidup dengan percakapan.
5. Variasi Kalimat
Menyusun kalimat tidak sekadar membutuhkan kekayaan kosakata, soal kalimat panjang dan pendek, kalimat majemuk, serta struktur S-P-O-K. Untuk tulisan yang hidup dibutuhkan variasi kalimat.
6. Awasi Repetisi
Misalnya jangan selalu menyusun paragraf deduktif, tapi ada juga paragraf induktif. Ada paragraf pendek dan panjang. Ada kalimat langsung dan kalimat tidak langsung. Penulis perlu teliti untuk menghindari repetisi.
Perihal Ide
 Ada sebuah pandangan yang menarik dari Dee soal ide. "Kita yang mencari ide atau ide yang mencari kita?"
Ide nyatanya tidak muncul di tempat dan kesempatan yang sudah kita siapkan. Ide tentang lagu "Malaikat Juga Tahu" misalnya, munculnya saat Dee menyikat gigi.
Ide seperti mencari siapa yang disukainya. Lalu, siapakah yang disukai ide?
Ide mencari kandidat-kandidat yang bisa mewujudkannya menjadi sesuatu yang konkret. Orang dengan kriteria seperti apakah itu?
1. Orang yang mengeksekusi abstrak menjadi karya yang konkret
Ide bukan segalanya dalam proses menulis, tapi yang penting adalah eksekusinya. Ketika kita mengeksekusi ide, maka semakin banyak ide yang datang. Jadi bukannya kita kekurangan ide, tetapi kita kekurangan waktu mengeksekusi ide.
2. Pengamat yang baik
Penting bagi seorang penulis melakukan meditasi untuk bisa menjadi pengamat yang baik dan melatih kepekaannya menyadari kehadiran ide.
3. Penabung yang rajin
Catatlah ide begitu dia datang. Entah di kertas, dalam bentuk voice note, dan sebagainya.
4. Pencerita yang tekun
Pencerita yang tekun tidak berhenti di tengah jalan, tapi mengejar kata tamat. Buatlah tulisan kita tiba pada kata tamat. Menyelesaikan karya membuat kita belajar banyak hal.
Bahkan dalam perlombaan, bukan kemenangan tujuan pertama yang perlu dikejar. Tapi mengejar tamat sebanyak-banyaknya adalah perlombaan yang sebenarnya.Â
5. Menulislah yang Kita Tahu
Kita akan lebih bisa menikmati dan menyelesaikan tulisan terkait masalah, isu, dan cerita pada bidang yang kita ketahui dan kuasai.
6. Menulislah yang Ingin Kita Baca
Akan sangat menarik apabila kita bisa menuliskan sebuah cerita yang kita sangat ingin membacanya, tapi sejauh ini kita belum menemukannya. Ya sudah, kita saja yang menuliskan cerita itu.
Komitmen, waktu, fokus, dan atensi yang cukup untuk tekun berlatih akan membantu kita menghasilkan karya terbaik kita. Itu jauh lebih penting dari sekian banyak kelas pelatihan menulis yang kita ikuti.
Tujuan utama dari ide yang tuntas dalam bentuk tulisan adalah untuk dibagikan. Membagikan karya perlu menjadi kebiasaan atau habit, sehingga ide akan sering menghinggapi kita.
Saat penulis semakin bahagia dalam menulis, ia menjadi semakin tidak tergantung dengan komentar orang lain.
Dee percaya kalau ide itu adalah sebuah gerak. Jadi terkesan kontradiktif, ketika orang menulis biasanya betah duduk hingga berjam-jam.
Oleh sebab itu, katanya dalam menulis juga diperlukan olahraga yang cukup, agar ide menulis bisa mengalir. Singkatnya, mengawali tulisan dengan gerak.
Akhirnya, kebahagiaan, keberhasilan, dan pencapaian terbesar seorang penulis adalah ketika tulisannya mengubahkan atau memberi dampak bagi orang lain.
Setiap tulisan yang kita selesaikan sampai tamat jangan kita simpan sendiri. Bagikan apa yang kita tulis, mungkin berguna bagi yang membacanya, ketika takdir mempertemukan mereka.
- TAMAT -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H