Bangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Lau Simomo adalah salah satu situs sejarah Pekabaran Injil bagi masyarakat Tanah Karo. Gereja ini dibangun pada zaman zending, pada masa pelayanan misionaris Belanda bernama Pdt. H.G. van Eelen (1918-1930).
Berdirinya gedung gereja ini juga tidak terlepas dari prakarsa misionaris Belanda bernama Pdt. E.J. van Den Berg. Ia juga memprakarsai pendirian Rumah Sakit Kusta di Lau Simomo pada masa pelayanannya (1906-1912).
Lau Simomo kini adalah sebuah desa yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. "Lau Simomo" bisa dimaknai sebagai tumbuhnya harapan baru.
Makna ini berhubungan dengan tumbuhnya harapan baru bagi para penderita kusta sejak dimulainya pembangunan permukiman dan rumah sakit bagi para penderita kusta di Lau Simomo pada 25 Agustus 1906. Sebelum adanya permukiman dan rumah sakit ini, para penderita kusta dikucilkan sebagai orang yang hidup terbuang dari masyarakat.
Sejak awal berdirinya, di Lau Simomo dihadirkan pelayanan berdimensi bionetis. Penderita kusta dilayani kebutuhan makanan, pakaian, rumah, pekerjaan, dan pengobatan hingga mereka merasa seperti di rumah sendiri, mampu mempertahankan hidup dan keturunannya.
Baca juga:Â Sekelumit Cerita Lau Simomo, Kampung Bersejarah dalam Pelayanan Kesehatan bagi Orang-orang Terkucilkan
Selain itu dihadirkan juga pelayanan berdimensi sosionetis. Permukiman ditata dalam versi budaya Karo, baik dalam struktur dan sistem sosialnya, yakni merga si lima (lima marga), tutur si waluh (delapan tutur), dan rakut si telu (tiga ikatan kekerabatan). Dengan demikian, sesama pemukim yang adalah penderita kusta diberikan kebebasan mengembangkan budaya dan ekonominya.
Selain itu, di Lau Simomo juga dihadirkan pelayanan berdimensi teonetis. Permukiman itu harus menghadirkan kasih Allah kepada mereka yang merasa tersisih dan diasingkan dari dunia karena penyakit yang dideritanya.
Dalam dimensi teonetis inilah kita akan menjumpai sebuah bangunan gereja mungil di Lau Simomo yang ditahbiskan pada 9 Desember 1923 dan masih berdiri kokoh menjelang usianya yang seabad hingga hari ini. Gereja ini adalah saksi bisu sejarah pelayanan kasih Allah bagi setiap orang yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang, termasuk juga bagi orang yang terbuang.
Apa saja kekayaan makna teologia, filosofi, dan sosial budaya pada bangunan mungil gereja GBKP Lau Simomo yang patut dikagumi? Mari kita lihat satu persatu.