Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengagumi Bangunan Kaya Makna, Gereja GBKP Lau Simomo Menjelang Seabad Usianya

16 Oktober 2022   02:33 Diperbarui: 15 April 2023   09:49 2948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengagumi Bangunan Kaya Makna, Gereja GBKP Lau Simomo Menjelang Seabad Usianya (Dok. Pribadi)

Bangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Lau Simomo adalah salah satu situs sejarah Pekabaran Injil bagi masyarakat Tanah Karo. Gereja ini dibangun pada zaman zending, pada masa pelayanan misionaris Belanda bernama Pdt. H.G. van Eelen (1918-1930).

Berdirinya gedung gereja ini juga tidak terlepas dari prakarsa misionaris Belanda bernama Pdt. E.J. van Den Berg. Ia juga memprakarsai pendirian Rumah Sakit Kusta di Lau Simomo pada masa pelayanannya (1906-1912).

Lau Simomo kini adalah sebuah desa yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. "Lau Simomo" bisa dimaknai sebagai tumbuhnya harapan baru.

Makna ini berhubungan dengan tumbuhnya harapan baru bagi para penderita kusta sejak dimulainya pembangunan permukiman dan rumah sakit bagi para penderita kusta di Lau Simomo pada 25 Agustus 1906. Sebelum adanya permukiman dan rumah sakit ini, para penderita kusta dikucilkan sebagai orang yang hidup terbuang dari masyarakat.

Sejak awal berdirinya, di Lau Simomo dihadirkan pelayanan berdimensi bionetis. Penderita kusta dilayani kebutuhan makanan, pakaian, rumah, pekerjaan, dan pengobatan hingga mereka merasa seperti di rumah sendiri, mampu mempertahankan hidup dan keturunannya.

Baca juga: Sekelumit Cerita Lau Simomo, Kampung Bersejarah dalam Pelayanan Kesehatan bagi Orang-orang Terkucilkan

Selain itu dihadirkan juga pelayanan berdimensi sosionetis. Permukiman ditata dalam versi budaya Karo, baik dalam struktur dan sistem sosialnya, yakni merga si lima (lima marga), tutur si waluh (delapan tutur), dan rakut si telu (tiga ikatan kekerabatan). Dengan demikian, sesama pemukim yang adalah penderita kusta diberikan kebebasan mengembangkan budaya dan ekonominya.

Selain itu, di Lau Simomo juga dihadirkan pelayanan berdimensi teonetis. Permukiman itu harus menghadirkan kasih Allah kepada mereka yang merasa tersisih dan diasingkan dari dunia karena penyakit yang dideritanya.

Dalam dimensi teonetis inilah kita akan menjumpai sebuah bangunan gereja mungil di Lau Simomo yang ditahbiskan pada 9 Desember 1923 dan masih berdiri kokoh menjelang usianya yang seabad hingga hari ini. Gereja ini adalah saksi bisu sejarah pelayanan kasih Allah bagi setiap orang yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang, termasuk juga bagi orang yang terbuang.

Apa saja kekayaan makna teologia, filosofi, dan sosial budaya pada bangunan mungil gereja GBKP Lau Simomo yang patut dikagumi? Mari kita lihat satu persatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun