Tenang, damai, sejuk, segar, indah, demikian sebagian kesan yang terasa begitu kita tiba di tepi danau Lau Kawar. Danau vulkanik yang eksotis ini berada di kaki Gunung Sinabung yang berdiri megah dengan puncak berselimut kabut nan misterius.
Minggu, 25/9/2022, sekira lima puluhan kaum bapa Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Majelis Ketaren, yang disebut Mamre, mengikuti gerak jalan santai menuju lokasi danau Lau Kawar. Mengawali perjalanan dari desa Sukanalu, Kecamatan Namanteran, olahraga jalan santai itu menempuh jarak sekitar 7 kilometer hingga tiba di tepi danau Lau Kawar.
Gunung Sinabung dengan pesonanya yang misterius seolah mengamati peserta gerak jalan sepanjang perjalanan pada siang hari yang tidak terlalu terik itu. Menikmati danau Lau Kawar, tidak bisa tidak kita akan selalu dihubungkan dengan riwayat erupsi Gunung Sinabung.
Erupsi Sinabung berlangsung terus menerus dalam rentang waktu yang cukup panjang. Ini adalah gunung berapi bertipe stratovolcano (tinggi kerucut dengan banyak lapisan).
Mungkin tidak banyak gunung berapi yang langsung berdampingan dengan danau vulkanik pada kaki gunungnya. Begitulah, danau Lau Kawar terhampar tenang dan sunyi di kaki Gunung Sinabung yang tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600, hingga kembali aktif dan mengalami erupsi pada 27/08/2010 silam.
Sejak saat itu, gunung Sinabung dinyatakan sebagai gunung berapi aktif tipe A dan berada dalam status awas atau level IV. Itu adalah status yang menyatakan potensi ancaman level tertinggi terkait kebahayaan gunung berapi.
Statusnya sempat dinyatakan turun menjadi siaga, level III, pada tahun 2011 yang lalu. Namun, sejak 24/11/2013 status awas, level IV, Sinabung tidak pernah diturunkan lagi.
Hingga akhirnya pada 20/05/2019 status Gunung Sinabung diturunkan dari status awas, level IV, menjadi siaga, level III. Penurunan status ini ditetapkan melalui surat Kepala Pusat Vulkanologi Nomor 948/45/BGL.V/2019 tanggal 20 Mei 2019.