Sehubungan dengan namanya, tidak diperoleh penjelasan yang lengkap dan komprehensif, mengapa kuliner yang satu ini disebut kidu-kidu. Apakah ada hubungannya dengan bentuknya yang mirip dan menyerupai kidu, sebutan untuk larva kumbang sagu dalam bahasa Karo?
Keduanya, kidu dan kidu-kidu, bisa saja tampak menggelikan bahkan menjijikkan bagi sebagian orang yang tidak suka. Namun, bisa saja terasa lezat bagi sebagian lainnya yang menyukainya.Â
Kidu adalah sebutan dalam bahasa Karo untuk larva dari kumbang sagu atau dalam bahasa Latin Rhynchophorus ferrugineus. Banyak juga yang menamakan larva ini dengan sebutan ulat bagong.
Kidu banyak dikonsumsi oleh orang-orang pada suku Karo. Bahan pangan unik ini sering kali ditemukan pada bagian dalam pohon aren, terutama pohon aren yang sudah mati.
Daging kidu memiliki kadar asam amino dan kandungan karbohidrat yang sangat tinggi. Oleh sebab itu diyakini sangat berkhasiat sebagai penambah stamina tubuh.
Meskipun sama-sama merupakan nama makanan pada suku Karo, tapi dalam bentuk kata ulang, kidu-kidu, memiliki makna yang sama sekali berbeda. Sekilas, kidu-kidu mirip dengan sosis.
Kesamaan lain dari kidu dan kidu-kidu, terutama bagi yang tidak biasa mengonsumsinya bahwa kedua makanan ini bisa jadi termasuk jenis makanan ekstrem. Mari kita melihat kidu-kidu lebih dekat untuk mengenalinya.
Kidu-kidu terlihat menyerupai sosis karena terbuat dari isian daging cincang yang dibungkus dengan usus babi atau usus sapi. Menu kidu-kidu ini banyak disajikan di rumah makan khas Karo, seperti rumah makan Babi Panggang Karo (BPK). Selain itu juga banyak disajikan pada acara-acara masyarakat, yang entah karena satu dan lain hal menyembelih beberapa ekor babi atau sapi sebagai bahan sajian hajatan.
Bahan utama membuat kidu-kidu tentu saja adalah usus halus babi atau sapi yang sudah dibersihkan. Sedangkan, bahan untuk isiannya adalah daging babi atau daging sapi yang digiling atau dicincang halus.
Bahan tambahan untuk isiannya ada juga irisan halus bawang prei, daun sop, buah tomat, pucuk daun jipang (labu siam) atau irisan halus daun ubi kayu, serta irisan kecombrang yang dikenal juga dengan nama kencong. Semua bahan isian ini tadi diiris halus, dicampur dengan lada yang ditumbuk halus, atau bisa juga merica putih butiran yang sudah dihaluskan, ditambahkan garam secukupnya.
Seluruh bahan isian yang sudah diaduk secara merata dimasukkan ke dalam usus halus babi atau sapi yang sudah dibersihkan. Kemudian diikat ujungnya agar bahan isian tidak keluar, lalu direbus hingga matang.
Bila usus halus yang tersedia tidak cukup menampung bahan isian yang telah disiapkan, maka bisa juga digunakan potongan ruas bambu sebagai wadah memasak seperti yang biasa dipakai untuk memasak lemang, tapi ruas bambu berisi bahan isian itu tentu saja bukan direbus melainkan didiang pada tungku api kayu bakar.
Apabila sudah matang, maka usus yang berisi daging bahan isian tersebut dipotong-potong. Kidu-kidu pun siap disajikan untuk dinikmati bersama sambal khusus yang disebut getah, yang dibuat dengan bahan darah ternak dicampur dengan bumbu dan rempah-rempah sedemikian rupa.
Bagi yang menyukainya, kidu-kidu bisa dibilang sebagai makanan yang menempati kasta tersendiri dalam urutan tangga makanan tradisional lezat nan eksotis. Mejuah-juah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI