Kebetulan karena awal liburan panjang ini masih dalam suasana bulan puasa Ramadan, maka bagi yang tidak berpuasa, baik dengan alasan sebagai musafir karena melakukan perjalanan panjang, maupun karena tidak menjalankan ibadah puasa terkait perbedaan keyakinan, kita perlu mengikuti kebiasaan setempat sehubungan dengan ibadah keagamaan. Sekalipun di destinasi wisata.
Sarapan di dalam bus untuk menghargai saudara yang berpuasa adalah salah satu bentuk penyesuaian itu.
Selain itu, di tempat tujuan di mana saja, kita perlu bertanya ke pemandu atau warga setempat, tentang apa yang bisa atau tidak bisa dilakukan, sehingga kehadiran kita lebih mudah diterima.
4. Memakan Apa yang Mereka Makan
Barangkali ada banyak tempat wisata, terutama kelas premium, yang menawarkan aneka kenyamanan dan kepuasaan selama perjalanan. Tentu saja hal ini sebanding juga dengan harga dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkannya.
Namun, selalu ada sisi baik dalam sebuah penyesuaian yang tidak melulu demi alasan ekonomi semata. Seperti dikatakan sebelumnya, cara terbaik merasakan menjadi warga setempat salah satunya adalah dengan memakan apa yang mereka makan dan apa yang disediakan.
Tentu tidak semua sajian di tempat tujuan sesuai dengan selera kita di tempat asal kita. Ada kelebihan dan kekurangan, tapi coba nikmati saja apa yang disajikan sesuai dengan tingkat kemampuan, niscaya kita akan lebih cepat beradaptasi dengan keadaan di tempat tujuan kita.
5. Menikmati Tinggal di Rumah Warga Setempat
Barangkali tidak akan terlalu berbeda jauh jumlah biaya yang dikeluarkan dengan lama tinggal yang lebih singkat agar kita bisa menginap di sebuah resor mewah.
Namun, pengalaman menjadi warga setempat lebih mudah didapatkan bila kita tinggal di antara masyarakat di rumah-rumah mereka.
Di Pulau Balai, yang merupakan pulau yang dihuni masyarakat setempat di Pulau Banyak dan merupakan kampong, banyak rumah warga yang juga difungsikan sebagai homestay.