Melihat koleksinya yang cukup lengkap, semoga saja pengelolaan museum ini tetap bisa ditingkatkan demi kualitas penyajian dan perawatan benda-benda pusaka yang disimpan dan dipamerkan di sana.Â
Sejauh ini menurut Kris sang kurator, pengunjung yang datang ke museum ini adalah mereka yang memang memiliki minat dan menaruh perhatian terhadap soal-soal budaya, tapi belum begitu menarik animo wisatawan yang datang ke Berastagi untuk berkunjung ke museum ini.
Dulu sebelum pandemi, setiap harinya pasti ada kunjungan murid-murid sekolah baik SD maupun SMP sebanyak 10-30 orang per hari. Menariknya menurut penjelasan Kriswanto, murid-murid SD yang datang ke sana mengaku bukan karena ada tugas dari sekolah atau karena disuruh gurunya, melainkan karena ketertarikan mereka sendiri.
Kriswanto Ginting sudah bekerja di museum ini sejak tahun 2012. Itu bahkan sebelum museum ini diresmikan, jadi ini adalah tahun ke-10 ia bekerja di sana.
Bisa dibilang ia adalah anak didik langsung dari Pastor Leo Joosten yang menggagas museum ini. Ia terkenang bagaimana mereka dulu bersama Pastor Leo mengumpulkan koleksi perdana sekitar 20 sampai 30 benda pusaka otentik peninggalan nenek moyang orang Karo untuk memenuhi syarat minimal mendirikan museum dengan berkeliling kampung-kampung di Tanah Karo.
Museum ini telah distandarisasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai museum tipe C pada tahun 2019 yang lalu. Selama masa pandemi, museum ini hanya dibuka pada hari Sabtu mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB dan hari Minggu mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB.