Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah "Palas Si Pitu Ruang" dan Asal Usul Nama "Deleng Sibuaten"

26 Maret 2022   21:47 Diperbarui: 29 Maret 2022   15:30 5797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah "Palas Si Pitu Ruang" dan Asal Usul Nama"Deleng Sibuaten" (Foto: Dok. Pribadi)

Deleng Sibuaten adalah nama salah satu gunung yang ada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Gunung ini merupakan salah satu batas geografis sebelah Selatan Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi.

Ketinggian Deleng Sibuaten ini adalah 2.457 mdpl dan menempatkannya sebagai gunung tertinggi di Sumatera Utara. Berikutnya secara berurutan nama-nama gunung di Kabupaten Karo menurut ketinggiannya yakni gunung Sinabung 2.451 mdpl, gunung Sibayak 2.094 mdpl, gunung Sipiso-piso 1.900 mdpl.

Kita belum mendaki gunung kali ini, Sobat. Musim hujan belum lagi berakhir, jalur licin, nanti akan ada waktunya kita ke sana.

Sebelum itu, mari terlebih dahulu kita berkenalan dengan kisah di balik nama gunung ini. Deleng merupakan kata dalam bahasa Karo yang berarti gunung.

Lalu mengapa gunung itu dinamakan Sibuaten? Diolah dari berbagai sumber, begini ceritanya.

Situs
Situs "Palas Si Pitu Ruang" Desa Ajinembah (Dok. Pribadi)

Palas Si Pitu Ruang

Alkisah, pada zaman dahulu kala di sebuah kampung bernama desa Ajinembah, Tanah Karo, adalah seorang raja yang bernama Raja Sembahen. Raja ini bermarga Ginting dari sub marga Ginting Munte.

Dia memiliki seorang puteri bernama Buaten beru Ginting Munte. Puteri ini berparas cantik dan elok pula laku dan tutur katanya.

Bibinya, saudari dari ayahnya, sempat berkeinginan meminang si Buaten ini menjadi menantunya. 

Namun, seiring waktu berjalan bibinya mengurungkan niat karena cantiknya paras si Buaten dan tingkah laku serta tutur katanya yang sangat terpuji. Si bibi merasa tidak pantas menjadikan keponakannya ini sebagai menantu.

Syahdan, kabar tentang kecantikan puteri Buaten pun sampai ke Raja Umang. Ia berkeinginan memperistri si Buaten yang cantik jelita itu.

Raja Umang meminta bantuan bibi si Buaten untuk menyampaikan keinginannya kepada Raja Sembahen di Ajinembah. Dalam aturan adat Karo, bibi si Buaten ini merupakan pihak anak beru (penerima istri), dan ayah si Buaten, Raja Sembahen, merupakan pihak kalimbubu (pemberi istri).

Oleh sebab itu, lumrah adanya bila bibinya mengutarakan niat hendak meminang si Buaten kepada Raja Sembahen. Namun, kali ini bukan menjadi menantunya, melainkan menyampaikan keinginan Raja Umang untuk memperistri si Buaten.

Demi mendengar permintaan itu, Raja Sembahen dan puterinya tidak menolak permintaan Raja Umang yang disampaikan oleh bibi si Buaten. Namun, raja membuat syarat yang agak berat bahkan mustahil untuk diwujudkan.

Raja Sembahen rela menyerahkan anaknya untuk dijadikan istri oleh Raja Umang, asalkan dia mampu membangun sebuah rumah yang besar dan megah yang belum pernah dilihat oleh manusia di belahan bumi yang mana pun.

Raja Umang menyanggupi persyaratan itu, sebab ia memang memiliki kesaktian. Maka dibangunlah rumah itu, 7 hari 7 malam lamanya.

Pada hari yang ke-7, saat kabut mulai menyingsing pada suatu pagi, orang-orang desa itu pun mulai melihat rumah yang dibangun oleh Raja Umang. Benarlah bahwa rumah itu sangat megah dan belum pernah dilihat sebelumnya oleh siapa pun di desa itu.

Pitu dalam bahasa Karo berarti 7 (tujuh). Dengan demikian, "Rumah Si Pitu Ruang" berarti rumah dengan tujuh ruangan.

Singkat cerita, diundanglah kaum kerabat keluarga Raja Sembahen dari segala penjuru untuk membuat acara adat memasuki rumah baru itu. Dilansir dari mejuahjuah.id dijelaskan bahwa kaum kerabat Raja Sembahen itu tinggal sebulan lamanya di rumah yang baru dibangun itu.

Mereka lupa kepada kampung halaman dan ladang serta ternaknya. Mereka seperti orang linglung di dalam rumah megah yang baru dibangun itu.

Sementara itu, ada sudut pandang lain berdasarkan penjelasan seorang kerabat bermarga Sembiring dari desa Suka ketika kami bertemu pada sebuah pesta adat pernikahan. 

Ia mengatakan bahwa pada saat acara memasuki rumah yang baru dibangun Raja Umang itu, Raja Sembahen merasa keheranan, sebab tidak pernah sekali pun dia melihat Raja Umang calon menantunya, sekejap pun tidak.

Karena seluruh kaum kerabat telah berkumpul, Raja Sembahen merasa tidak enak hati karena calon menantunya tidak tampak batang hidungnya. Ia lalu menyeletuk, "Di manakah gerangan calon menantu kita itu sehingga tidak kelihatan sampai sekarang? Atau jangan-jangan dia makhluk halus?"

Dalam pemahaman umum masyarakat Karo, umang memang adalah sebutan untuk sejenis makhluk yang memiliki kekuatan gaib. Mendengar celetukan Raja Sembahen, Raja Umang pun merasa tersinggung, lalu membawa pergi sang puteri si Buaten beru Ginting.

Gunung yang diberi nama Deleng Sibuaten dipercaya adalah tempat ke mana Raja Umang pergi membawa si Buaten beru Ginting Munte dan tinggal menetap di sana.

Itu diyakini sebagai asal usul nama Deleng Sibuaten. Jarak dari desa Ajinembah ke Deleng Sibuaten memang tidaklah terlalu jauh.

Puncak Deleng Sibuaten yang tertutup kabut tampak di kejauhan dari sekitar desa Ajinembah (Dok. Pribadi)
Puncak Deleng Sibuaten yang tertutup kabut tampak di kejauhan dari sekitar desa Ajinembah (Dok. Pribadi)
Kini situs Rumah Sipitu Ruang itu tinggal pondasi. Dalam bahasa Karo, pondasi diterjemahkan sebagai palas. Itulah sebabnya situs itu kini diberi nama "Palas Si Pitu Ruang", berlokasi di desa Ajinembah, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.

Ada 16 (enam belas) titik palas (pondasi) rumah yang masih ada hingga kini di desa Ajinembah. Situs ini kini sudah ditembok sekelilingnya.

Enam belas titik palas (pondasi)
Enam belas titik palas (pondasi) "Rumah Si Pitu Ruang" yang masih ada hingga kini di desa Ajinembah (Dok. Pribadi)

Namun, tidak ada dokumentasi dan penjelasan apa pun yang bisa ditemukan di sekitar lokasi ini yang bisa memberikan gambaran bagaimana dulunya tampilan rumah yang disebut sebagai rumah yang belum pernah dilihat oleh manusia di bagian bumi yang mana pun itu.

Hubungan Cerita Rakyat dan Potensi Wisata di Sekitar Deleng Sibuaten

Menariknya, tak jauh dari kaki Deleng Sibuaten kini adalah kawasan relokasi Siosar yang menjadi permukiman para pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung. 

Deleng Sibuaten berdiri megah dan kokoh sebagai latar belakang kawasan relokasi Siosar, di mana hutannya masih belum banyak terjamah oleh tangan-tangan manusia (kerangen tua, bhs. Karo).

Kawasan relokasi Siosar dengan latar belakang Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)
Kawasan relokasi Siosar dengan latar belakang Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)

Kawasan Puncak 2000 Siosar saat senja menjelang malam dengan latar belakang Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)
Kawasan Puncak 2000 Siosar saat senja menjelang malam dengan latar belakang Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)
Bagi warga desa yang sudah lebih dahulu ada di sekitar kawasan relokasi ini memang dipercaya bahwa sosok gaib beru Ginting sebagai penghuni atau penunggu kawasan ini. Bahkan ada batang kayu di sekitar kawasan relokasi itu yang dipercaya oleh warga sekitar sebagai kayu si beru Ginting.

Begitulah cerita rakyat dan legenda. Sesuai konteks budaya dan zamannya, pesan moral dan kearifan lokal dalam cerita rakyat berfungsi sebagai penjaga kelestarian alam dan lingkungan. 

Sebab tempat-tempat yang diyakini sebagai persemayaman para tokoh dalam cerita sering kali dikeramatkan dan dipandang sakral.

Kawasan hutan di sekitar Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)
Kawasan hutan di sekitar Deleng Sibuaten (Dok. Pribadi)

Aliran sungai pada suatu tempat di hutan Deleng Sibuaten (Foto: Dok. Lukas Tarigan)
Aliran sungai pada suatu tempat di hutan Deleng Sibuaten (Foto: Dok. Lukas Tarigan)

Bagi generasi selanjutnya yang hidup di masa kini, pengenalan terhadap kehidupan kontekstual para leluhur sesuai zamannya kiranya bermanfaat untuk kita bisa lebih menghargai kearifan yang membuat alam dan lingkungan sekitarnya masih terjaga hingga kini.

Lagi pula, bukan merupakan hal yang aneh bila kita menemukan manfaat praktis lainnya sebagaimana hubungan yang erat antara cerita rakyat atau legenda dengan pariwisata. Misalnya, bagaimana wisata candi Prambanan, candi Sewu, situs Ratu Baka, patung Dewi Durga di Jawa Tengah dihubungkan dengan legenda tentang Roro Jonggrang.

Atau bagaimana wisata ke gunung Tangkuban Parahu yang dihubungkan dengan legenda tentang Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Bagaimana pun, kawasan Siosar kini sedang menggeliat menjadi objek wisata primadona di Tanah Karo.

Di samping potensi wisata yang melekat erat dengan legenda dan cerita rakyat, kiranya kelestarian alam dan lingkungan sekitarmya yang menjadi tujuan utama di balik lahirnya sebuah cerita atau legenda tetap dapat terpelihara.

Apakah nanti akan demikian halnya dengan kisah putri Raja Sembahen dari Ajinembah, si Buaten beru Ginting dalam hubungannya dengan potensi wisata Deleng Sibuaten dan kawasan Siosar sebagai suatu kesatuan? Waktu jualah yang akan menjawabnya.

Mejuah-juah.

Pojok Baca: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun