Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengunjungi Istano Rajo Basa, Peninggalan Kebesaran Kerajaan Pagaruyung

23 Februari 2022   22:51 Diperbarui: 24 Februari 2022   19:03 2646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto keluarga mengenakan pakaian adat Minangkabau di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)

Dalam sebuah perjalanan dari kota Padang menuju Istano Rajo Basa Pagaruyung di suatu sore pada 14 Februari 2022 yang lalu, kami membeli penganan unik yang banyak dijajakan di tepi jalan raya sekitar daerah Lubuk Alung, Sumatera Barat.

Nama penganan itu adalah bika daun taleh alias bika daun talas. Bahannya memang terbuat dari campuran parutan kelapa dan tepung yang dibungkus dengan daun talas lalu kemudian dipanggang hingga matang.

Penganan ini paling enak dinikmati saat masih hangat-hangatnya. Satu kemasan harganya Rp20.000. Ngomong-ngomong soal bika, ada sebuah ungkapan dari Buya Hamka.

Bika daun taleh di pinggir jalan raya sekitar Lubuk Alung, Sumatera Barat (Dokumentasi Pribadi)
Bika daun taleh di pinggir jalan raya sekitar Lubuk Alung, Sumatera Barat (Dokumentasi Pribadi)

"Laksana kue bika yang dibakar dari atas dan bawah." Itu adalah ungkapan untuk menggambarkan situasi dilematis dalam sebuah hubungan.

Api dari atas ibarat harapan dari salah satu pihak, sementara api dari bawah ibarat harapan dari pihak yang lainnya. Berat ke atas, niscaya putus dari bawah. Berat ke bawah, hilang hubungan dengan yang di atas.

Begitulah situasi dilematis menjelang kepulangan ke Kabanjahe pada hari terakhir kunjungan ke Sumatera Barat. Ada hasrat hati yang kuat untuk tetap mengunjungi Istano Rajo Basa Pagaruyung yang letaknya menuju ke arah Selatan, sementara Tanah Karo, tempat tujuan pulang, adanya di sebelah Utara Sumatera Barat.

Tebersit rasa pesimis bisa mencapai istana ini sebelum jam tutup. Namun, berkat pelajaran dari bika daun taleh Lubuk Alung itu, akhirnya kami pun menetapkan hati untuk tetap menuju Batusangkar demi mencapai istana kerajaan Pagaruyung yang termasyhur itu apa pun yang akan terjadi nanti.

Baca juga: Menyinggahi Bukittinggi, Menjemput Kenangan tentang Bung Hatta

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 begitu kami tiba di pelataran parkir sekitar lingkungan istana ini. Sesuai informasi di mesin peramban Google, istana ini buka pada pukul 08.00 dan tutup pada pukul 18.00 WIB setiap harinya.

Namun, perjalanan ini tidaklah sia-sia. Kepada petugas pengutip karcis di pintu masuk, para perias di ruang bawah istana, kami mengatakan bahwa kami sudah berlarian sedemikian rupa untuk bisa mencapai istana ini. 

Jadi kami tidak keberatan seandainya kami diminta membantu mereka menutup pintu, jendela, dan gerbang istana karena sudah waktunya harus tutup. Tentu saja sambil bercanda dengan nafas ngos-ngosan.

Istano Rajo Basa Pagaruyung adalah salah satu dari beberapa sisa peninggalan kerajaan Pagaruyung selain makam raja Pagaruyung, prasasti Batusangkar, prasasti Saruaso dan prasasti Bandar Bapahat. Istana ini berlokasi di wilayah Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Istano Rajo Basa merupakan bangunan cagar budaya yang menghadirkan atmosfer kekayaan budaya Minangkabau. Dengan mengunjunginya kita bisa belajar berbagai hal tentang budaya Minangkabau dan sejarah salah satu kerajaan besar Nusantara yang ada di ranah Minang.

Arsitektur bangunan istana ini sangat megah, dengan latar belakang alam pegunungan wilayah Pagaruyung. Selain bangunan utama istana, di lokasi ini kita juga bisa melihat bangunan rumah bedug, surau, dan lumbung padi yang tentu saja semuanya penuh ornamen indah bergaya khas Minangkabau.

Istano Rajo Basa Pagaruyung tampak dari samping (Dokumentasi Pribadi)
Istano Rajo Basa Pagaruyung tampak dari samping (Dokumentasi Pribadi)

Salah satu rumah bedug yang ada di sekitar lokasi Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Salah satu rumah bedug yang ada di sekitar lokasi Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)

Bangunan lumbung yang ada di halaman depan Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Bangunan lumbung yang ada di halaman depan Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Sejarah

Dilansir dari Kompas.com, Kerajaan Pagaruyung: Sejarah, Letak, Pendiri, dan Peninggalan (9/8/2021), dijelaskan bahwa Kerajaan Pagaruyung didirikan oleh Adityawarman pada sekitar 1347 Masehi. Saat itu kerajaan masih bercorak Hindu-Buddha.

Adityawarman adalah seorang keturunan Minangkabau-Jawa. Ia adalah sepupu raja kedua kerajaan Majapahit, Jayanegara, dari pihak ibu.

Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi kesultanan Islam pada abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Alif. Ia menjadi raja pertama Pagaruyung yang masuk Islam.

Riwayat kekuasaan kerajaan Pagaruyung bertahan selama lima abad. Kerajaan ini mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh karena peristiwa perang Padri.

Baca juga: Dari Kabanjahe ke Lubuk Basung, Sepotong Catatan dari Ruas Jalan Lintas Barat Sumatera

Perang Padri merupakan peperangan di wilayah Kerajaan Pagaruyung pada rentang tahun 1803-1838 yang berawal dari adanya perbedaan prinsip antara kaum Padri dan kaum adat Sumatra Barat terkait agama. Sultan Alam Bagagarsyah merupakan raja terakhir kerajaan Pagaruyung.

Bangunan Istana Pagaruyung yang berdiri saat ini bukanlah bangunan asli. Bangunan aslinya berada di Bukit Batu Patah.

Bangunan aslinya habis terlahap api saat terjadinya kebakaran pada tahun 2007. Oleh pemerintah daerah setempat bangunan Istana Pagaruyung ini telah direnovasi dan ditetapkan sebagai cagar budaya. Bahan bangunan ini sebagian besar terbuat dari kayu, anyaman bambu, dan atapnya dari ijuk.

Tiga Tingkatan Bangunan Istano Rajo Basa Pagaruyung

Bangunan Istana Pagaruyung memiliki tiga tingkat yang masing-masing berbeda fungsinya. Lantai satu atau tingkat paling bawah berupa sebuah ruang besar dengan singgasana raja pada bagian tengahnya. Fungsinya adalah sebagai area aktivitas utama pemerintahan kerajaan.

Ruangan lantai satu Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Ruangan lantai satu Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Menurut penjelasan dari pemandu, bilik sebelah kanan di lantai pertama itu adalah bilik raja dan ratu, sedangkan bilik sebelah kiri adalah bilik orang tua raja. Sementara itu pada bagian belakang singgasana terdapat tujuh buah bilik sebagai bilik-bilik putri raja yang sudah menikah.

Menikmati pemandangan sekitar halaman istana dari lantai dua Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Menikmati pemandangan sekitar halaman istana dari lantai dua Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)

Lantai dua atau tingkat kedua adalah ruang bagi para putri raja yang belum menikah. Dengan jendelanya yang besar-besar, sangat nyaman menikmati pemandangan sekitar halaman istana dari lantai dua ini.

Lantai tiga atau tingkat yang paling atas disebut juga dengan anjung peranginan. Ini merupakan tempat raja dan permaisurinya bersantai sambil menikmati pemandangan sekitar istana. Selain itu, tingkat yang paling atas ini juga berfungsi sebagai bilik penyimpanan senjata pusaka kerajaan.

Sedangkan, anak laki-laki raja sebagaimana umumnya anak laki-laki pada suku Minangkabau, belajar mengaji dan tidur di surau yang berada dekat dengan bangunan istana.

Sebagian peralatan dapur di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Sebagian peralatan dapur di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Sebagian peralatan dapur di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Sebagian peralatan dapur di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)

Menyewa Pakaian Tradisional Minangkabau

Selain melihat dan menikmati keindahan bangunan istana dan bangunan pendukungnya, kita juga bisa menyewa pakaian tradisional Minangkabau dari yang mahal dan yang biasa. 

Pakaiannya warna-warni didominasi warna merah, hitam, dan kuning. Warna-warna tersebut katanya bermakna "wahana tigo", melambangkan tiga wilayah Minangkabau.

Foto keluarga mengenakan pakaian adat Minangkabau di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Foto keluarga mengenakan pakaian adat Minangkabau di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)

Foto keluarga mengenakan pakaian adat Minangkabau di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Foto keluarga mengenakan pakaian adat Minangkabau di Istano Rajo Basa Pagaruyung (Dokumentasi Pribadi)
Sewa untuk satu set pakaian adat dewasa yang biasa seharga Rp35.000, dan seharga Rp30.000 untuk satu set pakaian anak-anak yang biasa. 
Tidak ada batasan berapa lama waktu diberikan kepada pengunjung yang ingin merasakan suasana atmosfer kerajaan Pagaruyung yang bisa diabadikan sambil mengenakan pakaian adat Minangkabau di sekitar istana Rajo Basa ini.
Onde mande, ranah Minang rancak bana!

Pojok Baca: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun